SUARA PEMBACA
“Kebetulan Sang Kapolda”
Jarrakpos.com. Tragedi Kanjuruhan yang menelan korban 125 orang mati, terjadi Sabtu malam, 01 Oktober 2022. Hanya selang sehari, setelah penegasan Kapolri tentang nama tiga kapolda.
Hari Jumat, 30 September 2022 — Kapolri, Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo membuat pernyataan. Kabar penting yang dinanti dalam sebulan terakhir.
“…Saat ini, kesimpulannya tidak ada berkaitan dengan skenario kasus FS,” katanya dalam konpers di Mabes Polri, Jakarta. Bahwa tiga kapolda tidak terlibat dalam skenario pembunuhan Brigadir J (Peristiwa Duren Tiga -pen). Mereka yang dimaksud adalah Kapolda Metro Jaya, Irjen Pol. Fadil Imran — Kapolda Jatim, Irjen Pol. Nico Afinta dan Kapolda Sumut, Irjen Pol. Panca Putra.
Sekali lagi, pernyataan itu berlangsung Jumat, 30 September 2022. Esok harinya, Sabtu, 01 Oktober 2022 meledak Tragedi Kanjuruhan yang menggemparkan dunia sepakbola itu.
Percayalah sebagai kebetulan saja. Tak mudah berspekulasi tentang keterkaitan. Betapa pun, tersebut satu nama dalam dua peristiwa Jumat dan Sabtu itu. Adalah Polda Jatim, Irjen Nico. Soal satu nama ini pun perlu dimaknai sebagai kebetulan pula. Peristiwa yang tak dikehendaki itu, terjadi di wilayah Polda Jatim. Apa hendak dikata. Begitulah adanya fakta peristiwa.
Hal yang kebetulan lainnya adalah soal (angka) tanggal. Tanggal 30 September pernah ditetapkan sebagai Peringatan G-30-S/PKI dengan latar Tujuh Pahlawan Revolusi. Sehari kemudian, 01 Oktober sebagai Peringatan Kesaktian Pancasila.
Tak ada kaitan dua peristiwa di atas dengan dua peristiwa bersejarah itu. Lagi, kebetulan saja. Hanya saja, dalam tanggal peristiwa secara silang (cross) — ada kebetulan “sama”. Dalam arti sejarah kelam. Satu kelam berupa penculikan dan pembunuhan para jenderal pada 1965. Sementara bersilang tanggal, yaitu 01 Oktober 2022 — peristiwa kelam di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jatim. Kata kelam pun menjadi bagian dari narasi ungkapan belasungkawa Presiden FIFA, Gianni Infantino: _Tragedi Kanjuruhan sebagai “Hari Kelam” Sepakbola Dunia”._
Jumat, 30 September 2022 bisa jadi hari yang membahagiakan bagi Mayjen Pol. Nico Afinta. Mengingat jabatannya sebagai Kapolda Jatim. Plong, rasanya — usai pernyataan Kapolri tentang rumor dan polemik sebelum ini. Tak terbayangkan pula, bahwa esok harinya — 01 Oktober 2022 — (bakal) terjadi kerusuhan sepakbola di wilayah tugas dan kendalinya. Bahkan dua orang anak buahnya termasuk di antara 125 orang yang meregang nyawa.
Soal “kebetulan” mengusik spekulasi lain terhadap peristiwa. Biarlah menjadi rumor semata atau sekadar obrolan sela di warkop. Tak perlu kata “andai” dan “jangan-jangan”. Lantas, mengaitkan kisah Kaisar yang tengah dinanti “ending”nya. Mungkin kebetulan yang kebetulan juga.
Hal yang sangat mungkin semata kebetulan tentang Nico, telah terjadi yang bukan “kebetulan”. Dalam kapasitas Kapolda Jatim, rasanya tak mungkin tidak memahami aturan FIFA. Bahwa dilarang menggunakan gas air mata untuk menghalau massa sepakbola. Celakanya, pengendali kamtibmas di wilayah Jatim itu — kadung beralasan yang sulit diterima akal sehat. Aparat polisi tengah menghadapi supporter yang juga anak di bawah umur alias bocah. Tak mesti menggunakan gas air mata. Berbeda dengan pelaku unjuk rasa yang relatif seragam usia dewasa. Untuk yang disebut terakhir, pun tak seharusnya dilakukan.
Nico berdalih, bahwa “gas air mata ditembakkan, karena petugas dipukul suporter.” Dalam pandangan mata, bahkan tampak membabi-buta. Tak kurang ditembakkan ke arah penonton yang masih bertahan di tribun. Posisi yang seharusnya sebagai “area aman” dan melokalisasi gerakan massa.
Apa pun konsiderans argumen Kapolda Jatim, faktanya telah memicu akibat gas air mata. Kepanikan, sesak nafas hingga kematian massal. Mencapai 125 orang supporter sepakbola menjadi korban keganasan gas air mata. Sejarah hitam kelam dunia sepakbola. Tragis!(red /tim)
Penulis : Wartawan senior di Bandung
You must be logged in to post a comment Login