EKONOMI
Putu Suwantara : Hukum Indonesia Belum Siap Hadapi Revolusi Industri 4.0
“Dari situ saya tahu sistem disana tidak seberat sistem disini. Salah satu teknologi untuk mampu mengefisiensi kecepatan di dalam satu transaksi tidak bisa dilakukan di Indonesia karena perbedaan rumpun hukum itu,” jelas pengusaha muda di bidang properti ini. Dijelaskan, di Malaysia fungsi notaris tidak seperti di Indonesia karena disana hanya berfungsi sebagai register saja dan selanjutnya semua transaksi ditangani lawyer (pengacara). Inilah yang menjadi pemikiran ke depan harus dilakukan banyak kajian dan studi banding dengan para dosen yang memiliki rumpun hukum berbeda, agar Indonesia mampu menghadapi tantangan revolusi berbasis teknologi ke depan.
Secara sepintas bisa disimpulkan sistem hukum common law sudah mampu mengadopsi perkembangan transaksi di era digital. Sementara di Indonesia sistem hukum masih memberi banyak peluang kebocoran pendapatan bagi negara. Bila ini tidak segera disikapi maka tatanan wacana tidak akan mampu mengimbangi kemajuan yang ada. Jadi sistem hukum di Indonesia belum maksimal bisa menyentuh transaksi secara elektronik. Bahkan ketika hukum menyentuhnya banyak terjadi perdebatan seperti halnya permasalahan taksi online yang terjadi saat ini. “Contoh taksi online dan taksi biasa (konvensional, red). Aturan hukum taksi biasa ada. Sekarang juga ada taksi online berbasis teknologi. Dan ketika banyak terjadi masalah, maka baru muncul hukum yang mengatur dan sudah terlambat,” sentilnya.
Baca juga : Properti di Bali Menggeliat, “Pandawa Garden” Mengawali Hunian Berkelas di Bukit Naga Emas
You must be logged in to post a comment Login