NEWS
Kadishub Denpasar Ganjal Rencana Pemprov Bali Bangun Terus LNG di Sidakarya
Denpasar, JARRAKPOS.com – Wacana untuk membangun pembangkit tenaga listrik dengan menggunakan energi bersih di Bali nampaknya terus diganjal oleh oknum dan pihak yang berkepentingan lain. Salah satunya, Kadis Perhubungan (Kadishub) Kota Denpasar, I Ketut Sriawan Ketut Sriawan belum lama ini, meskipun pemerintah pusat sudah memberi lampu hijau untuk pembangunan Terminal Khusus (Tersus) LNG di wilayah Desa Adat Sidakarya, Denpasar Selatan, Denpasar. Sriawan beralasan karena faktor kerusakan lingkungan tetap ngotot menolak proyek yang digagas Pemprov Bali tersebut, meskipun Kota Denpasar telah membuat Perda No.8 Tahun 2021 tentang RTRW Kota Denpasar yang membuka infrastruktur jaringan Tersus LNG di Desa Sidakarya. Pernyataan kontrakdiktif tersebut sempat membingungkan masyarakat, sehingga secara sepihak tanpa menerima penjelasan apapun malah melakukan aksi demo tolak LNG di lahan mangrove.
Saat dikonfirmasi, Sriawan tetap tak bergeming mengganjal berjalannya salah satu proyek energi bersih di Bali itu, dengan memakai alasan penolakan warga masyarakat di Desa Adat Intaran yang notabene tidak dilewati infrastruktur jaringan LNG. “Sederhanakan saja asal sube (sudah, red) merusak lingkungan jangan dilanjutkan, karena hidup ini tugas manusia jaga lingkungan kalau pun aturan mendukung,” katanya kepada PancarPOS.com, seraya menyodok seolah-olah Tersus LNG di Sidakarya akan menggangu dan merusak lingkungan meskipun tidak dibangun di areal mangrove. “Gih (ya, red) cuma yang merusak apakah kita ikut lagi merusak?,” imbuhnya. Pernyataan Sriawan itu, memang senada dengan Wali Kota Denpasar, IGN Jaya Negara. Sebelumnya, tudingan Perda No.8 Tahun 2021 Tentang RTRW Kota Denpasar menjadi cikal bakal rencana pembangunan LNG di Desa Adat Sidakarya itu ditanggapi langsung oleh Wali Kota Jaya Negara di Kantor Wali Kota Denpasar pada Kamis (4/8/2022).
Terkait isi Perda tersebut disebutkan ada dua hal yang yang perlu digaris bawahi, yakni mengenai terminal khusus (Tersus) dan jaringan infrastruktur. Berkaitan dengan dua hal tersebut, juga sudah jelas seperti surat jawaban Wali Kota Denpasar pada 17 Maret 2022, terhadap permohonan Perumda Bali sebagai inisiator LNG di Sidakarya, karena mengacu aturan dan penyesuaian tata ruang sudah ditolak. “Permohonan itu tidak disetujui artinya sudah ditolak. Tapi kalau permohonan penyesuaian tata ruang terhadap jalur pipa gas (infrastruktur jaringan, red) disetujui secara bersyarat. Kalau jaringannya memang ada di tata ruang kami, tapi yang kami tolak itu terminal atau Terus di Desa Sidakarya, dan di tata ruang Provinsi Bali juga tidak ada. Makanya Provinsi Bali menyesuaikan sekarang,” beber Sekretaris DPD PDI Perjuangan Provinsi Bali itu, seraya memberi klarifikasi pemberitaan sebelumnya dari tata ruang seolah-olah memaknai menolak LNG di Sidakarya. Padahal tidak ada menolak jaringan (infrastruktur gas, red) yang di Sidakarya yang dipenuhi dengan persyaratan khusus.
“Wali Kota tidak paham dengan tata ruangnya sendiri. Itu yang mau kita klarifikasi. Karena yang kami tolak itu bukan jaringannya, tapi Terminalnya yang kami tolak. Itu maksud kami. Biar gak ada persepsi Wali Kota yang bikin aturan, tapi dia yang nolak. Biar tidak ada persepsi seperti itu,” kata Wali Kota Jaya Negara, sekaligus menegaskan pada prinsipnya ia menganggap pembangunan Tersus LNG di Sidakarya tidak sesuai dengan aturan dan mengacu pada aturan yang ada. “Kami kan pemerintah. Jika aturan sudah membolehkan surat kami pasti akan mendukung. Kalau aturannya tidak ada aturan kami akan menolak,” tegas mantan Wakil Wali Kota Denpasar dua periode itu. Sebenarnya apa yang disampaikan Wali Kota Denpasar itu, tidak sepenuhnya benar. Karena sesuai Pasal 98 ayat (8) KKPR menjadi pertimbangan dalam pelaksanaan Revisi RTR. Hal ini yang mendasari kenapa dalam draft Revisi RTRWP Bali, Tersus LNG itu masuk.
Namun dalam konsep saat ini, muatan itu dihapus agar tidak polemik, karena kawasan itu sudah merupakan Zona Pelabuhan (sesuai RZWP3K), sehingga dalam zona pelabuhan Tersus LNG diperbolehkan. Oleh karena itu, pernyataaan Wali Kota Jaya Negara tersebut justru bisa mengindikasikan belum bisa memahami dengan jelas isi Perda RTRW Kota Denpasar terkait Tersus LNG di Sidakarya. Wali Kota Jaya Negara seolah-olah menolak karena Tersus LNG tidak muncul di RTRW Kota Denpasar. Padahal sudah jelas ada aturan Zona Pelabuhan secara otomatis mengijinkan dibangun Tersus LNG di Sidakarya. Terus bagaimana keinginan sebenarnya Wali Kota Jaya Negara, jika dalam Perda No 8 Tahun 2021 tentang RTRW Kota Denpasar yang jelas tegas menetapkan infrastruktur jaringan gas di Kelurahan Pedungan dan Desa Sidakarya? Apalagi jaringan dan infrastrukturnya ada di Sidakarya, tapi di sana tidak boleh dibangun Tersusnya, terus dari mana supply LNG-nya?
Pernyataan Wali Kota Jaya Negara dan Kadishub Denpasar itu, juga menjadi tanda tanya besar tokoh masyarakat di Kota Denpasar, AA Gede Agung Aryawan, ST. Gung De sapaan akrabnya itu, secara lebih detail menjelaskan dalam RTRW Kota Denpasar pada Pasal 20 khususnya Ayat 2 yang berbunyi: “(2), Jaringan infrastruktur minyak dan gas bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas:
a. infrastruktur minyak dan gas bumi yang terletak di Kelurahan Pedungan dan Desa Sidakarya; dan
b. jaringan minyak dan gas bumi meliputi jaringan yang Menyalurkan Minyak dan Gas Bumi dari Fasilitas Produksi-Tempat Penyimpanan terletak di Kelurahan Pedungan, Kelurahan Sesetan dan Desa Sidakarya.”
Gung De kembali menegaskan, kalau di Kelurahan Pedungan jelas pembangunan Indonesia Power Pesanggaran dengan genset pembangkit listriknya dan Desa Sidakarya sebagai Terminal Khusus LNG menerima dari Dermaga Kapal, lalu jaringannya melewati Kelurahan Sesetan. “Tentu dalam penetapan Perda RTRW lewat Sidang Paripurna memerlukan proses pembahasan antara pihak eksekutif dan legislatif mendapatkan pendampingan dari para ahli dan akademisi,” ujar Gung De yang mantan Kelihan Banjar Sakah, Desa Pemogan, Denpasar Selatan ini. “Nah, jika melihat alasan penolakan dalam beberapa kali pemberitaan media dan Medsos, maka sangat jelas sekali terjadi standar ganda dalam aksi ini,” imbuhnya.
Apabila pembabatan hutan mangrove Tahura dipakai sebagai alasan penolakan, maka menurutnya hal itu tidak fair (adil). “Sangat gamblang sekali kalau Embung Sanur dibangun dalam Kawasan Hutan Mangrove yang membabat 2,3 Ha Kawasan Hutan Tahura Ngurah Rai. Di mana daerah rawa yang banyak hidup satwa biawak termasuk paku laut atau krakas, pohon jeruju, jangkah dan lindur. Paku laut termasuk mangrove langka di Bali saat ini,” urai Gung De yang paham tentang ekosistem mangrove ini. Terkait keberadaan terumbu karang ia juga membandingkan dengan aktivitas pembangunan Pelabuhan Sanur dan Pelabuhan Benoa yang jelas sekali melakukan pengerukan alur kapal. ama/tim/ksm
You must be logged in to post a comment Login