Connect with us

    NEWS

    KPK Banyak Kasus Mandek, Polri Disudutkan Kasus Novel Baswedan

    Published

    on

    [socialpoll id=”2481371″]


    TANGGERANG, JARRAK POS – Ketua Umum Badan Peneliti Independen Kekayaan Penyelenggara Negara dan Pengawas Anggaran RI (BPI KPNPA RI) Drs. Tubagus Rahmad Sukendar, SH saat ditemui JARRAKPOS.com di Sekretariat Wisma BPI Jln. Mawar No. 20 Serpong Tangsel memberikan pernyataan berkenaan dengan penanganan kasus Novel Baswedan oleh Polda Metro Jaya.

    “Dalam kesempatan ini saya sampaikan rasa prihatin yang mendalam atas kasus yang menimpa Penyidik Senior Novel Baswedan. Kami selalu memberi dukungan semangat untuk beliau untuk tidak kendur dalam penindakan korupsi di Indonesia dan kami mendoakan semoga pelaku penyiraman air keras cepat tertangkap,” ujarnya.

    Namun pihaknya sangat tidak setuju kalau hal tersebut dikait kaitkan dengan ketidak profesional Polri dalam hal ini Polda Metro untuk segera mengungkap kasus ini. “Kami percaya Polri selalu bertindak profesional dalam melaksanakan tugasnya dibawah kepemimpinan Pak Tito Karnavian dengan slogan Promoternya membuktikan bahwa Polri mempunyai spirit baru dalam melaksanakan tugasnya sebagai penegak hukum,” paparnya.

    Advertisement

    Seharusnya Pimpinan KPK juga instropeksi diri karena banyak kasus kasus korupsi yang mandek dalam periode yang lama, karena kehatian-hatian penyidikan. Demikian juga halnya dengan Polri, tentunya kasus ini sudah menjadi sorotan publik sehingga Polri tidak main main dalam penanganannya. “Sebagai catatan kami paparkan kasus-kasus yang mandek dalam periode kepemimpinan Ketua KPK, Agus Rahardjo Cs. Padahal kasus-kasus itu sudah naik ke tingkat penyidikan,” tegasnya. nan/ama

    Berikut sejumlah kasus mandek menurut catatan BPI KPNPA RI :

    1. Kasus TPPU Tubagus Chaeri Wardana

    Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan telah divonis bersalah dalam kasus suap kepada Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar. Namun, Wawan masih harus menghadapi kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang diusut KPK. KPK menetapkan Wawan sebagai tersangka pencucian uang, pada 13 Januari 2014. Tapi, hingga kini lembaga antirasuah itu belum meningkatkan kasus TPPU Wawan ke penuntutan.

    Advertisement

    Selama hampir empat tahun mengusut kejahatan penyamaran aset hasil korupsi suami Wali Kota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany itu, penyidik lembaga antirasuah setidaknya telah memeriksa ratusan saksi. Mulai dari penyelenggara negara, politisi, pihak swasta, hingga selebritis, telah dimintai keterangan untuk melengkapi berkas perkara Wawan. Tak hanya memeriksa saksi, penyidik KPK turut melakukan penggeledahan dan penyitaan terhadap aset-aset Wawan yang disinyalir berasal dari praktik korupsi.

    Aset-aset Wawan yang disita dalam kurun waktu tiga tahun terakhir di antaranya, aset bergerak, sekitar 74 mobil dan satu motor besar, serta 100 unit tanah dan atau bangunan yang berada di Bali, Jawa Barat, Banten, dan DKI Jakarta. KPK menduga Wawan meraup keuntungan berlebih dari, sedikitnya 1.200 proyek di lingkungan Pemprov Banten, Kota Tangerang Selatan dan Kota Pandeglang, selama kurun waktu 2002 hingga 2013 lalu.

    Adik mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah menggunakan 300 perusahaan fiktif, dalam melancarkan kejahatannya tersebut. Pemeriksaan saksi untuk kasus TPPU Wawan, dilakukan KPK pada awal tahun ini.

    2. Kasus Korupsi Eks Dirut Pelindo II RJ Lino

    Advertisement

    KPK mulai penyidikan kasus dugaan korupsi Direktur Utama PT Pelindo II, Richard Joost Lino (RJ Lino), dengan surat perintah penyidikan tertanggal 15 Desember 2015. Lino dijerat sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan tiga unit quay container crane (QCC) alias mesin derek besar kontainer pada 2010. Dia diduga menyalahgunakan wewenangnya dengan menunjuk langsung perusahaan asal Tiongkok, PT Wuxi Hua Dong Heavy Machinery. Co.Ltd., dalam pengadaan tiga alat berat tersebut. Dalam kasus ini negara ditaksir merugi hingga Rp60 miliar.

    Lino sempat mengajukan gugatan praperadilan melawan KPK, namun kandas di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, pada 26 Januari 2016. Lino juga sudah diperiksa sebagai tersangka pada 5 Februari 2016. KPK telah memeriksa 60 saksi, yang terdiri dari unsur pejabat dan staf Pelindo II, pejabat Kementerian BUMN dan swasta. Bahkan, lembaga antirasuah telah mengirim penyidik ke Tiongkok untuk mencari bukti lainnya, dalam kasus Lino ini.

    Belakangan, KPK kesulitan mendapatkan harga asli QCC, yang dibeli perusahaan plat merah tersebut dari perusahaan asal Tiongkok tersebut. Otoritas Tiongkok belum memberikan harga asli barang tersebut.

    3. Kasus TPPU Rohadi

    Advertisement

    KPK menetapkan mantan panitera pengganti Pengadilan Negeri Jakarta Utara Rohadi sebagai tersangka gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), pada 31 Agustus 2016. Rohadi sebelumnya dijerat sebagai tersangka suap pengamanan perkara pedangdut Saipul Jamil. Setelah pengusutan berjalan setahun lebih, penyidik KPK belum juga merampungkan berkas perkara Rohadi itu.

    Dalam dugaan penerimaan gratifikasi dan TPPU, Rohadi diduga melakukan korupsi saat menjabat sebagai Panitera Pengganti Pengadilan Negeri Jakarta Utara dan Pengadilan Negeri Bekasi terkait pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA). Rohadi disinyalir menyamarkan uang miliaran rupiah dari hasil korupsi. KPK sudah menyita sejumlah aset milik Rohadi, di antaranya mobil ambulans, Mitshubisi Pajero Sport, Toyota Yaris. Kemudian uang Rp700 juta yang ditemukan di mobil Rohadi saat ditangkap penyidik KPK.

    Selain itu, ada dua rumah di Perumahan Royal Residence Blok A6 Nomor 12 dan Blok D3 Nomor 8, Cakung, Jakarta Timur, Rumah Sakit Resya Permata, rumah di Cikedung dan di kampung Lungadung, Indramayu, serta satu unit Apartemen di Kelapa Gading, Jakarta Utara. KPK terakhir kali memanggil saksi-saksi untuk penyidikan kasus dugaan gratifikasi dan TPPU Rohadi pada Juni 2017.

    4. Kasus Suap Eks Bos Lippo Group

    Advertisement

    KPK menetapkan mantan petinggi Lippo Group Eddy Sindoro sebagai tersangka suap kepada mantan panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Edy Nasution, pada sekitar November 2016. Dari surat dakwaan terhadap bekas pegawai Lippo Group Doddy Aryanto Supeno dan Edy Nasution, Eddy Sindoro disebut merestui pemberian sejumlah uang dengan total mencapai Rp2,3 miliar kepada mantan panitera PN Jakarta Pusat itu.

    Sampai saat ini, Eddy Sindoro belum pernah diperiksa sebagai tersangka. Chairman PT Paramount Enterprise Internasional itu dikabarkan masih berada di luar negeri. KPK pun sudah meminta pihak imigrasi mencegah yang bersangkutan ke luar negeri sejak April 2016. KPK sudah beberapa kali melayangkan surat panggilan untuk Eddy Sindoro, namun yang bersangkutan mangkir.

    5. Kasus Suap Eks Dirut Garuda Indonesia

    KPK menetapkan Direktur Utama PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar dan Soetikno Soedarjo, yang merupakan beneficial owner Connaught International Pte Ltd, sebagai tersangka suap terkait pengadaan mesin Rolls-Royce untuk pesawat Airbus milik Garuda Indonesia pada periode 2005-2014. Emirsyah diduga menerima suap dari Rolls-Royce melalui Soetikno, CEO sekaligus salah satu pendiri PT Mugi Rekso Abadi (MRA). Suap yang diduga diterima Emirsyah yakni dalam bentuk uang sebesar €1,2 juta dan US$180 ribu, serta barang bernilai total US$2 juta yang tersebar di Indonesia dan Singapura.

    Advertisement

    Baik Emirsyah maupun Soetikno, mereka berdua telah diperiksa penyidik KPK, pada sekitar Februari 2017. Usai diperiksa KPK ketika itu, Emirsyah mengaku akan kooperatif selama penyidikan kasus suap ini. KPK telah melakukan serangkaian penggeledahan dan menyita dokumen terkait kasus dugaan suap pembelian mesin untuk pesawat Garuda Indonesia. Kasus-kasus di atas, merupakan kasus yang penanganan di tingkat penyidikannya memakan waktu hampir setahun hingga empat tahun.

    Continue Reading
    Advertisement
    Click to comment

    You must be logged in to post a comment Login

    Leave a Reply

    Advertisement

    Tentang Kami

    JARRAKPOS.com merupakan situs berita daring terpercaya di Indonesia. Mewartakan berita terpercaya dengan tampilan yang atraktif dan muda. Hak cipta dan merek dagang JARRAKPOS.com dimiliki oleh PT JARRAK POS sebagai salah satu perusahaan Media Cyber di unit usaha JARRAK Media Group.

    Kantor

    Jl. Danau Tempe No.30 Desa Sanur Kauh, Denpasar Selatan, Denpasar – Bali Kode Pos: 80227
    Tlp. (0361) 448 1522
    email : [email protected]

    Untuk pengajuan iklan dan kerja sama bisa menghubungi:
    [email protected]