DAERAH
Pengadilan Negeri Samarinda Diduga Dikuasai Oknum Hakim, Ini Penyebabnya
Jakarta Jarrakpos.com – Majelis hakim pengadilan negeri samarinda melarang penggugat Perkara Nomor 118/Pdt.G/2022/PN Smr masuk dalam ruang sidang saat sidang digelar karena membawa ponsel, Rabu (26/10/2022).
Pantauan media, penggugat Hanry Sulistio dan Abdul Rahim saat hendak masuk ruang sidang tiba-tiba saja ditahan satpam.
Satpam meminta ponsel milik keduanya, tak boleh dibawa masuk dalam ruang. Keduanya tidak mau menyerahkan ponsel. Sempat terjadi adu mulut. Karena keduanya tak mau menyerahkan ponsel.
Majelis hakim yang diketuai Nyoto Hindaryanto dan dua anggota Rakhmad Dwi Nanto dan Agus Rahardjo sudah menunggu dalam ruang sidang.
Nyoto lalu membacakan larangan membawa ponsel sesuai PERMA RI Nomor 5 tahun 2020 tentang Protokol Persidangan dan Keamanan Dalam Lingkungan Pengadilan.
Nyoto mengatakan Pasal 4 Ayat 6 menyebutkan pengambilan foto, rekaman audio dan atau rekaman audio visual harus seizin hakim / ketua majelis hakim sebelum dimulai sidang.
Kemudian, Ayat 9 menyebutkan setiap orang hadir dalam ruang sidang dilarang menggunakan telepon seluler untuk melakukan komunikasi dalam bentuk apapun dan tidak mengaktifkan nada dering selama persidangan berlangsung.
“Lalu Ayat 5 —- Setiap orang yang hadir ruang sidang wajib menunjukan sikap hormat,” kata Nyoto.
Nyoto tak ingin ada pihak-pihak yang bisa menyalahgunakan video atau foto dalam persidangan. Karena itu, dia melarang.
Tapi ayat-ayat tersebut dibantah Hanry Sulistio. Hanry mengatakan bahwa hakim yang mengadili bernama Nyoto, Rakhmad dan Agus adalah gankster tiga serangkai sindikat mafia hukum yang merekayasa makna Perma dan hanry tidak segan-segan mengatakan mereka itu Pengkhianat tugas negara, Pancasila dan UUD1945 karena telah merampok asas perdata penggugat dalam menentukan ruang lingkup perkara sejak perkara-perkara sebelumnya.
“PERMA itu kan diperuntukan kepada pengunjung sidang agar hikmatnya sidang tidak terganggu ataupun ada kegaduhan karena suara ponsel berdering, namun bukan diberlakukan kepada para pihak yang memanfaatkan ponselnya untuk merekam jalannya persidangan guna mencegah adanya praktek mepencundangi juga menjaga hak hukum penggugat agar terakomodir, dan tidak ada larangan dalam perma tersebut untuk melarang para pihak merekam jalannya persidangan, namun kalau digunakan untuk berkomunikasi pada saat sidang atau berdering itu memang tidak boleh, dan kami tau itu dan kami sebagai pihak tidak juga mengiginkan hal itu,” ujar Hanry.
“Kami ini penggugat yang memiliki kedudukan hukum yang sama dengan hakim yang mengadili, enak aja dia melarang kami membawa ponsel dan melarang kami merekam, itu rekayasa aturan namanya,” tambah Hanry.
“Apalagi ketiga oknum hakim tersebut adalah hakim kriminal yang melanggar pasal 17 ayat 5 UU 48/2009 kekuasaan kehakiman, untuk itu kami perlu merekam jalannya sidang jangan sampai kami terus didustai, objek sengketa kami dipalsukan dan mereka sesuka hati melancarkan praktek hukum acara abal-abal,” sambung Hanry.
“Cek saja bunyi pasal 17 ayat 6 UU 48/2009 Kekuasaan kehakiman disana menjelaskan pelanggaran nyoto, rakhmad dan agus adalah pidana dan perbuatan mereka adalah kriminal yang melanggar hukum bahkan menurut kami tempat ketiga oknum hakim tersebut seharusnya bukan di pengadilan apalagi dipercaya menjalankan tugas yuridis tetapi tepatnya di sel atau di penjara karena meresahkan masyarakat pencari keadilan,” kata Hanry tegas.
Ketika awak media menanyakan apakah statment pengkhianat tersebut masih dalam ranah dugaan ?
“Mereka itu saya pastikan pengkhianat tidak perlu duga menduga, kami ada buktinya dan sekarang mereka melarang kami merekam karena kawatir kami mendokumentasikan kebiadaban mereka di persidangan,” timpal Hanry.
“Jadi tujuan mereka (oknum hakim) merekayasa makna Perma itu agar mereka bisa melancarkan praktek mafia hukum yakni memalsukan objek sengketa, berdusta dan melanggar hukum acara perdata berikut mepencundangi kami dengan persidangan parsial demi kepentingan mereka dalam perkara sebelumnya,” tambahnya.
“Saya tegaskan, mereka itu Pengkhianat Tugas negara, Pancasila dan UUD 1945 dan membuktikan hal ini mudah, lihat saja reaksi mereka bahkan tidak berani melapor saya, artinya mereka telah mengakui dirinya sebagai pengkhianat,” kata Hanry.
Hanry berharap lembaga komisi yudisial dan Banwas Mahkamah Agung RI segera bertindak melihat kegaduhan ini, sebagai penggugat hak hukumnya dirugikan jika proses berlarut-larut.
“Komisi yudisial dan Banwas Mahkamah Agung harus segera bertindak dan kami tidak bisa menunggu proses yang bertele-tele, hak hukum kami sedang di rugikan setiap harinya oleh oknum-oknum hakim pendusta dan pengkhianat Pancasila dan UUD1945,” tutup Hanry.
Di temui terpisah Abdul rahim,SH selaku prinsipal dan kuasa hukum Menyesalkan perilaku tidak terpuji dan tidak patut menjadi percontohan di karena kan aksi brutal , melawan hukum serta kesewenang2an mengunakan jabatannya yang dilakukan oleh oknum di lingkungan Yuridiksi Pengadilan Negeri Samarinda Darius Naftali,SH.,MH, selaku pihak dalam Perkara Perdata PMH No.118/Pdt.G/2022/PN Smr sangat di rugikan atas keberutalan tiga (3) oknum hakim yang di backing oleh Darius Naftali tersebut. Kami akan lawan demi bangsa dan negara,” ucap advokat muda tersebut.
Sebagai insaan yang taat terhadap peraturan perundang2an di Republik ini, sangat dan sangat miris melihat penegak hukum di Pengadilan Samarinda yang notabene wadah pencari keadilan berdasarkan ketuhanan yang maha Esa, tetapi di cederai dengan kesewenang2an dengan modus operandinya industri hukum yang sistematis dan terstruktur di bawah kepemimpinan oknum Darius Naftali,” tutup Rahim.
Selanjutnya Aris Candra Setiawan selaku mahasiswa yang datang menyaksikan persidangan tadi sore di pengadilan negeri samarinda, karna kasus ini menarik sekali untuk bahan diskusi kawan-kawan anak gerakan maupun di internal kampus.
“Saya melihat postingan salah satu pengugat hanry sulistio yang mengatakan oknum hakim yang mengadili perkara a qou pendusta dan pengkhianat dalam postingannya,” kata dia.
“Saya terheran-heran kenapa pengugat ini begitu gampang mengatakan hal itu di persidangan yang di saksikan banyak orang, tanpa ada beban pembuktian atas ucapannya dan hakim tidak mau menjawab pertyaan bapak hanry dan temannya tersebut bapak Abdul Rahim yang juga seorang advokat,” tambah dia.
Harusnya, kata Aris, hakim berani bersikap untuk melaporkan Hanry Sulistio dan Abdul Rahim karna mengatakan kata-kata ekstrim, tapi kalau hakim tersebut atau pihak pengadilan yaitu ketua tidak melaporakan mereka saya duga apa yang di koar-koarkan bapak Hanry itu benar.
Terpisah, Humas Pengadilan Tinggi Kaltim, Supeno justru tak mempermasalahkan jika pengunjung maupun para pihak yang bersidang membawa ponsel.
“Kalau membawa aja kan boleh. Masukan dalam kantung celana atau baju. Ga masalah,” kata dia.
Supeno mengatakan kecuali membawa ponsel, pengunjung ribut. Menerima telpon atau pun mengambil gambar atau video yang bisa mengganggu ketertiban sidang. (Jum)
You must be logged in to post a comment Login