DAERAH
Jelang G20, Spanduk dan Billbord Jumbo Tolak LNG Makin Bertebaran
Denpasar, JARRAKPOS.com – Ketua Asosiasi Ilmu Politik Indonesia Bali, Dr. Drs. I Gede Wardana M. Si., juga menyoroti aksi demo-demo, khususnya penolakan Tersus LNG di Desa Adat Sidakarya, karena makin banyak bertebarnya spanduk dan baliho yang bisa menimbulkan kesan Bali tidak kondusif. Padahal Bali menjelang sebagai tuan rumah KTT G20 yang mengusung tema “Recover Together Recover Stronger” diharapkan tercipta kondisi damai, aman dan tentram. Agenda besar merupakan kesempatan langka bagi tanah air, dimana Indonesia giliran memegang keketuaan atau Presidensi G20.
Presiden Joko Widodo sekaligus sebagai Presidensi G20 yang saat ini dipegang Indonesia diharapkan dimanfaatkan untuk memperjuangkan kepentingan negara berkembang. Ada tiga hal yang menjadi fokus Indonesia, yakni kesehatan, transformasi digital dan transisi energi. Untuk itu, pihaknya menilai rencana pembangunan LNG itu sejatinya untuk kepentingan rakyat. Seharusnya mendapatkan dukungan semua pihak. Dimana Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 33 ayat (3) menegaskan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Namun, pihaknya tetap beraharap agar rencana pembangunan LNG untuk kemandirian energi dan energi bersih. Tetap mengikuti prosedur sehingga tidak merusak lingkungan hidup di tengah berkembangnya isu perubahan iklim global. Memang setiap rencana pembangunan untuk kepentingan rakyat sebaiknya melibatkan partisipasi publik. Diharapkan pula setiap permasalahan diselsaikan dengan dialog, kalau ada rencana pembangunan terus ribut-ribut bisa timbulkan masalah dan rugikan semua pihak. “Sebaiknya lakukan pendekatan konflik atau pendekatan win-win solution, bukan zero-sum game sehingga pihak pro kontra ada jalan tengahnya,” ungkap Wardana yang juga Koorditator Himpunan Alumni Studi Ketahahan Nasional (Hastanas UI) Bali – Nusra.
Maka dari itu, pemerintah dengan masyarakat agar sering-sering lakukan temu wirasa, simakrama dan dialog. “Semua masalah bisa selesaikan dengan cara dialog, maka simakrama sesering mungkin. Perang senjata pun diakhiri dengan solusi dialog,” imbuh Wardana, Dosen Pengkajian Ketahanan Nasional Universitas Indonesia dan Dosen FISIP Universitas Warmadewa 2021 s/d sekarang dan Ia juga mengingatkan, kalau aksi demo memang dilindungi Undang-Undang. Namun sebaiknya pemerintah maupun DPRD segera respon dalam menjembatani aspirasi rakyat. “Aspirasi ini bisa dijembatani oleh wakil rakyat, jika saluran tersumbat, tentu ada demo baik atas nama individu dan kelompok,” ujarnya.
Diharapkan semua pihak yang berkepentingan segera turun tangan cegah demo yang berjilid-jilid. Aksi itu kerap ada yang memanfaatkan untuk kepentingan tertentu. Apalagi aksi demo ada yang membayar (sponsor). Hal itu tentu lebih membahayakan lagi, sehingga gerakan itu tidak murni dalam memperjuangkan aspirasinya. Apabila lembaga penampung aspirasi rakyat tidak bisa dihandalkan, maka media pers yang menjadi harapan terakhir sebagai mediasi antara penguasa dan rakyat itu sendiri. “Selain itu, menjelang tahun politik Pemilu Serentak 2024, dinamika politik semakin dinamis. Bila aksi demo terus terjadi bisa membara jika tidak dimediasi segera dengan sebaik baiknya,” tutupnya. aya/ama/ksm
You must be logged in to post a comment Login