POLITIK
Pokir “Lahan Basah” Oknum Dewan
Marianus Gaharpung, dosen FH Ubaya Surabaya
OPINI|Jarrakpos.com|“Pokir” beberapa hari belakangan ini menjadi buah bibir di ruang publik Nian Tana Sikka. Pokir selalu identik dengan perilaku anggota dewan yang diduga nyeleneh (aneh). Ada yang mengatakan anggota dewan sejatinya bukan memikirkan nasib rakyat tetapi bagaimana uang negara bisa dibagi- bagi kepada rakyat seakan- akan hal ini adalah prestasi mereka.
Pokir adalah “makanan lezat” oknum anggota dewan. Oknum dewan bisa- bisanya ikut menentukan siapa kontraktornya bahkan dari kakak adik atau keluarganya. Padahal sejatinya kebutuhan riil warga telah dibahas di Musrengbang.
Musrenbang (Musyawarah Perencanaan Pembangunan) RKPD adalah forum musyawarah antar pemangku kepentingan untuk membahas dan menyepakati langkah-langkah penanganan program kegiatan prioritas yang tercantum dalam daftar usulan rencana kegiatan pembangunan desa/kelurahan yang diintegrasikan dengan prioritas pembangunan. Dari data -data riil di desa atau kelurahan, maka dana Pokir menjadi lahan “basah” anggota dewan untuk bernegosiasi dengan dinas dan kontraktor. Jadi sebenarnya bukan jerih payah anggota dewan untuk rakyat.
Disini letak soalnya, sehingga terkadang sikap oknum anggota dewan lupa diri lupa daratan tidak jaga kewibawaan dirinya sebagai orang yang berkapasitas sebagai pejabat spontan saja berperilaku makelar atau broker perantara dinas dan kontraktor. Dan, ini fakta bukan asumsi.
Makanya Fahri Hamzah, Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia mengatakan wakil rakyat di Senayan ngak tahu kerjanya apa, banyak yang diam saja tunggu bansos lalu dibawa ke daerah- daerah seakan- akan mereka yang berjasa kepada rakyat. Padahal itu corporate social responsibility (tanggungjawab sosial perusahaan) BUMN dan lain lain.
Sama halnya dengan dana pokir, makanya wajar warga masyarakat melihat eksistensi anggota dewan selama 5 tahun kerjanya tidak maksimal demi kepentingan rakyat. Kewenangan pengawas anggaran negara dalam praktik ternyata banyak timbul kasus dugaan korupsi justru oknum-oknum anggota dewan memilih membisu alias “silentum magnum”.
Akhirnya wajar- wajar saja publik menduga oknum anggota dewan sejatinya melakukan praktik KKN atas nama kemiskinan rakyat melalui bansos atau pokir. Perilaku yang sangat keji jika hal- hal demikian ini sungguh terjadi. Oleh karena itu, sangat wajar jika “surat kuasa” yang diberikan kepada anggota dewan selama 5 tahun sangat bisa jadi akan ditarik secara sepihak dengan tidak memilih kembali oknum anggota dewan pada pemilu 2024. Itu artinya oknum anggota dewan hasil pemilu 2024 jangan mengulangi “perilaku buruk” terhadap proyek dana pokir yang justru merendahkan martabatnya sebagai wakil rakyat. Berikan ruang kebebasan penuh bagi dinas/ badan untuk mengeksekusi dana pokir dan anggota dewan cukup melakukan pengawasan di daerah pemilihannya proyek dana pokir tepat guna dan sasaran atau tidak.
You must be logged in to post a comment Login