HUKUM
Kasus Dugaan Pungli Terbongkar, “Bau Amis” Pemotongan UP Tembus Rp2,4 Miliar
Denpasar, JARRAKPOS.com – Praktek kotor dugaan pungutan liar atau pungli di salah satu Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di lingkungan Pemprov Bali mulai terbongkar. Kasus ini tiba-tiba muncul, pasca bergulirnya mutasi besar-besaran pada 2 Januari 2020 yang juga menyeret puluhan pegawai di lahan basah dimutasi ke OPD lain, kian terang benderang, karena “bau amis” akibat dugaan tradisi pungli yang nilainya hingga miliaran rupiah. Ketika muncul desas-desus tradisi pungli itu, sejumlah pihak yang merasa dirugikan akibat pungli itu mulai berani ikut angkat bicara. Bahkan, juga langsung menunjukan data dan diduga kuat ditemukan ada dugaan pungli berupa pemotongan insentif atau yang lebih dikenal upah pungut (UP) yang mengarah di lingkungan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Bali.
Dari data itu dapat disimpulkan, dugaan pungli pemotongan UP ini berasal dari pegawai PNS di Bapenda Bali yang nilainya mencapai ratusan juta setiap triwulannya dari masing-masing UPT Samsat. Dari data sejumlah sumber dapat disebutkan total dugaan pungli UP untuk triwulan IV tahun 2019 yang dikumpulkan itu, jika dihitung secara kasar saja dari Denpasar sekitar Rp434 juta, ditambah dari Klungkung Rp125 juta, Gianyar Rp280 juta, Karangasem Rp81 juta, Tabanan Rp173 juta, Jembrana Rp101 juta, Buleleng Rp166 juta, Badung Rp293 juta, Bangli Rp190 juta dan Bapenda Bali sendiri sekitar Rp600 juta. Jadi disinyalir jika dihitung secara kasar dugaan pungli pemotongan UP dari 9 kabupaten/kota dan 1 provinsi sudah mencapai Rp2,443 miliar. Sayangnya terkait dugaan pungli yang cukup mengejutkan itu, Kepala Badan Pendapatan Provinsi Bali, I Made Santha belum bisa dikonfirmasi hingga, Rabu (29/1/2020).
Baca juga: Imbas Mutasi Besar-besaran Pemprov Bali, Tercium “Bau Amis” Tradisi Pungli
Menurut sumber itu lagi, pungli ini berdalil untuk keperluan operasional, sehingga penggunaannya juga tidak jelas, karena tidak pernah dilaporkan dan dibuka secara transparan. Apalagi katanya digunakan untuk membiayai keperluan yang tidak bisa dianggarkan dalam APBD. Padahal jika dikaji berdasarkan aturan seluruh pegawai Bapenda Bali berhak mendapatkan insentif atau UP, apabila sudah memenuhi target yang sudah ditetapkan. Ditegaskan selama ini kelebihan target yang telah dibagi menjadi empat tahapan atau triwulan selama setahun. Selanjutnya setiap triwulannya para pegawai dipastikan mendapat UP sesuai dengan golongan dan target yang diraih. Selanjutnya dari UP yang diterima pegawai setiap triwulan diduga dilakukan pemotongan secara liar tanpa adanya laporan yang jelas dan transparan.
“Setelah uang tersebut masuk ke rekening PNS, lalu PNS mengambil uangnya di BPD dan disetorkan ke Bendahara Pengeluaran Pembantu dimasing-masing UPT Samsat dengan dalil uang suka-duka. Setelah semua uang terkumpul disetorkanlah ke Bendahara Pengeluaran Induk, bahkan setornya diterima di halaman parkir dan tidak ada tandaterima,” jelas sumber di internal Bapenda Bali ini. Ditambahkan, UP tersebut dipotong sesuai presentase potongan dari UP yang didapat. Misalnya untuk golongan IV dipotong 8%, golongan III 14,5%, golongan II 10%. Namun anehnya lagi, uang hasil pemotongan tanpa ada laporan dan kejelasan penggunaannya ini, juga berhembus kabar miring digunakan sebagai “upeti” untuk Sekda serta Gubernur dan Wakil Gubernur Bali.
“Setahu saya uang hasil pemotongan yang dibilang untuk Gubernur tidak ada, bahkan saya dengar mereka (Gubernur dan Wakil Gubernur Bali, red) menolaknya. Jadi sudah jelas uang tersebut lari kemana,” ungkap sumber yang merasa sangat kecewa dengan pemotongan UP tersebut. Tujuan mereka membongkar kasus ini, sebenarnya hanya ingin menghentikan dugaan kasus pungli di Bapenda Bali. “Ada rinciannya per UPT per triwulan ngasih uang. Per triwulan, kalau ini dikali empat bisa miliaran. Jadi kalau total keseluruhan satu triwulan rata-rata bisa Rp2,2 miliar. Selama ini belum pernah ada UPT yang berani tidak ngasi, takut mekejang (semua, red). Pindah sanksinya. Otomatis be nyeh malunan (takut duluan, red), daripada dipindah yang penting cang nu (saya masih, red) di Bapenda,” beber sumber yang menunjukan bukti lain, berupa foto salah satu pegawai saat menyerahkan upeti.
Seperti diketahui, tema Hari Jadi Provinsi Bali tahun 2019, “Kerja Tulus dan Lurus” yang dicanangkan Gubernur Bali, Wayan Koster, ternyata belum bisa berjalan mulus di awal tahun 2020. Hal itu menjadi sorotan miring, pasca bergulirnya mutasi besar-besaran pada 2 Januari 2020 yang juga menyeret puluhan pegawai di lahan basah dimutasi ke Organisasi Perangkat Daerah (OPD) lain. Desas-desus akibat mutasi itu, memicu sejumlah PNS yang terkena imbas mutasi membuka tabir salah satu OPD di lingkungan Pemprov Bali yang masih “berbau amis”, karena diduga sejak lama melakukan pungutan liar alias pungli yang dinilai sebagai sebuah tradisi. Desas-desus bau amis tradisi pungli itu pun, akhirnya juga tercium awak media, Selasa (28/1/2020) sore. Sebelumnya saat dikonfirmasi, Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi Bali, I Ketut Lihadnyana menanyakan dimana bau amisnya?
Baca juga: Derita Kerugian Hingga Rp30 Miliar, PT CIPL Bongkar Skandal Karyawan Perusda Bali Malas
Bahkan, pihaknya mengaku sangat berterimakasih jika dikasi info soal pungli untuk segera ditindaklanjuti dengan tegas. “Dimana ada bau amis? ty sangat berterima kasih klu dikasi info dan data yg lengkap, dan segera. Serta pasti di tindaklanjuti. Tolong juga yg ditulis berdasarkan fakta dan data, agar ty bs cepat menindaklanjuti,” jawab Lihadnyanya singkat lewat pesan singkat WhatsApp. tim/jmg