POLITIK
Oknum Prajuru Desa Adat Bugbug Lakukan Manuver Politik, Ribuan Warga Gerah Siap Kembali Turun ke PN Amlapura
Karangasem, JARRAKPOS.com – Manuver politik Kelian Desa Adat Bugbug, I Nyoman Purwa Ngurah Arsana kembali mematik emosi dan respon negatif dari warga Desa Adat Bugbug. Ajang politik praktis yang dilakukan oleh Anggota DPRD Bali dari PDI Perjuangan itu, membuat gerah masyarakat adat setempat. Pasalnya, kasus di Desa Bugbug yang masih belum mereda kembali ditaburi safari politik yang mengundang reaksi keras krama Desa Adat Bugbug. Melalui surat yang ditandatangani langsung Kelian Desa Adat Bugbug, I Nyoman Purwa Ngurah Arsana bersama Sekretaris atau Penyarikan Gede, I Wayan Merta, S.Pd., M.Pd., itu meminta seluruh Kelian Banjar Adat, dan para Ketua STT Desa Adat Bugbug agar mengerahkan anggota banjar dan STT masing-masing untuk menghadiri Perayaan Hari Ulang Tahun ke-51 PDI Perjuangan, pada Rabu, 10 Januari 2024 di Wantilan Desa Adat Bugbug. “Satyam Eva Jayate (kebenaran pasti menang), maka bersama ini kami Prajuru Desa Adat memberikan apresiasi kegiatan tersebut, dan sekaligus sangat mengharapkan sudi kiranya bapak/ibu/saudara untuk berkenan hadir,” tulis isi surat undangan tersebut.
Beredar surat himbuan dari Prajuru Desa Adat Bugbug untuk mengarahkan krama Desa Adat Bugbug mendukung salah satu kandidat partai politik sangat disayangkan, karena diketahui surat tersebut ditandatangani oleh Kelihan Desa Adat Bugbug yang juga merupakan politisi dan Caleg dari PDI Perjuangan. Apalagi Penyarikan Gede juga dikabarkan masih menjadi guru aktif di salah satu SMA Negeri di Karangasem, sekaligus merangkap jabatan sebagai Sekretaris MDA di Kabupaten Karangasem yang menjadi prajuru desa adat yang terlibat politik praktis. Hal itu, dipertegas oleh Ketua Gema Santhi yang juga Ketua Tim 9, I Gede Putra Arnawa, S.Kom., yang menilai oknum kelian adat tersebut sudah melewati kapasitasnya sebagai prajuru adat yang mengajak langsung warganya berpolitik praktis. Padahal sudah ada aturan dari Majelis Desa Adat (MDA) Bali yang menegaskan bendesa atau prajuru adat dilarang berpolitik praktis, bahkan yang menjadi pengurus harus mundur bila maju menjadi calon anggota legislatif (Caleg). Aturan tersebut juga tertuang dalam Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) serta kode etik MDA, serta turan tersebut sudah disepakati oleh MDA seluruh kabupaten/kota di Bali.
“Kalau sudah menjadi prajuru adat dan nyalon janganlah ajak ajak masyarakat berpolitik praktis. Apalagi menjadi majelis tidak boleh ikut dalam urusan partai politik. Bahkan, kalaupun nyalon harus mundur di majelis harus mundur,” tegasnya, seraya menyebutkan sebagian besar masyarakat masih tersakiti oleh kasus di Desa Adat Bugbug. Salah satunya, gugatan Bendesa Adat Bugbug, I Nyoman Jelantik yang diberikan kuasa oleh krama Desa Adat Bugbug untuk menggugat secara perdata Kelian Desa Adat Bugbug, I Nyoman Purwa Ngurah Arsana bersama pihak tergugat lainnya di PN Amlapura. Selain itu, warga adat juga ingin mengetahui langsung kebenaran terkait kasus ini. “Jadi masih ada kasus secara hukum, dan warga Desa Adat Bugbug masih belum tuntas terhadap kasus-kasus hukum di Desa Adat Bugbug. “Keluhan masyarakat Bugbug hanya ingin mengetahui kebenaran dari kasus yang terjadi saat ini, sehingga kami sengaja memberikan kuasa kepada Bendesa Adat Bugbug untuk memproses gugatan kasus ini. Jangan lagi kami dilukai dengan aksi-aksi politik praktis seperti ini yang bisa membuat resah dan memanas masyarakat adat,” tegasnya.
Artinya sebagai perwakilan dari warga Desa Adat Bugbug yang bertindak menjadi menggugat sudah mengantongi berbagai bukti dan saksi untuk membuktikan gugatan kepada Nyoman Purwa Ngurah Arsana yang kini masih menjabat Anggota DPRD Bali dari Fraksi PDI Perjuangan, bersama pihak tergugat lainnya. “Saat ini kan masih proses penunjukan mediator, sebelum jadwal mediasi di PN Amlapura,” jelasnya, seraya menegaskan sebagai krama adat juga merasa sangat sulit terjadinya proses mediasi yang bisa berjalan baik alias sulit menemukan kata “perdamaian”, karena masih sangat banyak warga Desa Adat Bugbug yang merasa dirugikan. Bahkan dikatakan, rencananya ribuan krama Desa Adat Bugbug akan kembali turun untuk memberikan dukungan terhadap 16 warga Desa Adat Bugbug yang dijadikan terdakwa dalam kasus perusakan dan pembakaran Resort Neano di Desa Bugbug, Karangasem yang kembali menjalani sidang di Pengadilan Negeri (PN) Amlapura, pada Rabu, 10 Januari 2024. “Saat persidangan kasus 16 krama desa adat kami perkirakan akan turun ribuan krama yang hadir di PN Amlapura,” bebernya lagi.
Diketahui sebelumnya, dalam surat dakwaan yang dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Karangasem Ariz Rizki Ramadhon, disebutkan bahwa perusakan dan pembakaran resor di Desa Bugbug terjadi pada Rabu (30/8/2023). Peristiwa pembakaran itu dilakukan setelah warga yang mengatasnamakan Gema Santi tersebut melaksanakan demo di Lapangan Tanah Aron. Setelah melaksanakan demo, warga bergerak menuju lokasi pembangunan hotel. Warga terpancing masuk secara paksa ke dalam proyek hotel dengan cara mendorong pintu gerbang hingga roboh dan rusak. Massa juga sempat meminta para pekerja berhenti mengerjakan proyek hotel. Sementara itu, saat dikonfirmasi secara terpisah, Kelian Desa Adat Bugbug, I Nyoman Purwa Ngurah Arsana mengaku batal mengikuti acara tersebut. Namun dia juga mempertanyakan aturan mana yang melarang kapasitasnya selaku kelian adat mengundang masyarakat dalam kegiatan politik praktis. “Batal acaranya tidak jadi saya ke Denpasar acara HUT PDI di DPD. Kenapa emangnya Kelihan Desa berpolitik kan boleh buktinya jadi calon DPRD sebagai Kelihan Desa adat boleh oleh Undang-Undang,” jawabnya singkat. tim/jp
You must be logged in to post a comment Login