DAERAH
PHDI: Jaga Kesucian Ida Bhatara, Demo Tolak LNG Jangan Bawa Simbol Bhatara
Denpasar, JARRAKPOS.com – Demo Tolak LNG didepan Kantor Gubernur pada kemarin Kamis 14/7/2022 oleh masyarakat Intaran, Sanur serta para penggiat lingkungan Hidup dengan membawa simbol ida bhatara yang di sakralkan, membuat PHDI angkat bicara. Pasalnya, simbol Ida Bhatara yang disakralkan bahkan dipundut (diusung) oleh para pendemo bahkan viral dimedsos, para pendemo jangan menyamakan simbol bhatara yang sudah disakralkan dengan simbol barang dagangan yang di art shop. Seharusnya para pendemo bisa saling menghargai dengan tidak membawa-bawa simbol kesakralan umat Hindu di Bali, cukup dengan meminta restu dan perlindungan Ida Bhatara ketika akan melakukan aksi demo, hal tersebut diungkapkan oleh Ketua PHDI Bali, Nyoman Kenak.
‘’Kalau benar seperti foto yang beredar di media, nunas sampunang pralinggan Ida Bhatare pundute ke lokasi demo. Bahwa karena keyakinan, perlu nunas restu dan perlindungan Ida Bhatare, cukup dengan sembahyang ring ajeng pralinggan Ida, tangkil ring parahyangan Ida, agar penyampaian aspirasi terhadap proyek tersus LNG di Desa Adat Sidakarya mendapat tuntunan, dan aspirasinya didengar oleh pengambil keputusan. Jadi, Ida Bhatare, pralinggan Ida, aturin melingga melinggih ring parahyangan, cukup umat sane unjuk rasa di lokasi, Ida aturin nyejer ring kahyangan,’’ kata Ketua PHDI Bali, Nyoman Kenak didampingi Sekretaris PHDI Bali, Sekretaris PHDI Bali ketika diminta komentar tentang unjuk rasa penolakan terminal khusus LNG yang menampakkan warga ‘’mundut’’ (mengusung-red) pralinggan Ida Bhatare yang sakral, serta dihiasi adegan ‘’ngurek’’ (menikam diri sendiri dengan keris).
Ketua PHDI Bali, Nyoman Kenak menambahkan, pihaknya yang melihat di media beredar berita tentang pembangunan terminal khusus LNG di kawasan Desa Sidakarya, diisukan akan memangkas berhektar hutan mangrove. Hal itu telah memantik beberapa kali unjuk rasa. Demo penolakan tanggal 14 Juli 2022 ke kantor Gubernur Bali di Renon, dikabarkan disertai atraksi yang sebenarnya disakralkan, ada adegan ‘’ngurek’’ (menancapkan keris ke tubuh sendiri) dan sosok Ida Ratu Mas yang oleh umat Hindu di Bali sangat disakralkan.
‘’Soal demo, itu silakan, merupakan hak warga negara. Soal penolakan pembangunan terminal khusus LNG, silakan, dengan menyertakan dasar dan alasannya. Tapi, sampunang pralingga Ida Bhatare, kepundut ke lokasi demo. Karena dalam demo ada pro-kontra di masyarakat, pasti ada respon dan ujaran-ujaran yang emosional dan justru menyerang termasuk nyerempet kesucian Ida Bhatare. Soal keyakinan, mohon restu Ida Bhatare, kiranya cukup dengan bersembahyang di Parahyangan Ida Bhatare sebelum akan unjuk rasa, mohon perlindungan Beliau. Masih ada kesenian Bali lain yang profan dan bisa dimanfaatkan untuk kreativitas demo, misalnya dengan seni lawak, sambil mengutarakan argumen rasional,’’ ungkapnya.
Kenak menegaskan, demonstrasi selain perlu dilakukan diatas prosedur agar jangan kesandung kasus hukum, juga perlu mempertimbangkan kepatutan. ‘Pralinggan Ida Bhatare itu sakral, milik semua umat Hindu, yang tentu saja ada pro dan kontra, dan sensitif kalau sampai perdebatan beralih dari pro-kontra tersus LNG menjadi pro-kontra dibawanya simbol sakral agama Hindu di lokasi demo. “Jadi, agar tidak sampai terbuka peluang konflik narasi di ranah simbol sakral seperti pralinggan Ida Bhatare ini, untuk mohon perlindungan dan restu Ida Bhatare, cukup dilakukan dengan tangkil diajeng Ida Bhatare, ngaturang sembah subhakti, agar perjalanan penyampaian aspirasi tidak terhambat oleh apapun,’’ katanya seraya menambahkan kalau menggunakan atraksi lawak yang menghibur, atau lawak bernada protes, maka kalau ada yang kontra dan melontarkan narasi negatif, yang diserang mungkin seni lawaknya. Hendaknya, jangan lagi bawa-bawa simbol agama Hindu yang kita sakralkan itu untuk aksi-aksi demo. Pilihlah kesenian yang lebih pas dan bersifat profan.
Sementara Sekretaris PHDI Bali, Putu Wirata Dwikora mengatakan, akan halnya substansi dari penolakan tersus LNG yang ramai beritanya di media, Dwikora menyatakan PHDI Bali baru mengetahui beritanya di media dan merasa belum bisa mengomentarinya. Tapi, kalau PHDI Bali dilibatkan dan mengetahui data-datanya, tentu akan dilakukan kajian, apakah ada yang berkaitan dengan fungsi dan tugas PHDI sebagaimana diatur dalam AD/ART.
‘’Karena data dan substansi permasalahannya belum masuk ke PHDI Bali, tentu kami belum bisa mengomentari soal terminal LNG tersebut. Prinsipnya, PHDI Bali menghormati hak warga negara untuk menyatakan pendapat, baik melalui orasi maupun unjuk rasa. PHDI Bali tidak masuk ke pro-kontra tersus LNG nya. Silakan berbeda pendapat, pemerintah pastinya tidak mengabaikan aspirasi-aspirasi yang berkembang untuk merevisi keputusannya,’’ imbuhnya sambil berharap kedepan, ‘’Ngiring semeton umat sedharma, jaga kesucian simbol agama Hindu kita, suciang pralinggan Ida Bhatare, nunas restu dan perlindungan Ida Bhatare di ajeng parahyangan Ida, sampunang mundut Ida Bhatare ke lokasi demo,’’ Pungkas Dwikora.
Perlu diketahui pada pemberitaan sebelumnya, sejumlah warga Intaran, Sanur, Denpasar akhirnya tetap turun berdemo menolak pembangunan LNG yang rencananya berada di kawasan Desa Adat Sidakarya, Denpasar Selatan, Denpasar. Sayangnya aksi demo warga yang disinyalir ditunggangi oleh para penggiat yang mengaku sebagai penyelamat lingkungan itu, malah dihujat oleh masyarakat Bali, terutama para netizen di media sosial, terutama lewat jaringan WAG (WhatsApp Group). Mereka menuding demo tolak LNG ini mengajak turun simbol “Batara” yang disakralkan di Bali ke jalan untuk mendatangi Kantor Gubernur Bali, pada Kamis, 14 Juli 2022.
Padahal kedatangan mereka hanya untuk mempertanyakan kepastian sikap dari Gubernur Bali, terkait rencana pembangunan Terminal LNG di lahan mangrove, namun anehnya para pendemo tidak berani menyebutkan Terminal LNG berada di wilayah Desa Adat Sidakarya yang notabene bukan bagian dari wilayah Intaran, Sanur. Menyaksikan demo tersebut di media sosial banyak yang menyayangkan aksi yang membawa simbol agama Hindu yang sangat disakralkan. Seperti diungkapkan salah satu tokoh Bali, I Made Sudarta yang mengkritik keras demo tolak LNG yang menurunkan simbol Ida Batara umat Hindu di Bali.
“Mimiiih Bali Sampun modern Go internasional mangkin nggih. Betare diajak sareng demo tolak LNG. Dumun biasanya demo orang kemanten, mangkin demo ngiring Betare berarti kemajuan bagus nggih,” sentilnya dengan mengirim akun salah satu link Live Facebook yang menayangkan langsung aksi demo yang membawa pertunjukan simbol Batara di jalan depan Kantor Gubernur Bali, pada Kamis sore (14/7/2022).
Ia juga mempertanyakan bagaimana pandangan masyarakat Bali terkait aksi demo yang dinilai telah menodai simbol agama untuk tujuan lain. “Punapi pandangan masalah Betare sareng Demo. Setuju napi cocok asanne? Betare diajak bargaining ngalih gae ane tidong-tidong. Ten bani Demo pedidi, makane ngajak Betare nggih,” sentilnya lagi. Secara terpisah, salah satu tokoh masyarakat Denpasar juga menyampaikan kritikan senada. Bahkan ia menduga ada standar ganda atau unsur lain yang sengaja menggunakan simbol agama ini untuk mendapatkan keuntungan maupun dukungan baik moril maupun materiil.
Selain itu, ia menuding demo tolak LNG diduga hanya sebagai kedok penyelamatan lingkungan. Alasannya, karena sangat jelas Gubernur Bali, Wayan Koster sebelumnya secara langsung menanggapi aspirasi masyarakat, sehingga mengarahkan PT. DEB (Dewata Energi Bersih) membangun terminal penyimpanan LNG tidak lagi di areal mangrove. Untuk itulah, PT. DEB harus mendukung kebijakan pemerintah Provinsi Bali untuk memperhatikan serius aspirasi masyarakat terkait rencana pembangunan Tersus LNG di Sidakarya.
“Ternyata temen tyang dari media mendukung demo dengan ngiring Betare ne. Katanya petunjukan dunia memperhatikan dan dapat sponsor banyak LSM nya. Kita akan lawan mereka. Alam semesta pasti punya rencana baik. Jika kita tulus, pasti akan mendapatkan restu alam semesta & Ida Bhatara,” tegasnya singkat. tim/dx/ama
You must be logged in to post a comment Login