HUKUM
“Kriminalisasi” Jaksa Jovi, Pengacara Lokal Dan Ibukota Satukan Kekuatan Prapidkan Kapolres Dan Kajari Tapsel
Tapsel, (JarrakPos)- Diduga Mengkriminalisasi jaksa Jovi Andrea Bachtiar (JAB), belasan Pengacara Lokal dan ibukota satukan kekuatan Prapidkan Kapolres dan Kajari Tapsel. Pengacara tersebut juga berasal dari berbagai alumni lulusan universitas ternama seperti UGM ( Universitas Gajah Mada).
Permohonan Praperadilan didaftarkan ke Pengadilan Negeri Padangsidimpuan pada Senin (02 September 2024) oleh belasan Pengacara yang tergabung dalam kantor Law Office Adi Guna Prawira & Partners dimana bertindak sebagai Pemohon Jovi Andrea Bachtiar, SH.
Sedangkan Termohon adalah Kejagung C.q Kejatisu C.q Kejari Tapsel C.q Kasi Pidum Kejaksaan Tapsel dan Turut Termohon, Kapolri C.q. Kapoldasumut C.q. Kapolres Tapsel, C.q Kasat Reksrim Tapsel.
Upaya Praperadilan ini dilakukan bertujuan untuk menguji segala keputusan dan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh Termohon dan Turut Termohon apakah sudah sah sesuai prosedur hukum seperti Sah atau tidaknya Penetapan Tersangka, Penangkapan dan Penyitaan, demikian sampaikan ketua tim kuasa hukum JAB, Adi Guna Prawira, SH, MH. kepada wartawan.
Dijelaskannya, mengacu kepada laporan Polisi Nomor : LP / B / 177 / V / 2024 /SPKT / POLRES TAPSEL / POLDA SUMUT, salah seorang jaksa Fungsional yang bertugas di Kejaksaan Negeri Tapanuli Selatan – Sumut bernama Jovi Andrea Bachtiar, SH dituduh telah melakukan dugaan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam UUD ITE pasal 45 ayat 1 junto pasal 27 ayat 1 dan pasal 27 ayat a, ancaman kurungan 6 (enam) tahun.
Dalam penanganan perkaranya polisi dan jaksa diduga keliru melakukan perlakuan hukum kepada saudara JAB dimana untuk memanggil, memeriksa, menggeledah, menangkap dan menahan seorang jaksa fungsional pihak aparat penegak hukum terlebih dahulu harus mendapatkan izin dari Jaksa Agung sebagaimana disebutkan dalam ketentuan-ketentuan Pasal 8 ayat (5) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia (UU Kejaksaan) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia (UU Kejaksaan-Perubahan).
Sesuai tuntutan pasal (8) ayat (5) UU No.11 tahun 2021, Polisi dan Jaksa yang menangani perkara Jovi diduga tidak memiliki izin dari Jaksa Agung untuk memeriksa Jovi Andrea Bachtiar. Sehingga seluruh rangkaian proses penyelidikan dan penyidikan adalah tidak sah.
Selain tidak memiliki izin dari Jaksa Agung, tuduhan-tuduhan yang ditujukan kepada jaksa Jovi juga diduga tidak berdasar , sehingga kami bermohon kepada hakim Prapid agar permohonan ini dapat dikabulkan untuk selanjutnya melakukan uji materi.
Menurut Adi Guna, melalui postingannya di Instagram Jovi dituduh telah melakukan dugaan pencemaran nama baik terhadap salah seorang staf kejaksaan negeri Tapsel berinisial NM, namun tuduhan tersebut diduga keliru atau tidak berdasar .
“Mohon doa dan dukungan dari seluruh elemen masyarakat agar perjalanan kasus ini sama-sama kita kawal dan pantau sehingga bisa berjalan lancar, sukses dan saudara kita Jovi mendapatkan keadilan”, jelas Adi yang didampingi ANDY STEFANUS HARAHAP, S.H. , MUHAMMAD MUKLIS HARAHAP, S.H., AZHARI MARDIANTA DAULAY, S.H., YUNIUS NDURU, S.H., BUCE ABRAHAM BERUAT, S.sos,S.H., M.H., PAULUS PERINGATAN GULO, S.H., M.H., WELLY ANGGARA S.H., M.H., AIHI SANRU SEBASTIAN MANURUNG, S.H., M.H., MUHAMMAD HADIYAN, S.H., HENGKI PERNINGOTAN NAPITUPULU, S.H.
Salah seorang pengacara yang ikut mengabdikan diri dalam membela jaksa Jovi, AZHARI MARDIANTA DAULAY, S.H alias Anta Daulay, SH mengatakan atas perlakuan yang diterima oleh jaksa Jovi yang dilakukan pihak kepolisian dan kejaksaan ternyata mendapatkan sorotan publik dari berbagai elemen masyarakat dengan menunjukkan sikap simpati kepada Jovi Andrea Bachtiar.
Berbagai protes pun muncul mulai dari mahasiswa, praktisi hukum, Lsm maupun wartawan . Protes tersebut ada yang disampaikan secara langsung dengan orasi demonstrasi, protes melalui postingan-postingan kritikan di media sosial juga kritikan melalui pemberitaan media. Bahkan berbagai pengacara juga siap mengabdikan diri dalam melakukan advokasi kepada saudara Jovi.
Kritikan dan sorotan dari berbagai lapisan masyarakat didominasi oleh anggapan kejadian yang dialami jaksa Jovi ini berbau upaya “kriminalisasi hukum” yang merupakan gambaran buruk matinya demokrasi.
“Saya mewakili teman-teman kuasa hukum sangat terpanggil atas kejadian yang dialami saudara Jovi , ini merupakan preseden buruk atas penegakan hukum di negeri ini”, jelas Anta.
Anta juga berharap Jaksa Agung dan Komisi III DPR RI membuka mata lebar-lebar dan melakukan telaah atas sikap kedua institusi ini untuk menyelamatkan tegaknya demokrasi hukum yang berkeadilan di negeri ini”, pinta Anta. *(Ali Imran).
You must be logged in to post a comment Login