DAERAH
Reklamasi Area Dumping 1 dan 2 Pelindo Akui Masih Bodong
Denpasar, JARRAKPOS.com – Pelindo Regional 3 akhirnya menjawab tudingan kawasan reklamasi untuk pengembangan area atau Dumping 1 dan 2 masih bodong alias belum mengantongi sertifikat tanah. Melalui siaran pers, Jumat (5/8/2022) Departement Head Hukum dan Humas Pelindo Regional 3, Karlinda Sari mengakui dalam hal pengembangan area pengembangan 1 dan 2, Pelindo sudah melakukan koordinasi, memperoleh perizinan dan mendapatkan dukungan dari beberapa pihak seperti Kementerian Perhubungan, BUMN, KLHK, ATR dan KKP. Pelindo juga menggandeng Aparat Penegak Hukum setempat dan Nasional, salah satunya Kejaksaan Agung RI untuk turut mendampingi dan mengawasi pekerjaan proyek tersebut mengingat pengembangan BMTH merupakan salah satu proyek strategis nasional, yang juga dimanfaatkan untuk menunjang kegiatan G20 di Bali sehingga harus disukseskan bersama.
“Untuk pengurusan hak atas tanah (sertifikat tanah) di area pengembangan 1 dan 2, kami terus melakukan koordinasi dengan berbagai pihak terkait, dimana hak atas tanah tersebut akan dilakukan pengurusan HPL oleh Kementerian Perhubungan ke BPN terlebih dahulu, yang kemudian nantinya Pelindo akan memohonkan hak atas tanah diatas HPL Kementerian Perhubungan tersebut,” sebut Karlinda. Dia menjelaskan dalam hal pelaksanaan proyek Bali Martime Tourism Hub sebagai salah satu proyek strategis negara, PT Pelabuhan Indonesia (Persero) atau Pelindo berkomitmen penuh melaksanakan kegiatan tersebut sesuai dengan peraturan yang berlaku dan menjunjung tinggi prinsip tata kelola perusahaan yang baik sesuai Good Corporate Governance (GCG) untuk menciptakan kepercayaan stakeholder dan public terhadap perusahaan.
Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan melakukan pengurusan dan pemenuhan berbagai persyaratan admistrasi dan perijinan proses pengembangan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Tak hanya itu, Pelindo juga berkomitmen melakukan pengembangan kawasan pelabuhan sesuai dengan pola penataan dan pengaturan tata ruang daerah setempat. Karlinda Sari mengatakan, dalam upaya pengembangan BMTH diarea eksisting pelabuhan, Pelindo telah mengantongi surat ijin mendirikan bangunan atau IMB dari pemerintah setempat dalam hal ini adalah pemerintah Kota Denpasar melalui Dinas PUPR setempat. “Di dalam area eksisting Pelabuhan Benoa kita lakukan pembangunan infrastruktur penunjang BMTH seperti UMKM Mart, dan hal ini sudah kami koordinasikan dengan pemerintah setempat agar sesuai dengan tata ruang daerah, selain itu kami juga sudah mendapatkan surat Ijin Mendirikan Bangunan atau IMB,” jelas Karlinda.
Sebelumnya PT Pelabuhan Indonesia (Persero) atau Pelindo melakukan pengembangan Pelabuhan Benoa menjadi BMTH dengan mengusung konsep Butterfly Route. Dalam pengembangannya, Benoa Cruise Terminal di Pelabuhan Benoa sebagai bagian utama BMTH diproyeksikan tidak hanya menjadi hub terminal cruise atau tempat sandar kapal pesiar terbesar di Indonesia, bahkan di Asia. Tetapi juga menjadi pusat pariwisata kemaritiman yang dilengkapi dengan Marina Yacht, Yacht Club, Theme Park, Sport Facility, serta dilengkapi dengan beragam fasilitas yang mendukung industri dan aktivitas perekonomian seperti LNG Terminal, Liquid Cargo Storage, Wet Berth, Dry Berth, Bali Fish Market, dan juga retail UMKM. PT Pelabuhan Indonesia (Persero) yang juga dikenal dengan Pelindo adalah Badan Usaha Milik Negara yang bergerak dalam bidang jasa kepelabuhanan.
Tugas, wewenang, dan tanggung jawab Pelindo mengelola pelabuhan yang tersebar di 32 provinsi di Indonesia. Pelindo menjalankan bisnis inti sebagai penyedia fasilitas jasa kepelabuhanan yang memiliki peran kunci guna menjamin kelangsungan dan kelancaran angkutan laut. Dengan tersedianya prasarana transportasi laut yang memadai, Pelindo mampu menggerakkan serta mendorong kegiatan ekonomi negara dan masyarakat. Diketahui sebelumnya, Desakan Wali Kota Denpasar, IGN Jaya Negara untuk membangun Terminal LNG di kawasan Pelabuhan Benoa milik Pelindo menjadi tanda tanya besar berbagai kalangan. Apalagi berkali-kali menyatakan tetap ngotot, agar Tersus LNG yang dirancang Perusda Provinsi Bali di Desa Adat Sidakarya ditolak dan hanya bisa dibangun oleh PT. Pelabuhan Indonesia (Persero) atau Pelindo di lahan reklamasi Dumping II Pelabuhan Benoa. Anehnya Wali Kota Jaya Negara belum membaca dengen jelas bahwa dalam Perda No.8 Tahun 2021 Tentang RTRW Kota Denpasar dengan tegas menetapkan infrastruktur jaringan gas di Kelurahan Pedungan dan Desa Sidakarya.
Dalam RTRW Kota Denpasar pada Pasal 20 khususnya Ayat 2 yang berbunyi: “(2), Jaringan infrastruktur minyak dan gas bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas: a. infrastruktur minyak dan gas bumi yang terletak di Kelurahan Pedungan dan Desa Sidakarya; dan b. jaringan minyak dan gas bumi meliputi jaringan yang Menyalurkan Minyak dan Gas Bumi dari Fasilitas Produksi-Tempat Penyimpanan terletak di Kelurahan Pedungan, Kelurahan Sesetan dan Desa Sidakarya. Namun, pernyataan mengejutkan dibongkar oleh pihak Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Kota Denpasar yang menuding sampai saat ini, lahan reklamasi Pelindo di Damping I dan II diduga belum mengantongi sertifikat tanah alias lahan bodong.
Apalagi Pelindo telah melakukan pembangunan proyek di atas lahan reklamasi pada Damping I dan Damping II yang menggunakan anggaran milik negara sekitar Rp1,2 triliun begitu di sekitar kawasan Teluk Benoa. Namun hingga saat ini, reklamasi Pelindo masih dinyatakan oleh ATR/BPN Denpasar masih bodong, karena belum pernah mengajukan pengukuran lahan reklamasi, apalagi bisa mengurus ijin lainnya, termasuk untuk pembangunan Tersus LNG yang diperlukan sangat mendesak oleh PT. Indonesia Power untuk bahan bakar pembangkit listrik di Pesanggaran, Denpasar Selatan. Artinya, juga bisa disinyalir tidak memiliki alas hak berupa sertifikat hak guna bangunan (HGB), sehingga patut dicurigai pembangunan dilakukan sekarang ini belum mengantongi izin mendirikan bangunan alias IMB atau Ijin Penyesuian Bangunan.
“Terkait permohonan, kami sarankan untuk tanyakan langsung ke Pelindo, karena sampai saat ini Pelindo belum pernah mengajukan permohonan ke kami (ATR/BPN Kota Denpasar, red) makanya kami tidak tau persis. Jadi saran kami silahkan koordinasi dengan Pelindo karena mereka yang punya proyek,” ungkap Ida Ayu Ambarwati selaku Kasubag TU ATR/BPN Kota Denpasar kepada wartawan, Selasa (2/8). Ida Ayu Ambarwati menegaskan, terkait batas-batas lahan reklamasi di Teluk Benoa dan juga luasan dikatakan pihak ATR/BPN Denpasar tidak tahu menahu soal itu, baik batas-batasnya karena belum ada laporannya ke ATR/BPN Denpasar. “Terkait dengan masalah batas obyek wilayah yang menjadi pertanyaan ke kami tentang tanah reklamasi Pelindo, dari kami di BPN mempersilahkan melakukan konfirmasi ke pemerintah Kota Denpasar, karena Pelindo masuk wilayah hukum Kota Denpasar sehingga jika ada permohonan sertifikasi obyek nanti kalau sudah sertifikasi tentu masuk di Kota Denpasar. Apalagi hingga saat ini kami di BPN belum tahu menahu soal itu, baik batas-batasnya karena juga belum ada laporannya ke BPN,” pungkasnya.
Dihubungi terpisah, Ali Sodikin, M.Mar yang menjabat sebagai CEO Pelindo Regional Bali Nusra, pada Rabu (3/8) juga belum bisa merespon terkait tudingan tersebut. Untuk diketahui sebelumnya Group Head Sekretariat Perusahaan Pelindo, Ali Mulyono mengatakan, pihaknya tak hanya melakukan percepatan pembangunan di sisi darat, namun juga berfokus pada pembangunan fasilitas di sisi laut khususnya kolam dan alur kapal di Benoa. Hal ini disampaikan Pelindo setelah menerima bantuan negara yang didapat melalui Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp 1,2 Triliun untuk mendukung pembangunan Bali Maritime Tourism Hub (BMTH) khususnya pengerukan alur dan kolam pelabuhan. tim/ama/ksm
You must be logged in to post a comment Login