NEWS
Memprihatinkan, NEM Rendah Ancam Siswa Putus Sekolah

Ket foto : Praktisi Hukum, Pasek Sukayasa.
Denpasar, JARRAKPOS.com – Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun ini kembali mendapat sorotan dari berbagai kalangan termasuk Praktisi Hukum, Pasek Sukayasa. Pihaknya sangat menyangkan ditengah program pemerintah untuk menuntaskan wajib belajar 12 tahun masih banyak calon siswa baru tidak bisa diterima di sekolah negeri karena daya tampung ruang kelas yang terbatas, terlebih siswa tinggal berdampingan dengan sekolah. Tidak bisa bersekolah karena alasan zonasi dan nilai rendah. Menyikapi kondisi ini pihak sekolah dihimbau untuk menambah jumlah siswa perkelas, agar tidak terjadi kasus putus sekolah. “Sebagai masyarakat Bali sangat prihatin pendidikan di Bali masih ada hambatan, anak tidak dapat sekolah karena masalah NEM rendah. NEM bukan parameter bodoh atau kurang pintar, bagaimana program pemerintah mensukseskan pendidikan 12 tahun untuk mencerdaskan kehidupan masyarakat bisa tercapai,” ungkapnya di Denpasar, Jumat (6/7/2018).
Ketentuan yang ada telah mengatur setiap ruang kelas hanya menampung 36 siswa sehingga dengan usulan penambahan jumlah siswa hingga 40 orang perkelas diharapkan akan mampu menjawab permasalahan yang terjadi. Praktisi hukum yang kerap mengkritisi kebijakan pemerintah yang tidak masuk akal khususnya di bidang pendidikan ini juga mengatakan, persoalan PPDB ini tidak boleh lagi terjadi dimasa mendatang sehingga perlu segera dibangun ruang kelas baru atau sekolah baru sesuai kebutuhan di masyarakat. Di tengah kondisi seperti ini seharusnya sekolah memprioritaskan untuk menerima siswa miskin atau siswa yang berdomisili dekat dengan sekolah sehingga sistem zonasi tidak menimbulkan permasalahan. Disisi lain masyarakat banyak yang belum mengerti terkait PPDB dengan jalur zonasi sehingga sangat berharap bisa menyekolahkan anaknya berdasarkan lokasi terdekat dari rumahnya terlebih sekokah negeri. “Zona itu menurut saya sebuah batasan karena anak-anak belum bisa sekah karena NEM rendah. Masyarakat dan otang tua murid panik apalagi masyarakat miskin yang berharap pemerintah memberikan sekokah gratis. Ketika NEM rendah kemungkinan anak akan putus sekolah,” paparnya.
Alasan lain yang membuat wali murid ingin menyekolahkan anak mereka dekat dengan rumah yakni masalah biaya. Jangan sampai sistem zonasi malah menguntungkan kepentingan golongan saja atau ada potensi sekokah bermain dalam proses penerimaan siswa baru sehingga memungkinkan adanya jalur belakang. Pasek Sukayasa juga mendapatkan informasi di salah satu sekolah di Gianyar ada sekokah yang mampu menampung siswa hingga 360 namun dalam penerimaan siswa berdasarkan zonasi baru menerima 290 siswa. “Ada informasi di sekolah tersebut memang masih mebutuhkan siswa 290 yang semestinya 360. Terus bilik tersisa mau dibawa kemana? Ada salah satu sekolah itu di Sukawati,” ungkapnya seraya mengkritisi semestinya sekolah melalui dinas terkait menyisakan kuota kusus bagi siswa miskin atau siswa yang memiliki NEM rendah namun berdomisili dekat dengan sekolah. “Mau dimana NEM rendah, tau-tau zona luar bisa masuk. Wali murid sedang bingung setelah tau anaknya tidak dapat sekolah. Semoga Gubernur Bali dan Kadis mendengar ini, mudah-mudah segera disikapi agar siswa nyaman bersekolah,” harapnya. eja/ama
You must be logged in to post a comment Login