DAERAH
Kisah Mama Teteh, Nelayan Wanita dari NTT yang Gigih Perjuangkan Hak Perempuan Nelayan: Butuh Biaya Perbaiki Kapal
NTT, Jarrakpos.com- Menjadi seorang nelayan harus memiliki keterampilan dan kemampuan yang memadai.
Nelayan bukan saja menangkap ikan tetapi juga bertanggung jawab untuk menjaga kelestarian ekosistem beserta sumber dayanya.
Seperti yang biasa dijumpai, nelayan kebanyakan adalah dari kaum pria, namun ternyata ada juga wanita yang memilih mata pencaharian sebagai seorang nelayan.
Untuk 16.756 TPS di NTT, KPU Butuh 117.222 Anggota KPPS
Bagi warga Kelurahan Kelurahan Air Mata, Kota Kupang, pemandangan seperti ini tidak menjadi hal yang baru.
Kerena disana ada Mama Teteh yang selalu bertarung melawan derasnya ombak di lautan demi mencukupi kebutuhan ekonomi keluarga.
Mama Teteh atau nama lengkapnya Mariam Badaruddin bukanlah nama yang asing bagi warga Kelurahan Air Mata, Kota Kupang.
Penyusunan Rencana Tata Ruang Kota Kupang Utamakan Isu Strategis Global, Nasional dan Lokal
Dia adalah perempuan nelayan satu-satunya di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Diceritakan Mama Teteh, keahlian yang diterapkannnya diajarkan dari orangtuanya dulu.
“Saya memasang pemberat sendiri dan merakitnya, sebab ikatannya tidak sesuai. Keahlian ini saya dapatkan dari orangtua saya,” tuturnya.
Momen Hari Juang Kartika TNI AD Ke-78, Kasrem WS Kupang Serahkan Santunan Kepada Warakawuri
Mariam baru kembali aktif melaut pada akhir Oktober 2023. Terjatuh dari perahu usai melaut, membuatnya hanya berbaring sejak Mei lalu. Setelah menjalani pengobatan, kondisinya mulai membaik pada Agustus, meski berjalan tertatih.
“Saya ingin segera mancing dan menjala, agar dapat penghasilan,” ucapnya.
Kini, Mama Teteh hanya mengandalkan perahu dayung kecil itu. Perahu besar bermesin tempel miliknya, rusak saat terjadi badai Seroja, April 2021 lalu.
Meskipun Kurang Hakim, Layanan Perkara di Pengadilan Agama Kupang Tetap Berjalan dengan Baik
“Beta biasa berangkat sore hari, subuhnya sudah kembali. Tergantung air laut pasang juga. Kadang malam baru melaut,” ujarnya.
Untuk kapalnya yang rusak, MamaTeteh belum berencana memperbaikinya.
“Dulu harga lem cuma Rp100 ribu, sekarang mencapai Rp300 ribu ukuran 1 kg. Bila ada rezeki perahunya akan diperbaiki,” tutur ibu delapan anak ini.
Selain itu dikisahkan dalam Mongabay.co.id, Mama Teteh mengaku sekarang hasil tangkapan menurun.
“Untung saja waktu badai Seroja terjadi, anak saya sudah tamat SMA semua,” ucapnya.
Mama Teteh mengenang, sebelum ada badai Seroja, dia bisa mendapatkan lobster hingga dua kilogram.
Isan Mahasiswa Unika Kupang Sangat Terbantu dengan Beasiswa dari HIPMI and KADIN Goes To Campus
“Sejak badai Seroja, sulit sekali mendapatkan ikan karena banyak karang di Teluk Kupang yang rusak. Sekarang, dapat uang Rp100 ribu sehari saja susah, kadang pulang tangan kosong,” ucapnya Minggu (5/11/2023).
Dina Soro dari LSM PIKUL (Penguatan Lingkar Belajar Komunitas Lokal), mengakui Mama Teteh merupakan perempuan nelayan yang gigih memperjuangkan hak nelayan perempuan.
Mama Teteh bahkan ikut aksi di Jakarta, menuntut pengakuan dan kesetaraan hak perempuan.
“Beliau satu-satunya perempuan nelayan dari NTT yang gigih memperjuangan hak perempuan nelayan. Kasihan kalau nelayan perempuan tidak diakui, mereka kesulitan akses hak-hak sebagai nelayan,” tuturnya.***
You must be logged in to post a comment Login