EKONOMI
Pertama Kalinya dalam Sejarah, Satu Botol Arak Bali Terjual Rp5 Juta
Badung, JARRAKPOS.com – Pertama kali dalam sejarah, arak Bali laku dilelang dengan harga Rp5 juta per botol. Peristiwa tersebut terjadi saat Deklarasi Program Kepariwisataan Dalam Tatanan Kehidupan Bali Era Baru dan Digitalisasi Pariwisata Berbasis QRIS di Kawasan Pariwisata Terpadu ITDC Nusa Dua, Kamis (30/7/2020). Penjualan 10 botol arak berlabel ‘BARAK” itu terjadi saat acara jamuan koktail arak Bali.
Peneliti Herbal Medicine, Prof. I Made Agus Gelgel Wirasuta yang turut hadir pada kesmpatan tersebut mengatakan, arak dengan merek DE’ WAN dan Arak NIKI yang dileleng merupakan arak tuak ental yang diproduksi oleh petani arak di Desa Bondalem, Kabupaten Buleleng. Dibawah naungan koperasi KBS mereka berhasil memproduksi minuman yang didukung dengan adanya Peraturan Gubernur Bali (Pergub) No: 1 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Minuman Fermentasi dan/atau Destilasi Khas Bali.
“Diproduksi oleh PT. Lovina Industri Sukses, Banyuning, Singaraja. Arak DE’ WAN beserta Arak NIKI telah menerima keputusan Kepala Badan Riset dan Inovasi Provinsi Bali berhak mencatumkan Lebel ‘Barak’ disetiap botol produksinya,” jelas salah satu Kelompok ahli yang ditugaskan Gubernur Bali, Wayan Koster untuk melakukan penelitian dan pengembangan arak di Bali itu.
Ditegaskannya, sesuai Pergub arak yang berlabel Barak adalah wujud perlindungan pemerintah terhadap minuman fermentasi dan desitilasi Bali. Ia menerangkan bahwa Arak dan Brem tidak dapat dipisahkan dari budaya dan agama Hindu di Bali. Tetabuh sebagai persembahan kepada Ida Sang Hyang Widhi (Tuhan) dalam perwujudan Bhuta. “Arak danTuak merupakan simbol dari aksara suci Ah-kara, sedangkan Berem adalah simbol dari aksara suci Ang-kara,” ucapnya.
Lebih lanjut disampaikan pria asal Klungkung itu, bahwa nenek moyang orang Bali telah menempatkan minuman fermentasi itu bukan minuman buta kala, tetapi sebagai bagian anugrahNya. Secara jelas memposisikan minuman asli masyarakat Bali yakni arak sebagai minuman fermentasi dan desitilasi Bali sebagai simbul Sang Kuasa. “Pergub No: 1 Tahun 2020, telah berhasil mengembalikan makna arak dan menempatkan arak sebagai menuman yang terhormat, sebagai persembahan,” ungkap Prof. Gelgel.
Lebih jauh dijelaskan, sistem distribusi yang telah ditetapkan dalam Pergub mengamanahkan ekonomi gotong royong yang berpihak kepada petani. Ia merinci, harga jual eceran arak DE’ WAN Rp300 ribu, kuntungan distributor maksimum 40% maka arak terjual maksimum Rp420 ribu. “Harga Rp300 ribu dipotong pita cukai Rp80 ribu maka harga dasar prabrik Rp220 ribu. Jika ongkos produksi Rp100 ribu keuntungan produksi 50% maka harga dasar arak di koperasi berkisar Rp170ribu. Hitungan kasar ini akan mengangkat kesejahteraan petani arak,” tutupnya. eja/ama