POLITIK
Pasca Putusan, Ismaya Mesti Fokus Menuju Kursi DPD RI
Denpasar, JARRAKPOS.com – Politisi Gede Pasek suardika berharap ketiga terdakwa kasus penurunan baliho yakni I Ketut Putra Ismaya Jaya alias Keris (40), I Ketut Sutama (51) dan IGN Edrajaya alias Gung Wah (28) lapang dada menerima putusan majelis hakim yang dibacakan pada hari Jumat (28/12/2018) lalu. Pasek menilai putusan hakim terkesan tidak mandiri karena beberapa fakta persidangan tidak dicantumkan dalam putusan. “Memang hak hakim untuk menilai, tapi saya melihat putusan itu kesannya tidak mandiri karena masih ada bayang-bayang kekuatan lain yang mengakibatkan diputus seperti itu,” ungkap Pasek baru-baru ini.
Terlepas dari itu semua Pasek berharap para tedakwa, khusunya Ismaya menerima putusan yang sudah dibacakan. Diharapkan kedepan Ismaya bisa fokus menyiapkan diri untuk kompetisi menuju kursi DPD RI. Ini sekaligus akan menjadi catata baru bagi penegakan hukum di tanah air, karena diakui atau tidak hakim memiliki kebebasan memilih fakta persidangan sehingga bila sudah ada niat untuk menghukum fakta yang lain akan dikesampingkan. Hal ini sekaligus mengungkap praktik hukum yang lemah. “Tapi apapun itu saya berharap Ismaya dan teman-teman (dua terdakwa lainnya, red) lepaskan saja nanti ada siklus hukum karma juga yang akan bergerak kalau keadilan dimaninkan,” ujarnya.
Ini menjadi pengalaman pahit yang dialami salah satu anggota DPD RI asal Bali, karena kasus yang semestinya masuk ke ranah Pemilu diseret kepidana umum. Kendati demikian dari hitung-hitungan tujuh bulan tuntutan jaksa dibandingkan dengan putusan hakim dengan lama tahanan lima bulan. Baik jaksa maupun terdakwa dipastikan menerima putusan yang sudah dijatuhkan. Mengingat putusan sudah lebih dari 50 persen atau dua per tiga dari tuntutan jaksa sebelumnya. Kasus penurunan baliho juga ia nilai sebagai bagian dari siklus kekuasaan peradilan yang bisa diseting dan hal ini sering terjadi di masa orde baru.
Kedepan Pasek berharap pola seperti ini tidak terjadi lagi. Dimana orang yang memiliki akses kekuasaan di jalur hukum akan atau bisa menggunakan palu hukum untuk menyingkirkan lawan. Sehingga terjadi unfear competition (persaingan tidak sehat). Kasus ini sekaligus mengingatkan bahwa pernah ada intruksi Kapolri yang menyatakan selama pesta demokrasi tidak boleh ada proses hukum dalam rangka menjaga kompetisi yang sehat. “Karena sering kali instrumen hukum dipakai untuk menggarap Pilkada atau Pileg dipakai untuk mengganggu,” jelasnya. eja/ama
Made sumiasa
04/01/2019 at 1:01 am
Saya sangat yakin dan percaya bahwa karma itu pasti ada di bumi bali dwipa ini,
Saya sangat salut dengan Bapak ketut Ismaya, gung wah, dan bapak ketut sutama bisa berlapang dada menerima apapun keputusan hakim karena yg beliau dan kita ketahui bersama keputusan hakim adalah keputusan tuhan
Dr. A. A. Ngurah Adhiputra, MPd
03/01/2019 at 10:12 pm
Dengan menerima dengan lapang dada thd putusan Hakim … agar tidak muncul lagi kekuatan lain utk mencari celah? Biarlah dan pasrahkan TUHAN adalah Maha Adil akan mendapatkan hukum karma bagi oknum yg bermain dalam pesta Demokrasi Pemilu tahun 2019.
Hal terpenting saudara kita Ketut Ismaya (Keris) bisa gool nanti di kursi Senayan duduk di DPD. RI. Om Swaha ….