DAERAH
JPU Hadirkan 11 Saksi Satpol PP Bali, Terkuak Fakta Tak Ada Kekerasan dan Ancaman dari Ismaya
[socialpoll id=”2522805″]
Denpasar, JARRAKPOS.com – Tiga terdakwa kasus dugaan melawan pejabat yang sedang bertugas di Satpol PP Provinsi Bali, I Ketut Putra Ismaya Jaya, I Ketut Sutama, dan I GN Endrajaya alias Gung Wah menjalani persidangan kelima di PN Denpasar, Kamis (29/11). Sidang menghadirkan 11 saksi Satpol PP Bali dan 2 saksi dan kepolisian yang kembali dipimpin Wakil Ketua Pengadilan Negeri, Bambang Ekaputra yang intinya terkuak fakta yang menyebutkan tidak ada tindakan kekerasan dan kata-kata ancaman dari Ismaya.
Saksi Pertama menghadirkan Komandan Kompi Satpol PP Provinsi Bali, I Made Budiarta. Usai diambil sumpahnya 12 saksi dipersilahkan keluar ruangan dan dilanjutkan pertanyaan majelis hakim terkait dengan berita acara penyidikan. Awalnya, Made Budiarta menceritakan kejadian penurunan baliho KERIS (Ketut Putra Ismaya) dilakukan di seputaran civix center Jalan Cok Tresna, Renon. Dikatakan, kejadian terjadi tanggal 13 Agustus 2018, usai menurunkan baliho datang dua relawan KERIS menanyakan perihal penurunan baliho yang pada akhirnya baliho diserahkan kepada rekawan KERIS atas tawaran Made Budiarta.
Baca juga :
Keterangan kedua berlanjut untuk lokasi di Kantor Satpol PP provinsi Bali. Awalnya Budiarta diminta kembali ke kantornya oleh Kabid Trantib beberapa menit setelah jam pulang kerja. Setibanya disana sudah ada Ketut Putra Ismaya dan beberapa orang lainnya. Disinilah pertanyaan alot terjadi karena keterangan Budiarta di berkas tidak sesuai dengan yang diungkapkan di persidangan. Keterangan Budiarta telah ditendang oleh salah satu anggota tim KERIS dipatahkannya dan mengaku hanya disentuh dan telah dibuktikan dengan visum tiga hari pasca kejadian dengan hasil nihil.
“Ada yang menyenggol kaki, yang kemungkinan memakai kaki? tanya majelis hakim. Budiarta menjelaskan keterangan saat diperiksa terkesan diarahkan bahwa sentuhan yang dialaminya sama artinya dengan tendangan pada kaki. “Ada kata ancanan dari Ismaya atau kerah baju dipegang atau di tonjok-tonjok gitu tidak? Dijawab Budiarta “Sumpah…….”. Jawaban sepontan ini membuat situasi di persidangan menjadi agak riuh dengan tepuk tangan. Pengacara terdakwa lalu melanjutkan pertanyaan kepada saksi seizin majelis hakim dan jawaban sama disampaikan Budiarta, dengan ini pengacara terdakwa mengungkapkan apa yang telah disampaikan dalam berita acara penyidikan oleh saksi bisa dimentahkan dengan apa yang disampaikan di persidangan dan bila dipandang perlu penyidik kepolisian bisa kiranya dihadirkan ke persidangan selanjutnya.
Baca juga :
Merasa Dizolimi dengan Muatan Politik Berantai, Ismaya “Kutuk” Siapapun yang Menjegal Maju DPD RI
Selanjutnya, majelis hakim kembali mengingatkan saksi agar menyampaikan keterangan sesuai fakta dan diingatkan kalau saksi berbohong karena dibawah sumpah bisa ancamannya 7 tahun dan bisa diperintahkan untuk ditahan. “Jadi kalau lupa bilang lupa, kalau tau bilang tahu dan kalau tidak bilang tidak,,” tegas hakim. Majelis hakim juga mengingatkan peserta persidangan saksi, jaksa dan pengacara tiga terdakwa bahwa majelis hakim tidak mempinyai kepentingan pada kasus yang sedang disidangkan. Namun membuktikan kebenaran dari hasil penyidikan, sehingga meminta jangan dikaitkan dengan situasi politik. “Kami tidak punya kepentingan, kami tidak mau keliru. Perkaranya tidak berat tapi biar kami juga tidak punya beban kedepannya sebagai hakim,” tegasnya.
Usai mendengarkan saksi Budiarta, jaksa kembali menghadirkan saksi kedua. Proses penyampaian saksi kedua juga berlangsung alot hingga hakim memutuskan untuk jeda istirahat. Saat jeda istirahat, terdakwa Ketut Putra Ismaya sempat mengatakan persidangan sudah mulai menunjukkan bukti bahwa tidak ada tindakan kekerasan berupa tendangan pada saat dirinya mengkonfirmasi terkait penurunan baliho yang berlangsung di Kawasan Renon. “Anak-anak saya tanyakan waktu saya dijadikan tersangka. Saya bertanya ada nendang? semua mengatakan tidak ada menendang, tapi itu dipaksakan. Disini mulai terkihat bahwa tidak penendangan cuman penyentuhan. Akhirnya sentuhan itu dikatakan penendangan oleh pihak kepolisian,” ungkapnya.
Baca juga :
Diiringi Ratusan Massa, Ismaya Sebut Diperlakukan Seperti Tahanan Teroris
Seraya berharap masyarakat Bali untuk ikut melihat kebenaran. Ismaya sebelum melanjutkan sidang menyampaikan merasa trauma dan psikis menjadi kurang terjaga hingga sering terbawa emosi. Terlebih mengingat kekejaman yang meninpa dirinya saat berada di Mako Brimob. “Hukumnya tidak setimpal setelah terbuka di oengadilan tidak terjadi penendangan. Apalagi saat kejadian saya datang sebagai calon anggota DPD RI yang datang dengan busana adat Bali untuk simakrama. Kenapa hukumnya kepada saya terlalu berat sehingga saya bergerak untuk memperjuangkan hak-hak asasi manusia agar tidak ada lagi yang diberlakukan rendah seperti binatang, tidur dan makan tangan diborgol di dalam penjara,” ucapnya.
Ismaya kembali menegaskan fakta dipersidangan sudah bisa dipahami semeton Bali agar kedepan tidak ada lagi orang yang diperlakukan sewenang-wenang. Ismaya juga merasa bersyukur kasus ini tidak menggagalkannya menjadi salah satu calon anggota DPD RI Dapil Bali. Karena tau hukum Ismaya meminta siapa yang menjoliminya agar cepat insaf. “Saya berani mati demi ngayahin gumi Bali. Tapi disebut ci bani mati cang bani mati. Bahasa itu tidak ada, saya tidak ada mengatakan seperti itu,” seraya berharap saksi selanjutnya, Kabid Trantib Satpol PP, Dewa Dharmadi nanti menyampaikan kebenarannya. Usai sidang keterangan saksi-saksi ini, akan dilanjutkan, Selasa (2/12/2018) untuk mendengarkan keterangan saksi-saksi dari JPU. eja/ama
Dr. A. A. Ngurah Adhiputra, MPd
29/11/2018 at 8:59 pm
Saya berharap Yang Mulia Bp. Hakim dapat memutuskan perkara penurunan Baliho … diketok palu menurut hati nurani dmn kebenaran akan mulai terkuak tidak ada kata2 Ancaman dan kekerasan fisik dari hasil fisum medis. Sebenarnya masalah ini sdh selesai dan berdamai dgn Satpol PP dilapangan.
…… Kenapa muncul ada laporan dan aparat menangkap dan diperlakukan spt tersangka Teroris dibergol tangan dan kaki di dalam sel mako Brimob. Ini sdh menunjukan tindakan sewenang-wenang dari Aparat keamanan yg tdk sesuai dgn perbuatan yg dilakukan 3 tersangka