NEWS
Lahan Bandara Bali Utara Terkendala, Desa Adat Kubutambahan Konsisten Pertahankan Status Duwe Pura Desa
Buleleng, JARRAKPOS.com – Dalam rangka Persiapan pengadaan tanah untuk keperluan pembangunan bandara Bali utara, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali membuat usulan kepada Desa Adat Kubutambahan agar mengalihkan status SHM Duwe Pura Desa, Desa Adat Kubutambahan menjadi TN (Tanah Negara) dengan cara dibeli/diganti rugi atau cara lainnya.
Setelah melalui proses panjang berbulan-bulan maksud tersebut terkendala, karena Krama Desa Adat Kubutambahan sampai saat ini masih bertahan dan memegang erat awig-awig (aturan adat) yang mereka yakini dan sakralkan selama ini, yaitu status tanahnya tetap sebagai SHM (Sertifikat Hak Milik atas nama Duwe Pura Desa, Desa Adat Kubutambahan). Namun di sisi lain, mereka tetap tidak menghalangi program pemerintah membangun bandara di Desa Kubutambahan sesuai peraturan dan ketentuan yang berlaku.
Sikap dan niat baik prajuru Desa Adat diatas sabagai alasan kuat berlandaskan hukum adat dan hukum formal itu, dibenarkan oleh Tokoh Relawan Setia Jokowi/Mantan Ketua Tim Peneliti Eksistensi Tanah Milik Desa Adat Lemukih, Anton Senjaya Kiabeni yang sejak 9 tahun lalu secara intens memantau dan memonitor proses perijinan rencana bandara ini dengan data-data yang lengkap dan akurat.
“Apabila ada orang/oknum/instansi yang berproses lain/menyimpang, maka akan timbul permasalahan melawan hukum adat dan hukum formal,” ungkapnya saat dihubungi, Jumat (9/10/2020). Seperti diketahui, secara mendadak berlangsung Paruman Krama Desa Linggih bertempat di Pura Desa Kubutambahan, pada 6 September 2020 dengan agenda membahas proses pengambilalihan tanah Duwe Pura Desa Adat Kubutambahan kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali untuk kepentingan pembangunan bandara Bali utara.
Acara berlangsung cukup tegang, karena muncul berbagai argumentasi dari para peserta paruman yang mana sebagian peserta yang hadir ada yang setuju, namun banyak juga yang menolak secara halus, sehingga upaya mengambil alih lahan tersebut terancam gagal. Seperti yang dikemukakan oleh Jero Penyarikan (Sekretaris) Desa Adat Kubutambahan, Made Putu Kerta yang menyarankan agar pengambilan keputusan yang sangat penting ini, tidak bisa dilakukan secara mendadak dan tergesa-gesa.
“Apalagi dalam paruman ini Kelian Desa (Ketua Desa) adat tidak ikut hadir,” katanya. Acara paruman ini sebenarnya berlangsung atas inisiatif mendadak dari Wakil Bupati Buleleng, Nyoman Sutjidra yang juga hadir dalam acara tersebut. Dalam rangka melindungi kepentingan tanah milik desa adat (tanah ulayat), Menteri Agraria dan Tata Ruang (Kepala BPN), pada 2 September 2020 telah mengeluarkan Surat Edaran (SE) No. 319/S-300.UK.01.01/IX/2020 dengan hal Pengukuran dan Pemetaan Tanah Ulayat Kesatuan Hukum Adat dan Larangan Pemecahan.
Jika disimak isi surat edaran diatas, maka pemerintah memberikan perlindungan terhadap status tanah milik Desa Adat (Tanah Ulayat) yang ada di seluruh Indonesia. Di tempat terpisah Anton Senjaya Kiabeni selaku Relawan Setia Jokowi yang berpengalaman sebagai Ketua Peneliti eksistensi tanah desa adat Lemukih kabupaten Buleleng menyatakan bahwa Jika rapat atau Paruman Desa Adat Kubutambahan dengan agenda mengambil keputusan strategis harus dan mutlak dihadiri oleh Kelian (Ketua Desa Adat), dan harus mendapat persetujuan resmi dari Kelian Adat Kebutambahan.
Apalagi dalam hal pengambilan keputusan pengalihan hak milik tanah adat ini merupakan kategori keputusan strategis dan vital. tim/ksm