Connect with us

    HUKUM

    Kubutambahan “Dikepung” Tim Satgas Anti Mafia Tanah Kejagung RI

    Published

    on

    Singaraja, JARRAKPOS.com – Kisruh tanah duwen pura milik Desa Adat Kubutambahan yang rencananya dijadikan lokasi Bandara Internasional Bali Utara, direspon langsung Satuan Tugas (Satgas) Anti Mafia Tanah Kejaksaan Agung (Kejagung) RI.

    Tim Satgas Anti Mafia Tanah Kejagung RI berkekuatan 9 personil di bawah pimpinan Koordinator pada Direktorat B pada Jamintel Kejaksaan Agung, Teuku Rahman, SH, MH, mengepung Kubutambahan.

    Tim Sagtas Anti Mafia Tanah Kejagung RI turun ke Kubutambahan persisnya di lokasi Bukit Teletubies atas laporan Komite Penyelamat Aset Adat (KOMPada) yang dipimpin Ketut Ngurah Mahkota pada tanggal 21 November 2021 lalu.

    Satgas Anti Mafia Tanah dari Kejagung, mendatangi Desa Kubutambahan, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali, Kamis. Kedatangan ini bertujuan untuk mengecek lokasi tanah di areal perbukitan yang dikenal dengan nama bukit teletubbies yang sedang menjadi konflik. Satgas Anti Mafia Tanah ini datang hari Kamis (10/2/2022) pukul 09:00 WITA.

    Advertisement

    Puluhan masyarakat atau krama Adat Kubutambahan dibawa koordinasi KOMPada sudah standby di Bukit Teletubies dengan sejumlah spanduk. Begitu Tim Satgas Anti Mafia Tanah Kegajung tiba langsung disambut dengan bentangan spanduk dukungan.

    Satgas Mafia Tanah Kejagung, hadir juga dilokasi didampingi Kajari Kabupaten Buleleng, I Putu Gede Astawa bersama jajarannya.

    Sesampai di lokasi, Tim Satgas Anti Mafia Tanah Kejagung langsung mencek tanah tersebut sembari berdialog dengan KOMPada. Untuk mengecek posisi perbidang tanah sesuai laporan KOMPada maka Tim Satgas Anti Mafia Tanah langsung mencek lewat peta tanah Duwen Pura Kubutambahan itu.

    Ternyata Tim Sagtas Anti Mafia Tanah Kejagung RI dibagi dalam beberapa tim kecil. Ada tim yang cek lokasi ke Kubutambahan, dan ada tim yang memeriksa sejumlah pejabat penting di Kejaksaan Negeri (Kejari) Buleleng di Singaraja.

    Advertisement

    Saat tim pimpinan Teuku Rahman turun ke Bukit Teletubies mengecek tanah tanah druwen Pura Desa Adat Kubutambahan seluas 370 hektare yang dikontrak pada tahun 2012 oleh PT Pinang Propertindo, saat yang bersamaan tim lain juga sedang memeriksa Kelian Adat Desa Kubutambahan, Jro Pasek Ketut Warkadea dan Perbekel Kubutambahan Gede Pariadnyana, SH.

    Sehari sebelumnya tepatnya Rabu (9/2/2022), Ketua KOMPada Ketut Ngurah Mahkota sudah terlebih dahulu dimintai keterangan oleh Tim Satgas Anti Mafia Tanah Kegajung di Kejari Buleleng di Jalan Dewi Sartika Selatan Singaraja. Ngurah Mahkita dimintai keterangan sebagai pelapor kasus dugaan mafia tanah.

    Informasi yang berkembang bahwa Tim Satgas Anti Mafia Tanah Kegajung juga sedang membidik Kepala Dinas Penanaman Modal dan PTSP alias Dinas Perizinan Buleleng I Made Kuta, dan Kadishub Buleleng Gede Gunawan AP. Hanya saja belum jelas tentang kepastian jadwal pemeriksaan terhadap kedua pejabat Buleleng itu.

    Selain itu, konon Tim Satgas Anti Mafia Tanah Kejagung RI juga sudah memeriksa beberapa pejabat penting di Buleleng dan Bali antara lain Sekprov Bali Dewa Made Indra, Sekkab Buleleng Gede Suyasa, Camat Kubutambahan Made Suyasa, Kepala Bappeda Buleleng, Kepala BPN Buleleng dan Bank BPD Bali Cabang Singaraja.

    Advertisement

    Di atas Bukit Teletubies Ketua KOMPada Ketut Ngurah Mahkota dan penasehat KOMPada Gede Suardana, S.Farm, Apt memberikan keterangan pers usai pengecekan tanah oleh Tim Satgas Anti Mafia Tanah Kejagung RI.

    Ngurah Mahkota mengatakan pihaknya menyampaikan kepada Kejagung terkait perpanjangan sewa tanah druwen Pura Desa Adat Kubutambahan seluas 370 hektare yang terjadi tahun 2012 kepada pihak PT Pinang Propertindo. Dalam perjanjian sewa itu, kata Ngurah Mahkora, ada klausul ‘perpanjangan waktu selama 30 tahun, 60 tahun, 90 tahun, dan sampai waktu yang tidak terbatas’.

    Menurut Ngurah Mahkota, perjanjian itulah yang membuat pihaknya keberatan. Apalagi, keputusan tersebut tidak melalui paruman dan tanpa atas persetujuan krama adat. Ngurah Mahkota menyebutkan, Bendesa Adat Kubutambahan, Jero Pasek Ketut Warkadea, diduga menggunakan tandatangan dari daftar hadir paruman yang diselenggarakan beberapa waktu sebelumnya.

    “Kami tidak pernah menandatangani persetujuan perpanjangan sewa lahan itu. Kami menduga tandatangan yang digunakan oleh Jero Pasek Warkadea itu adalah tandatangan dari daftar hadir paruman yang biasa dilakukan tiap bulan. Sebab, ada satu daftar hadir dalam paruman bulan Juni yang hilang,” papar Ngurah Mahkota.

    Advertisement

    Ia mengatakan, sejak tanah druwen Pura Desa Adat Kubutambahan seluas 370 hektare disewakan, pihak penyewa yakni PT Pinang Propertindo sama sekali tidak melakukan pembangunan di atas lahan tersebut. Karena itu, Ngurah Mahkota menilai PT Pinang Propertindo hanya membutuhkan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB), yang kemudian sertifikatnya dijaminkan ke bank senilai Rp 1,2 triliun.

    “Menurut kami, ini mengerikan sekali. Kami ingin agar perjanjian sewa itu dibatalkan. Pada perjanjian 2001 itu sebenarnya sah. Lahan disewakan hingga tahun 2031, ditandatangani oleh notaris. Tapi, pada tahun 2012 sewa kembali diperpanjang hingga batas waktu yang tidak ditentukan,” sesal Ngurah Mahkota.

    Pentolan KOMPada Gede Suardana, S.Farm, Apt, menambahkan, dalam klausul juga disebutkan bahwa investor harus membayar royalti 5 tahun sejak tandatangan kontrak. Apabila terlambat, dikenakan bunga 3 persen per bulan. “Sementara sejak 2006, royalti tidak dibayar. Jadi, ini kami anggap wanprestasi. Perjanjian batal demi hukum,” katanya.

    Suardana mengungkapkan, penyebutan mafia tanah untuk investor tersebut berawal dari tidak adanya pembangunan sesuai janji mereka dan setelah ditelusuri ternyata kantornya juga tidak ada. Tanah tersebut merupakan salah satu dari 370 hektar tanah yang menjadi polemik di Desa Kubutambahan. Polemik ini berkaitan dengan sewa tanah di Desa Kubutambahan, yang menurutnya ada perubahan perjanjian yang mengancam kepemilikan tanah tersebut.

    Advertisement

    “Sesuai dengan PBB/SPPT alamatnya di Duta Merlyn Gajahmada, nggak itu PT Pinang. Saya cari ke rumahnya juga nggak ada, Makanya kami bisa sebut mafia. Satu sudah tidak membangun, dua melalaikan kewajiban dan ini dibantu oleh Kelian Adat kami, sehingga masalah menjadi semakin ruwet,” tandas Suardana.

    “Kami dari masyarakat Kubutambahab berharap Tim Satgas Anti Mafia Tanah dari Kejaksaan Agung ini bisa menyelesaikan masalah mafia tanah ini, untuk menyelamatkan masa depan masyarakat Kubutambahan . Dan kami masyarakat Kubutambahan pasti akan mendukung Proyek Strategis Nasional (PSN) yang dicanangkan oleh Presiden. Pembangunan Bandara Internasional Bali Utara, kami pasti mendukungnya. Karena itu akan meningkatkan perekonomian kami. Tapi kalau tanah 370 Ha ini dikuasai investor, kami tidak akan dapat apa-apa,” pungkas Suardana. jr/frs/*