DAERAH
Luwir: Pelindo Tolong Hentikan Pengerukan Karang, Ganggu Aktifitas Masyarakat Tanjung di Tanjung Benoa
Badung, JARRAKPOS.com – Protes warga Tanjung Benoa, Kuta Selatan Badung yang telah melayangkan surat aduan yang memprotes keras terhadap mega proyek pengurugan laut atau reklamasi di sekitar Pelabuhan Benoa masih menunggu respon Sub Regional Pelindo Bali dan Nusra. Perlu diketahui, proyek tersebut bukan hanya mendapat penolakan dari para pegiat lingkungan, namun juga membuat prihatin warga sekitar. Salah satunya Kelompok Nelayan dari Lingkungan Br. Panca Bhineka, Kelurahan Tanjung Benoa, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung. Kabarnya saat ini, meskipun sudah mengantongi Surat Rekomendasi, namun Rencana Induk Pelabuhan (RIP) untuk pengembangan Pelabuhan Benoa sebagai Bali Maritime Tourism Hub (BMTH) masih teganjal oleh Kajian Lingkungan Khusus. Usut punya usut, rekomendasi tersebut untuk pelebaran alur pelayaran masuk Pelabuhan Benoa. Apabila disertai kegiatan pemotongan karang maka harus dilengkapi dengan Kajian Lingkungan Khusus.
Hal itu menunjuk permohonan Surat Rekomendasi RIP Pelabuhan Benoa No UM.001/118/KSOP.BNA-22 yang baru diajukan pada tanggal 19 Januari 2022. Meskipun RIP itu disetujui dan merekomendasikan RIP atau masterplan Pelabuhan Benoa, Kota Denpasar, Provinsi Bali, namun pedomam pelaksanaan pembangunan dan pengembangan Pelabuhan Benoa dengan melakukan pemotongan karang harus dilengkapi Kajian Lingkungan Khusus. “Sekarang apakah Pelindo memiliki Kajian Lingkungan Khusus itu? Kan ada keluhan warga, terutama dari kelompok nelayan di sana, karena banyak yang terdampak,” beber tokoh masyarakat Denpasar yang menolak namanya disebutkan itu, pada Sabtu (22/10/2022). Hal senada sebenarnya sempat ditanyakan oleh salah satu tokoh masyarakat di Kuta Selatan, Badung, I Wayan Luwir Wiana, S.Sos., yang membenarkan kabar adanya upaya pihak Pelindo melakukan sosialisasi terkait proyek yang mulai disoroti oleh berbagai pihak, karena belum mengantongi ijin perubahan Rencana Induk Pelabuhan (RIP) dan AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan).
Untuk itulah, Anggota DPRD Badung Fraksi PDI Perjuangan ini, dengan tegas mempertanyakan bagaimana sebenarnya dampak aktifitas pengerukan karang termasuk reklamasi Damping 1 dan Dumping 2 untuk pengembangan Pelabuhan Benoa? Apalagi sebelumnya, Presiden Jokowi pada 30 Agustus 2021 sudah menyebutkan nilai penambahan penyertaan modal negara sebesar Rp 1.200.000.000.000 (Rp 1,2 triliun) untuk proyek tersebut. “Kalau ada pengerukan lagi kan pasti besar dampaknya bagi warga kami. Saya juga anggota dewan dari Dapil Kuta Selatan mempertanyakan hal itu. Jangan sampai proyek ini merugikan masyarakat kami. Tolong hentikan pengerukan karang yang bisa mengganggu aktifitas masyarakat kami, khususnya di Tanjung Benoa. Apalagi baru sekarang dilakukan sosialisasi dan reklamasinya sudah selesai baru sosialisasi,” sentil politisi senior asal Desa Adat Peminge, Kelurahan Benoa, Kuta Selatan ini.
Mantan Kaling Banjar Peminge itu, juga mempertanyakan selama ini apakah ada warga masyarakat terdampak yang menikmati pekerjaaan di kawasan Pelindo Regional 3 Bali Nusra? Sepengetahuannya selama ini tidak ada kontrak apapun bagi warga sekitar yang bisa menikmati pekerjaan di kawasan tersebut. Apalagi selama proyek reklamasi sudah banyak keluhan yang diterima dari warga masyarakat, sehingga pihaknya tidak mau berdiam diri menyaksikan mega proyek yang belum memberi dampak langsung bagi masyarakat yang terdampak, khususnya di Tanjung Benoa. “Kami ingin mendapatkan penjelasan dari pihak Pelindo yang sebenarnya. Jangan sampai warga kami hanya mendapat imbasnya saja, tapi warga lain terutama pendatang yang menikmati hasil proyek pengembangan Pelabuhan Benoa selama ini. Tolong beri penjelasan kepada warga kami secara jujur dan adil,” tegas LW sapaan akrabnya itu.
Seperti diketahui, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir sudah meresmikan prosesi penataan infrastruktur Terminal Khusus LNG BMTH di kawasan Pelabuhan Benoa di Bali, pada Selasa (29/3/2022). Usut punya usut, ternyata disinyalir groud breaking proyek penataan dan pengoperasian Terminal Liquified Natural Gas (LNG) di Bali Maritime Tourism Hub (BMTH), Pelabuhan Benoa itu belum berijin. Padahal dikatakan untuk mendukung pemerintah dalam pemenuhan energi bersih di dalam negeri. Menurut salah satu sumber, untuk ijin Tersus LNG belum dikantongi oleh Pelindo Regional Bali Nusra, karena ijin hanya bisa dipegang oleh salah satu pihak yang menjadi inisiator Tersus LNG di Bali. “itu melakukan ground breaking Tersus LNG yang belum berijin. Coba cek itu kenapa berani melakukan ground breaking,” kata sumber itu belum lama ini. Di sisi lain, Erick mendorong project LNG BMTH dapat membangun ekosistem yang kuat dalam menjadikan Indonesia sebagai negara yang mandiri dan berdaulat. Ia menyampaikan penataan dan pengoperasian Terminal LNG BMTH juga upaya konkret dalam menjaga dan meningkatkan tren positif sektor pariwisata di Pulau Dewata tersebut.
Sebagai negara kepulauan, Indonesia tidak hanya mengandalkan akses pariwisata melalui udara dan darat melainkan juga akses melalui laut. Karena itu, BUMN melalui Pelindo akan menata ulang Pelabuhan Benoa sehingga dapat disandari empat sampai lima kapal cruise. “Bali merupakan pusat wisata nasional dan BUMN akan menjadi bagian untuk menaikkan tingkat kompetisi Bali dan memastikan ekonomi di Bali tumbuh kembali,” ujar Erick saat itu. Sebagai bentuk keberpihakan terhadap produk lokal, Erick memastikan kawasan Benoa akan diisi UMKM dan brand lokal serta akan meningkatkan fasilitas premium turis dengan membuat galangan untuk yacht.
Erick berkeyakinan penuh penataan Terminal LNG BMTH akan berkontribusi besar bagi para pelaku UMKM dan terciptanya penambahan lapangan kerja baru yang akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. “Untuk mendukung pengembangan pariwisata, UMKM dan lapangan kerja ini diperlukan listrik. Di situlah kenapa kita membangun energi fasilitas disini karena Bali masih memerlukan listrik, khususnya green energy,” ungkapnya.
Perlu diketahui, masyarakat Tanjung Benoa, Kuta Selatan Badung melayangkan protes keras terhadap mega proyek pengurugan laut atau reklamasi di sekitar Teluk Benoa. Selama ini, proyek tersebut bukan hanya mendapat penolakan dari para pegiat lingkungan, namun juga membuat prihatin warga sekitar. Bahkan salah satu Kelompok Nelayan dari Lingkungan Br. Panca Bhineka, Kelurahan Tanjung Benoa, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung yang menyebut diri mereka ‘Penyelam Tradisional Satu Nafas’, melayangkan surat keperihatinan kepada PT. Pelabuhan Indonesia (Persero) yang ditandatangani oleh Ketua Abdul Latif dan Sekretarisnya Badarudin beserta 38 orang anggotanya, pada Senin, 17 Oktober 2022.
Saat dikonfirmasi, Selasa (18/10/2022) kekhawatiran mereka tidak tanpa alasan, sebab menurut Abdul Latif, Pelindo III Pelabuhan Benoa ke depan juga akan mengerjakan proyek pengerukan serta pemotongan terumbu karang pada alur kapal dan kolam pelabuhan tahap 2 untuk akses rencana induk pelabuhan (RIP) menuju lahan proyek reklamasi yang sudah terbentuk pada damping 1 dan damping 2. “Sehubungan dengan adanya pengerukan untuk yang kesekian kalinya di Teluk Benoa menimbulkan kekhawatiran kami atas pembangunan perluasan wilayah pelabuhan yang tentunya tidak dapat dihindari akan mempersempit keberadaan tempat-tempat ikan berkembang biak juga dapat merusak terumbu-terumbu karang yang butuh ratusan tahun untuk tumbuh dan berkembang,” ujarnya.
Abdul Latif juga menyesalkan bahwa pihak pengembang tidak pernah mengajak pihaknya untuk berdialog sebagai masyarakat yang masih menggantungkan hidup dari keberlangsungan areal kawasan Teluk Benoa dan seyogyanya keberadaan kelompoknya yang sudah turun-temurun menjadi nelayan penyelam tradislonal tidak seharusnya di lupakan keberadaanya. “Kami tidak pernah diajak untuk berdialog urun-rembuk sebelumnya dan tidak ada sosialisasi padahal kami adalah termasuk ring satu dan masyarakat bawah yang terdampak langsung dari setiap adanya kegiatan proyek di areal pelabuhan. kami memahami bahwa tuntutan kemajuan dan pariwisata membutuhkan fasilitas yang lebih baik,” jelasnya.
Ia pun membeberkan sejumlah permasalahan yang saat ini mereka alami selaku Kelompok Nelayan Penyelam Tradisional yang merasa dirugikan yang mana Perairan Teluk Benoa merupakan sumber mata pencaharian utama bagi para Nelayan Tradisional khususnya Penyelam Penembak ikan yang sudah sejak lama mewarisi kearifan nenek moyang mereka dan masih dipertahankan hingga saat ini, hingga pihaknya melayangkan surat pengaduan yang berisi 5 poin, yakni:
1. Bahwa kami sangat merasakan dampak langsung dari kegiatan [pengurugan] tersebut, di antaranya tingkat kekeruhan air di sekitar Teluk Benoa beberapa bulan terakhir sangat mengkhawatirkan.
2. Menyulitkan kami untuk mengatur waktu dan lokasi penyelaman karena sedikitnya waktu tenggang untuk air jernih yang bisa bertahan di dalam Teluk Benoa.
3. Berdampak sangat signifikan kepada hasil tangkapan kami yang tentunya berakibat makin rendahnya daya Jual kami untuk menghidupi keluarga. Sebagaimana diketahui banyak dari masyarakat kami sejak pandemi beralih profesl menjadi nelayan, karena kehilangan pekerjaan atau dirumahkan
4. Adapun penghasilan kami sebelum adanya pengerukan dilakukan dengan kondisi air laut yang tidak keruh dan jemih berjumlah sebesar Rp200.000.- per hari.
5. Semenjak adanya pcngerukan yang membuat air menjadi sangat keruh pendapatan kami menurun antara 60% hingga 80%.
Abdul Latif bersama anggota kelompoknya berharap surat pengaduan yang mereka sampaikan mendapat solusi dan tanggapan yang serius dari pihak PT. Pelabuhan Indonesia (Persero) Kantor Regional Bali Nusa Tenggara. Saat dikonfirmasi terpisah, CEO Pelindo Sub Regional Bali Nusra, Ali Sodikin mengaku akan segera merespon pengaduan tersebut. “Nanti tiang (saya, red) tanya ke tim BMTH ya,” jawabnya singkat. tim/tra/ama.
You must be logged in to post a comment Login