EKONOMI
Terminal LNG Sidakarya Peluang Emas Untuk Bali Dampak Positif Celah Usaha Baru Untuk Gerakan Ekonomi
Denpasar, JARRAKPOS.com – Bali yang mempunyai target memiliki energi mandiri dan energi bersih, energi terbarukan seperti halnya gas alam cair atau Liquefied Natural Gas (LNG) yang merupakan energi ramah lingkungan. Sehingga untuk memenuhi hal tersebut, diperlukan pembangunan pembangkit listrik dari energi terbarukan dan bersih pembangunan tenaga listrik yang dapat memenuhi kebutuhan domestik, wisatawan, hotel, restoran, serta industri di Pulai Dewata. Mengingat Bali adalah pintu masuk wisata dunia terbesar di Indonesia, sehingga harus memiliki kepastian terhadap keberlanjutan pasokan energi yang dapat dikelola dan dikontrol langsung oleh daerah. Dimana nantinya infrastruktur LNG terminal tersebut jatuh di wilayah Desa Sidakarya, Denpasar
Menyikapi hal tersebut, Guru Besar Bidang Energi dan Ketenagalistrikan, Prof. Ida Ayu Dwi Giriantari PhD., mengatakan, Bali yang sudah mempunyai peluang emas dan mempunyai perencanaan energi terbarukan berupa LNG, dimana peluang yang sudah matang jangan sampai peluangnya diambil oleh orang luar. “Dengan adanya terminal LNG tersebut nantinya yang akan menjamin sumber gas tersebut mencukupi untuk Bali. Sehingga tidak ada alasan klasik lagi bagi PLN karena tidak ada gas PLN harus membakar diesel lagi, oleh karena itu harus ada upaya untuk membangun ifrastruktur tersebut, oleh karena itu harus ada upaya untuk membangun menyiapkan infrastruktur tersebut, untuk bisa energi tersebut berkelanjutan dan keterjaminnya ada,” jelasnya pada Kamis (02/6/2022).
Prof Dayu menambahkan, dengan sudah adanya perencanaan pembangunan infrastruktur terminal LNG pada wilayah Sidakarya di blok khusus Tahura Ngurah Rai, dalam Peta Sebaran Ruang Terbuka Hijau yang sudah sesuai dengan Perda Kota Denpasar No.8 Tahun 2021. Artinya dalam pembangunan terminal tersebut seminal mungkin tidak mengambil lahan masyarakat. “Kalau sudah sesuai peruntukannya di Tahura dan tidak mengambil lahan masyarakat bisa dijalankan, pastinya akan menimbulkan dampak positif seperti kegiatan usaha ini menimbulkan potensi pemberdayaan tenaga kerja lokal untuk kegiatan operasionalisasi dan pemeliharaan, potensi kerja sama dengan desa adat dan badan usaha lokal baik untuk pengelolaan usaha eksisting maupun potensi pengembangan usaha lainnya, terutamanya banyaknya turunan usaha dari adanya kegiatan usaha ini misalnya jaringan gas perkotaan, supply CNG ke hotel-hotel, yang tentu akan meningkatkan perekonomian di sekitar Proses regasifikasi pada kegiatan usaha ini akan menghasilkan energi dingin yang bisa digunakan untuk Cold Storage, selanjutnya fasilitas Cold Storage ini bisa dikerjasamakan pemanfaatannya dengan badan usaha milik desa, koperasi, maupun UMKM setempat,” jelasnya.
“Kalau membangun suatu infrastruktur sudah pasti akan ada investasi diawal, tetapi untuk keberlangsungan energi LNG sudah pasti akan terjamin. Memang sebelumnya rencana pembangunan infrasturktur tersebut ada di Pelindo, tetapi ingat apakah nanti Pelindo ada kontribusinya untuk daerah, mereka pasti akan kontribusi langsung ke pusat. Tetapi ketika ada kejadian di Pelindo sudah pasti daerah yang akan ditanyakan,” bebernya.
Prof Dayu menyampaikan, kehadiran LNG sejatinya bisa katakan aman, dilihat dari prosesnyan swmua tertutup tidak terbuka, bahkan bisa dikatakan minim pencemaran. “Kalau di daratkan cuma terminalnya saja, sedangkan laut hanya operasional kapal setelah berproses mengantar sudah pasti kapal tersebut meninggalkan dermaga, kalau ini terjadi banyak usaha baru yang akan bermunculan, seperti halnya cool storage sebagai pendukung komoditi ekspor, Sebab LNG tersebut berbentuk liquid yang diubah menjadi gas dan penguapan dinginnya inilah yang nantinya bisa dimanfaatkan sebagai cool storage,” jelasnya.
Sementara Kabid ESDM Propinsi Bali, Ida Bagus Setiawan ST., M.Si., mengatakan Bali yang memerlukan kehadiran LNG dilihat puncak pemakian listrik sebelum pandemi hampir mencapai 1000 megawatt, sebab dari sisi pembangkitan saat ini yang ada di Celukan Bawang dengan berbahan bakar batu bara yang besarannya mencapai 380 MW (Mega Watt), kemudian ada SKTL (Saluran Kabel Tegangan Laut) berdaya 340 MW, kemudian pembangkit di pesanggaran sudah menggunakan bahan bakar gas LNG dan BBM yang menyuplai kebutuhan listrik di Bali, ditambah lagi dengan pembangkit di Gilimanuk dan Pemaron berbahan bakar BBM, tetapi dengan kondisi yang sekarang BBM tidak dijalankan, yang jalan hanya pembangkit berbahan bakar batu bara dan gas. Sehingga untuk meningkatkan pasokan listrik dan menjadikan Bali mandiri energi, Untuk itulah pihaknya yang mempunyai power plan bertenaga kapasitas besar.
“Untuk penambahan energi di Bali harus yang clean yang sesuai dengan regulasi dan arah kebijakan Pemprov Bali yang tidak lagi menggunakan pembangkit berbahan batu bara maupun BBM hanya menggunakan gas bumi. Artinya akan ada transisi energi, sementara menuju transisi EBT (Eneegi Baru Terbarukan, red) menuju ke EBT gas alam menjasi pondasi yang paling andal,” paparnya.
Diakui Gus Setiawan, untuk gas alam sendiri Bali memang tidak memiliki tetapi untuk pembakitnya Bali bisa memilikinya sebab sudah ada relokasi pembangkit, yang memerlukan terminal penerima untuk bisa masuknya gas dari luar agar bisa dimanfaatkan sebagai sumber bahan pembangkit PLTG di Bali. Yang nantinya berguna sebagai keandalan kelistrikan, proyeksinya dengan adanya G20 dan kedepannya berharap kondisi Bali kembali pulih, dan pastinya beban puncak pemakian listrik hampir mencapai 1000 MW, hal inilah yang harus bisa dipersiapkan.
“Kondisi Bali saat yang sedang transisi energi baru terbarukan sangat memerlukan energi LNG, walaupun memang Bali mempunyai PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya) tetapi hal tersebut kurang optimal sebab hanya membantu produksi energi pada siang hari saja,” jelasnya.
Gus Setiawan melanjutkan, dengan adanya LNG Bali mempunyai keandalan listrik dan tidak lagi tergantung energi dari luar, dan sudah pasti perlu memerankan peran daerah untuk berperan serta dalam pengelolaan energi sebab akan ada income dari daerah melalui badan usahanya. Seperti contohnya di Riau yang mempunyai sumber energi yang memberikan dana bagi hasilnya ke daerah. “Kalau saya lihat adanya LNG ke Bali bisa menambah PAD, dan dari PAD nanti bisa mengijection ke yang lain. Jadi ketika ada LNG sudah pasti memerlukan terminal infrastruktur penerima LNG, nah disinilah perlu peran pemerintah serta steakholder yang terkait. Kalau tidak bisa ya sudah pasti Bali hanya menjadi penonton saja,” ungkapnya. dx
You must be logged in to post a comment Login