DAERAH
Orang Nomor Satu Sikka, Diperiksa Di Kejati NTT
Oleh Marianus Gaharpung, dosen FH Ubaya & Lawyer di Surabaya
Tragedi penggunaan dana BTT 2021 di BPBD dalam kaitannya bencana alam di Sikka sudah memakan korban dengan adanya penetapan beberapa tersangka oleh Kejaksaan Negeri Sikka yakni mantan kepala BPBD, bendahara pembantu, kontraktor serta kasie Logistik.
Pertanyaannya, apakah hanya berujung pada empat orang tersangka ini? Apakah tidak ada pelaku utama (pleger) dalam perencanaan, penetapan serta penggunaan uang negara sehingga mengakibatkan adanya kerugian negara kurang lebih 900 juta?
Ada hembusan aroma “angin” yang kurang sedap bahwa Bupati Sikka diduga kuat cukup berperan dalam kaitannya dana BTT tersebut sehingga timbul masalah. Hal ini memicu mantan bupati dan sekarang Pembina Yayasan Nusa Nipa, Drs. Aleks Lingginus bersama mahasiswa PMKRI serta pihak pihak yang konsent terhadap pemberantasan korupsi di Sikka dalam orasinya “memaksa” agar Kajari Sikka segera panggil dan periksa Bupati Sikka Roby Idong.
Untuk menentukan kebersalahan seseorang kaitan dengan tindak pidana, Enschede mengungkapkan bahwa,“een strafbaar feit is een menselijke gedraging, die valt binnen de grenzen van een delictsomschrijving, wederrechtelijk is en aan schuld te wijten”(tindak pidana adalah suatu perbuatan manusia, yang termasuk dalam perumusan delik, melawan-hukum dan kesalahan yang dapat dicelakan padanya). Bahwa syarat utama terjadinya perbuatan pidana adalah harus adanya perbuatan yang dilakukan orang yang melanggar ketentuan dalam perundang-undangan pidana, dan syarat kedua yaitu perbuatan yang dimaksud harus juga bersifat melawan hukum.
Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi RI ditegaskan sifat melawan hukum tindak pidana korupsi adalah delik formil artinya ketika pejabat tata usaha negara terbukti perbuatannya melawan hukum tidak harus menguntungkan dirinya, maka tetap dipidana jika terbukti adanya kerugian negara.
Kasus dugaan korupsi dana BTT berawal dari perubahan APBD Sikka dilakukan Bupati Sikka tanpa melalui pembahasan dan persetujuan DPRD Sikka. Hal ini sudah secara terang benderang tindakan orang nomor satu di Pemkab Sikka adalah melawan hukum. Dan, tindakannya tersebut tidak harus untuk keuntungan dirinya tetap harus dimintakan pertanggungjawaban hukum.
Di samping itu, Mahkamah Agung RI berpendapat bahwa demi menjawab perkembangan hukum yang hidup (keadilan) di masyarakat, maka dapat dibenarkan dalam pemberantasan tindak pidana korupsi, aparat penegak hukum menerapkan sifat melawan hukum materiil negatif asalkan negara tidak dirugikan. Artinya perbuatan pejabat tata usaha negara hilang sifat melawan hukumnya bukan hanya berdasarkan suatu ketentuan dalam perundang undangan, melainkan berdasarkan asas asas keadilan.
Dalam konteks ini, ada beberapa faktor atau kriteria digunakan untuk menghapus sifat melawan hukum yaitu asalkan negara tidak dirugikan, kepentingan umum dilayani, serta pelaku (tersangka/terdakwa) tidak mendapatkan keuntungan. Pertanyaan selanjut dikaitkan dengan kasus Dana BTT 2021 di BPBD Sikka tersebut adalah apakah dana yang dimanfaatkan ada dampak positif yang dirasakan warga Sikka ketika itu. Karena apapun alasan kemanfataannya dana tersebut bagi rakyat Sikka ketika itu tetap tidak boleh seorang bupati mengambil kebijakan perubahan APBD dengan menabrak peraturan. Apalagi faktanya pemanfaatan dana BTT 2021 ini mengakibatkan adanya kerugian negara kurang lebih 900 juta.
Publik Sikka sudah pasti memberikan apresiasi kepada Kajari Sikka dan jajarannya dalam penetapan empat orang tersangka. Bukti tindakan awal yang nyata dan keseriusan dalam memberantas Korupsi di Nian Tana Sikka. Tetapi melihat jabatan dan peran empat orang tersangka dalam kasus dana BTT adalah bukan
pelaku atau pleger; bukan yang menyuruh melakukan atau doenpleger. Misalnya tersangka Bendahara pembantu, tersangka kasie Logistik BPBD yang hanya meneruskan saja pembayarannya dalam kaitannya logistik air isi ulang dan makanan. Ini modus korupsi yang sering terjadi selama ini dimana pelaku atau pemeran utamanya disembunyikan. Justru pegawai rendahan atau orang kecil di instansi pemerintah yang terus saja dijadikan tumbal dari pelaku utama tindak pidana korupsi. Padahal sejatinya tindak pidana korupsi adalah tindakan pejabat yang terbukti melakukan penyalagunaan wewenang. Dan, dalam konsep penyalagunaan wewenang terkandung sifat melawan hukum.
Sehingga dengan hasil lidik dan sidik sampai pada penetapan empat tersangka tersebut, semestinya Kajari Sikka sudah bisa melihat siapa sebenarnya berperan sebagai pelaku atau pihak yang menyuruh melakukan penggunaan dana BTT yang pada akhirnya negara mengalami kerugian 900 juta lebih. Jika Kajari Sikka ewuh pakewuh (perasaan sungkan) karena Bupati Sikka adalah unsur Forkopimda, maka pemanggilan serta pemeriksaan dilaksanakan oleh satuan tingkat atasnya yakni Kejati NTT.
Kajari Sikka, Fatony Hatam segera memohon waktu kepada Kajati dan Aspidsus Kejati NTT untuk gelar perkara dana BTT tersebut agar segera panggil dan periksa orang nomor satu di Sikka.
Demi menghilangkan rasan rasan publik Nian Tana terhadap Kajari Sikka hanya berani cokot pegawai rendahan ketika menangani dugaan korupsi dana BTT di BPBD Sikka 2021.
AFR/JRP
You must be logged in to post a comment Login