NEWS
Membuka Aksara di Dusun Pengemis
pujian, tanah dewata yang gemerlap, penuh cahaya, masih ada yang sangsi jika masih ditemukan warga yang buta huruf. Kondisi buta huruf ini terjadi di bagian timur pulau Bali. Sebuah desa dengan sebutan “dusun pengemis” ini ternyata tak menjadikannya hanya dikenal sebagai pengemis saja, melainkan juga tempat paling banyak warganya yang masih buta huruf.
Perasaan iba akan menyelimuti anda ketika berkunjung ke desa Munti Gunung, desa yang dikenal sebagai rumahnya para pengemis. Inilah sisi lain Bali yang gemerlap, sisi lain Bali yang eksotis, sisi untuk Bali lebih berbenah terhadap nilai pendidikan untuk anak kandungnya sendiri.
Tidak pernah ada kehidupan yang cerdas di tengah masyarakat, jika masyarakatnya tidak mengenal aksara. Membuka aksara bagi mereka yang masih buta akan mampu memberikan kehidupan yang lebih baik secara pribadi dan dapat memberikan pengaruhnya secara tidak langsung bagi nasional. Melalui peningkatan rata-rata lama sekolah lewat berbagai program, baik itu pendidikan kesetaraan Paket A, Paket B, Paket C dan lainnya diharapkan pengentasan buta aksara akan benar-benar tuntas. Diharapkan, dengan kegiatan Pelatihan Verifikasi Pendataan Buta Aksara ini dapat diketahui jumlah Penyandang Buta Aksara yang ada di Kabupaten Karangasem beserta identitasnya. Utamanya kelompok umur 15 sampai dengan 59 tahun. Telah banyak yang datang dan dibangun untuk mengentaskan buta aksara di wilayah ini. Ternyata, semua tidak sia-sia. Banyak warga yang telah menempuh pendidikan aksara di rumah pintar maupun mengikuti pelatihan lainnya dengan tujuan bisa membaca dan menulis ternyata cukup efektif. Mereka memiliki semangat yang besar untuk memerdekakan diri dari kegelapan. Setiap yang datang dengan maksud mengenalkan dan membuka aksara pada yang masih tertinggal ini, dipersilakan begitu baiknya. Harapan besar akhirnya terucap dari bibir seorang warga pelatihan aksara. Ia tak ingin anak cucunya kelak telat belajar sepertinya. Ia harus menjadi terang dalam hal membaca dan menulis agar bisa menjadi cahaya bagi anak cucunya kelak.
Beban pekerjaan rumah tangga dan keseharian tidak menghalangi mereka untuk belajar. Sempat tidak sempat, mereka tetap melangkahkan kaki ke rumah pintar untuk belajar bersama tentor muda dan tentor lainnya perihal aksara. Mereka tidak malu, sebab malu hanya akan semakin menggelapkan kehidupan mereka. Mereka belajar lebih keras, berulang, kadang bosan, namun sama sekali tak menyerah, apalagi berhenti. Salah seorang yang sedang mengikuti pelatihan membaca “merasa mual” tiap kali dikenalkan huruf. Namun, ajaib ia tidak pernah benar-benar muntah meski merasakan mual berkali-kali. Kini, ia bisa membaca spanduk yang terbentang lebar di depan rumah pintar. Ia bisa membaca kemasan kopi favoritnya dan tahu cara menyeduh kopi dengan membaca aturan takarannya pada kemasan. Ia sering memamerkan keahlian barunya, yaitu membaca dua hingga lima kalimat. Ia seperti mendapat rezeki baru, rezeki melimpah. Ia merasakan ada kebanggan hidup yang lain ketika mampu membaca.
You must be logged in to post a comment Login