Connect with us

SUARA PEMBACA

“Polisi di Simpang Narkoba..?!”

JP Kurnia

Published

on

Kapolda bernama Irjen Pol. Teddy Minahasa membuat berita. Berita gagal makna. Terkait kasus narkoba. Bukan dia seharusnya mengirim pelaku kejahatan narkoba ke penjara. Justru dia yang ditangkap, karena dugaan perkara narkoba.

Teddy dalam transisi jabatan kapolda. Dia diperintahkan kapolri, meninggalkan pos Polda Sumbar. Siap jadi Kapolda Jatim, menggantikan Irjen Pol. Nico — buntut Tragedi Kanjuruhan, Malang.

Memprihatinkan. Bahkan memalukan. Kasus narkoba yang menyeret Irjen Teddy, dimungkinkan terjadi semasa Kapolda Sumbar itu. Belum dilakukan sertijab antara Teddy dengan Nico. Kapolri, Jenderal Pol. Listyo Sigit — segera membatalkan mutasi atasnama Teddy Minahasa.

Dia dicokok polisi. Divisi Propam Polri menangkapnya. Berita terakhir menyebutkan, petinggi polri itu menjual barbuk narkoba jenis sabu sekira 5 kg. Wow, diprakirakan setara miliaran rupiah.

Advertisement

Polisinya polisi menangkap polisi. Untuk satu ini, bolehlah diacungi dua jempol. Polisi tak pandang bulu. Itu bagian penting komitmen Kapolri dalam pemberantasan tindak pidana judi _on line_ dan narkoba. Prestasi Polri, sekaligus memprihatinkan. Ya, lantaran pelakunya adalah anggota polisi sendiri.

Baru beberapa hari lalu, Irjen Teddy mewarnai berita media. Dia beroleh “promosi” menjadi Kapolda Jatim. Menggantikan Irjen Pol. Nico Afinta yang ditarik ke Mabes Polri, menyusul Tragedi Kanjuruhan, Malang. Belum berlangsung Sertijab antarkeduanya, pejabat baru Teddy Minahasa mendahului tragedi. Tak terbayangkan, kasus narkoba pula.

Memprihatinkan, justru memaksa keterlibatan institusi polri. Bertubi-tubi dan lagi-lagi, terjadi dalam tiga bulan terakhir. Ada apa (sesungguhnya) dengan institusi polri?!

Polisi menangkap polisi, di satu sisi tentu bagian dari prestasi Polri. Menumpas kejahatan judi _online_ dan sindikat narkoba. Polisi tak peduli si pelaku juga polisi. Tanpa kecuali. Sebaliknya, apa jadinya — ketika polisi ditangkap polisi — pasti, bukan sekadar berita. Di sisi inilah, substansinya.

Advertisement

Belum rampung dan tuntas, perkara yang melibatkan polisi sebelum ini. Polisi menembak polisi. Melibatkan “aktor utama” Ferdy Sambo. Juga _level_ perwira tinggi berpangkat inspektur jenderal (Irjen) polisi. Bahkan dalam jabatan kepala divisi profesi dan pengamanan (propam) Polri. Sebuah jabatan prestisius yang sejatinya menjanjikan banyak hal.

Polisi menembak polisi, bertajuk Peristiwa Duren Tiga, 08 Juli 2022. Masih berproses menuju pengadilan. Jelang dua bulan berikutnya, pecah Tragedi Kanjuruhan pada 01 Oktober 2022. Tragedi kemanusiaan yang menelan korban 132 jiwa. Menggegerkan dunia sepakbola mancanegara. Kali ini, polisi dinilai bertanggungjawab dalam peran sistem pengamanan. Kapolda Jatim, Irjen Pol. Nico Afinta — pun dicopot dari jabatannya.

Di spasi transisi jabatan Kapolda Jatim itulah, tragedi polisi kembali terjadi. Baru dua pekan berselang Tragedi Kanjuruhan. Kapolda Sumbar, Irjen Pol. Teddy Minahasa dicokok polisinya polisi. Bisa jadi suatu kebetulan, bisa juga tidak. Antarkeduanya bersinggungan peristiwa dan waktu. Nico ditarik ke Mabes Polri. Penggantinya, itu tadi — Teddy — tertanggal 10 Oktober 2022. Dia pun sudah siap _to say goodbye_ dari pos Polda Sumbar.

Latar berita “kebetulan” antara Nico dan Teddy. Nico baru sehari dinyatakan Kapolri sebagai tidak terlibat dalam Kasus Sambo. Dia selaku Kapolda Jatim yang sebelumnya diduga terkait Perkara Duren Tiga bersama dua kapolda lain. Selang sehari pernyataan Kapolri (Jumat, 30 September 2022), terjadi Tragedi Kanjuruhan di Malang — Sabtu, 01 Oktober 2022. Dalam hal, Irjen Teddy yang baru mau menuju pos Kapolda Jatim — menggantikan Nico — sudah lebih dulu dicokok Propam Polri. Kasus narkoba pula. Alih-alih memberantas penyalahgunaan barang haram itu. Justru dia yang polisi sebagai pelakunya. Mengesankan “kebal”. Mendadak lupa ada polisi atas polisi.

Advertisement

Penempatan Teddy Minahasa ke Mapolda Jatim, sesungguhnya sebuah “promosi” jabatan. Teddy bagai memupus sendiri prestasinya. Dia pernah ungkap kasus 41,4 kg sabu di Bukittinggi. Perannya pada Mei 2022 itu terbilang catatan sejarah Polda Sumbar yang dipimpinnya. Tentu tak terbayangkan, justru kelak (5 bulan setelah itu -pen) — malah dia sebagai diduga pelaku kasus narkoba. Bila benar, rasanya tak cukup sebatas ironis. Dalam hal kekayaan, konon Teddy nomor satu di antara kapolda kini. Terkaya dengan harta lebih dari rp 29 miliar. Sebagian besar atau 85% berupa aset tanah bangunan mencapai 53 bidang senilai sekira rp 26 miliar. Teddy dimungkinkan berhenti. Kapolri sudah membatalkan mutasi sebagai Kapolda Jatim.

Lazimnya, polisi merangsek dan menangkap pelaku tindak pidana. Utamanya kejahatan judi _online_ dan narkoba. Dalam banyak hal, ya biasa saja. Memang, itu tupoksinya. Pada skala besar dan meliputi jaringan luas, baru dinilai jempolan. Baru unjuk berita. Media publik pun berlomba menjadikan berita itu sebagai _head line_. Berita utama yang siap dibaca. Pemahaman publik tentang polisi, ya serupa itu. Tak terbayangkan, bila kemudian — justru oknum polisi yang jadi bagian dari tindak pidana itu.

Berita terkait polisi, kadung bersahutan. Melahap ruang publik yang tengah dahaga akan prestasi polri. Slogan “Presisi”, nyata terdistorsi. Saatnya mereformasi institusi Polri..!!. (red /tim)

 

Advertisement

Penulis : Ketua Komunitas Wartawan Senior (KWS) Jawa Barat