PARIWISATA
NCPI Tegaskan RUU KUHP Harus Lindungi Bisnis Pariwisata
Denpasar, JARRAKPOS.com – Gelombang penolakan terus terjadi terhadap Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau RUU KUHP karena ada beberapa pasal didalamnya yang membuat sektor pariwisata bergejolak, sehingga berpotensi merugikan bisnis pariwisata Indonesia. Kali ini juga dilakukan Nawa Cita Pariwisata Indonesia (NCPI) melalui kegiatan Focus Group Discussion (FGD) Pariwisata yang melahirkan beberapa keputusan agar pasal-pasal yang kontroversi bagi dunia pariwisata bisa dihilangkan. Kegiatan yang menghadirkan stake holder pariwisata dan akademisi hukum serta Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali ini dilaksanakan di Denpasar, Selasa (24/9/2019).
Ketua DPP NCPI, Dr. I Gusti Kade Sutawa, SE. MM. MBA., mengatakan FGD Pariwisata dinilai penting untuk segera dilakukan dalam mengumpulkan rumusan dan keputusan strategis pasal-pasal mana saja yang dinilai sangat merugikan sektor pariwisata di Bali dan Indonesia pada umumnya. Dijelaskannnya pemberitaan terkait rencana lengesahan yang akhirnya berakhir dengan penundaan pengesahan RUU KUHP sudah membuat wisatawan menjadi cemas. Terlebih beberapa media internasional bahkan sudah memberitakan secara masif sehingga menimbulkan kesan berlebih dan membuat wisatawan hingga membatalkan kunjungan. “Beberapa media asing terkait isu di Australia dan beberapa negara gencar dibicarakan, sebagian benar dan sebagai saya rasa berlebihan,” jelasnya.
Baca juga : Imbas Pasal Kontroversial RUU KUHP Batalkan Wisman Berlibur di Bali
Kade Sutawa menegaskan insan pariwisata sangat bersyukur presiden mengambil langkah cepat untuk membatalkan pengesahan RUU KUHP. Namun tetap diingatkan menunda bukan berarti membatalkan RUU tersebut. Dijelaskannya ada beberapa pasal yang sudah berpolemik dan dinilai sangat kontroversial dengan dunia pariwisata karena wisatawan yang berkunjung datang dari berbagai kawasan sehingga pariwisata memerlukan pemahaman aturan secara universal. “Seperti halnya pada pasal 419, karena banyak traveler dari berbagai negara itu kan kadang-kadang bersama teman-temannya datang dan lain sebagainya. Bisa saja nanti pasal itu dipakai alasan sweeping dan lain sebagainya yang kadang-kadang meresahkan buat para turis,” bebernya.
Akademisi Hukum Uiversitas Udayana, Prof. DR. I Ketut Rai Setiabudhi, SH.MS., dalam kegiatan tersebut menguraikan RUU KUHP dilakukan pemerintah karena ada dorongan secara politis, sosioligis dan alasan praktis agar Indonesia memiliki KUHP yang disesuaikam dengan masyarakat dan budaya nusantara dan bukan warisan Belanda. Dijelaskannya dalam Hukum Pidana pembuktian sebuah perkara harus dilakukan secara sempurna sehingga diharapkan jangan sampai ada pasal-pasal dalam RUU KUHP yang justru akan menjadi masalah krusial bagi destinasi pariwisata. “Ada beberapa hal yang sebelumnya tidak diatur dalam KUHP sekarang mau diatur. Masalahnya bagaimana membuktikan, sebaiknya ditinjau dulu. Menurut kita bila masyarakat lingkungan menyatakan itu antisosial, maka itu bisa diproses hukumnya. Kalu memang merusak nilai keseimbangan dan sosial silahkan dilaporkan namun kalau masih bisa diberlakukan hukum lokal seperti selama ini ya sebaiknya itu kita jaga dan berlakukan,” ungkapnya.
Baca juga : Pasal RKUHP Ancam Pariwisata Bali, Australia Sudah Keluarkan Travel Warning
Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali, I Putu Astawa yang turut hadir juga menyampaikan apresiasi kegiatan inisiatif yang dilakukan NCPI. Ia menilai apa yang dilakukan stake holder pariwisata ini untuk kembali menegaskan bahwa spesifikasi pertumbuhan pariwisata harus diimbangi serta terjaganya kondusifitas secara simultan agar mendatangkan income. RUU KUHP pada beberapa pasal yang langsung menyentuh ranah pribadi ini melalui FGD Kepariwisatan dinilai sudah mampu mengidentifasi secara tepat mana saja pasal yang berpotenai merugikan kepariwisataan. Rumusan dari pembicaraan insan pariwisata ini juga diharapkan mampu disebarluaskan kepada seluruh stake holder pariwisata di luar negeri agar kembali tercipta suasana yang kondusif dan tidak terjadi pemberitaan yang simpang siur. “Kita harapkan upaya ini bisa ditindaklanjuti agar suasana stake holder bisa tenang dan kembali teratur. Penundaan ini harus diinformasikan agar media diluar negeri utamanya Australia menginformasikan kepada warganya bahwa nyaman berkunjung ke Bali,” harapnya karena sudah banyak pembatalan wisatawan untuk berkunjung. Lanjut mengapresiasi langkah lanjut NCPI lainnya melalui komunikasi dengan pihak kedutaan penghasil wisatawan. eja/ama