DAERAH
Penetapan Tersangka LM Oleh Polsek Alok Terkesan “Prematur
Oleh Marianus Gaharpung, dosen FH Ubaya Surabaya
Ada ungkapan bahasa Latin “lex dura sechta tamen scripta” (hukum itu keras namun demikian yang tertulis ). Maknanya bagi siapa saja baik manusia atau badan hukum privat tunduk dan terikat dengan norma hukum yang mengaturnya (asas legalitas) dalam konteks hukum pidana.
Ada alasan pembenar yang dapat menghapus
adanya sifat melawan hukumnya perbuatan, meskipun perbuatan ini telah memenuhi rumusan delik dalam undang-undang. Jika perbuatannya tidak melawan hukum, maka tidak sertamerta pelakunya dipidana.
Alasan pembenar yang terdapat dalam KUHP di antaranya:
1. Pasal 48, yang dilakukan dalam keadaan darurat.
2. Pasal 49 ayat (1), yang dilakukan kerena pembelaan terpaksa.
3. Pasal 50, untuk menjalankan perintah peraturan perundang-undangan.
4. Pasal 51 ayat (1), untuk menjalankan perintah jabatan.
Perkara pidana dalam persidangan bertujuan untukmencari kebenaran materiil(sesungguhnya terjadi). Artinya untuk mengungkapkan kejahatan perbuatan pelaku pertama dilihat adanya niat (mens rea). Kejadian di cafe Sasari beberapa waktu lalu timbul insiden tersebut awal dari pelaku bukan korban yang juga dijadikan tersangka. Korban sedang bekerja mencari makan di cafe datang pelaku dengan omongannya yang menyinggung harga diri korban sebagai perempuan.
Pertanyaanya, apakah wajar normal korban nrimo saja dengan omongan pelaku? Apakah reaksi korban adalah niat terencana untuk melukai atau membuat pelaku rugi? Apalagi korban adalah perempuan yang kondisi natural adalah makluk lemah.
Oleh karena itu, dari fakta materiil visum dokter dan cctv dugaan kuat peristiwa pidana ini bukan karena adanya nian korban untuk membalas (pidana) terhadap pelaku tetapi adanya pembelaan terpaksa karena LM merasanya kepribadian serta harga diri diinjak- injak sebagai makluk “hawa”.
Pertanyaannya, apakah atas peristiwa pidana ini penyidik Polsek Alok sudah melakukan gelar perkara intens dengan menghadirkan kuasa hukum? Harusnya kuasa hukum demi mencari kebenaran materiil sebelum penetapan tersangka berinisiatif meminta untuk diadakan gelar perkara demi membela hak- hak pemberi kuasa dalam hal ini korban agar tidak terkesan penetapan korban LM sebagai tersangka dalam kasus penganiyaan di Cafe Sasari beberapa waktu lalu diduga prematur.
Jika dikaji pasal 54 KUHAP yang berbunyi, “Guna kepentingan pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak mendapat bantuan hukum dari seorang atau lebih penasihat hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan, menurut tatacara yang ditentukan dalam undang-undang ini.
Artinya, sangat diperbolehkan jika penasehat hukum korban LM mendesak agar sebelum penetapan tersangka agar terlebih dahulu dilakukan gelar perkara dihadiri kuasa hukum agar tidak terkesan peristiwa pidana ini dipaksakan untuk diperkarakan. Jadi tidak bisa juga dipakai alasan (tukar guling) karena pelaku tersangka maka korban juga tersangka. Lucu aneh saja!
Semua ini untuk terwujudnya alasan obyektif penetapan tersangka ditetapkan oleh penyidik kepada korban LM sungguh valid obyektif serta transparan setelah hasil penyidikan yang dilaksanakan memperoleh bukti permulaan yang cukup yaitu paling sedikit 2 (dua) jenis alat bukti.
Mengapa hal ini penting bagi penegak hukum in casu institusi Polri demi prinsip mengedepankan due process of law dan taat atas aturan hukum positif serta tidak terburu-buru/prematur dalam mengambil tindakan.
Korban LM sudah ditersangkan suka atau tidak sudah jadi calon pesakitan. Saat persidangan di PN Maumere tersangka LM melalui kuasa hukumnya tegas serius melakukan pembelaan meminta kepada majelis hakim pemeriksa perkara in casu agar selain hadirkan para saksi yang meringankan terdakwa wajib diputar kembali cctv di dalam ruang sidang agar bisa dilihat mens rea (niat) serta actus reus (perbuatan), LM sejatinya korban atau sekaligus harus jadi terdakwa dalam perkara ini. Ingat! Hukum tidak saja mengedepankan kepastian hukum melainkan keadilan.
You must be logged in to post a comment Login