NEWS
Reklamasi Pelindo di Teluk Benoa Bermasalah, Warga Penyading Tak Ada Tanda Tangan
Denpasar, JARRAKPOS.com – Ketua DPRD Provinsi Bali, I Nyoman Adi Wiryatama, S.Sos., M.Si., langsung pasang badan untuk mempertanyakan sikap Pelindo Regional 3 Bali Nusra yang berencana melanjutkan pengerukan alur dengan memotong karang untuk pengembangan kawasan Pelabuhan Benoa. Apalagi ternyata mega proyek Pelindo yang mengeruk alur, sekaligus mengurug laut atau reklamasi Damping 1 dan Damping 2 di Teluk Benoa untuk proyek pengembangan Pelabuhan Benoa menuai polemik dan kontroversi. Bahkan, tokoh masyarakat dari Br. Sakah, Desa Adat Kepaon, Desa Pemogan, Denpasar Selatan, Denpasar, I Ketut Jana mengaku warganya selaku penyanding tidak ada yang menandatangani Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal). Bahkan selama ini sangat minim sosialisasi dan warga merasa diabaikan.
“Membaca kondisi yang mana Reklamasi Teluk Benoa dilakukan Pelindo III khususnya Dumping 1 yang sekarang sedang proses pembangunan fisik tentunya izin Amdal-nya patut diduga abu-abu, mestinya segera ditetapkan sebagai wilayah Kepaon. Wilayah kami jangan dijadikan obyek proyek saja dengan dalih pusat dan pengembangan wisata Bali namun mengabaikan hak kami sebagai warga terdampak langsung,” beber mantan Kepala Dusun Banjar Sakah itu, saat ditemui di Denpasar belum lama ini. Ia juga menyebutkan, persoalan reklamasi Dumping 1 yang masuk wilayah milik Kepaon sudah lama bermasalah. Apalagi tidak ada warganya yang dipekerjakan di proyek tersebut. Namun dikatakan justru pihak Pelindo III terkesan mengabaikan. Bahkan dikatakan sudah ada hasil rapat koordinasi yang dilakukan di Kantor Camat Denpasar Selatan tapi tidak ditindaklanjuti sampai sekarang.
“Dulu saat masih konstruksi sempat ribut. Dan telah dilakukan beberapa kali rapat koordinasi di kantor Camat Denpasar Selatan melibatkan stakeholder pemegang kebijakan namun hasilnya juga terkesan diabaikan,” imbuh Ketut Jana. “Jangan hanya saat membangun Fasilitas Umum Pendukung seperti IPAL DSDP (Instalasi Pengolahan Air Limbah Denpasar Sewerage Development Project) dan reboisasi mangrove kami sebagai masyarakat pribumi diberi angin surga. Akan tetapi, saat reklamasi Dumping 1 Pelindo yang jelas di Barat Loloan Prapat Nunggal masuk wilayah Kepaon kami dilupakan,” keluhnya. Ketut Jana menuturkan, kawasan dumping 1 itu adalah tempat warga Kepaon mencari ikan sebagai mata pencaharian kala belum Pariwisata maju seperti sekarang.
Pihaknya menekankan, sebagai masyarakat yang punya wilayah dan terdampak langsung wajib mendapatkan manfaat sosial ekonomi untuk biaya Yadnya Pura yang ada di sekitar tempat sudah di reklamasi Pelindo. Ia menuturkan Kepaon merupakan desa tua memiliki banyak Pura yang butuh biaya untuk piodalan (upacara agama/hari lahir pura) atau upakara, lunga ke Pura Sakenan, dan upacara adat agama lainnya. Pihaknya menyayangkan ada pihak-pihak tertentu berusaha mengaburkan batas wilayah demi kepentingan pribadi. “Itulah hal penting secara Niskala (gaib/maya) wajib dipertimbangkan Pemerintah Kota Denpasar dalam menetapkan status wilayah reklamasi Dumping 1 dilakukan Pelindo. Jadi harus segera diputuskan untuk hal terbaik bagi masyarakat secara Sakala (nyata) dan Niskala dan juga kejelasan Pelindo membangun proyek di Bali,” katanya.
“Jangan main-main di Teluk Benoa karena Niskala pasti akan membuat keputusan terbaik bagi masyarakat dan Ida Bhatara Sesuhunan Pra Sanak Dalem Sakenan yang banyak ada di Kepaon,” pungkas Ketut Jana. Selain legalitas perizinan, dampak kerusakan lingkungan laut di reklamasi tersebut, terutama terumbu karang, mata pencarian penduduk lokal, matinya rumput laut dan pohon mangrove jadi topik perbincangan hangat di masyarakat. Perlu diketahui sebelumnya, pihak Pelindo Regional 3 Bali Nusra dinyatakan Kantor Agraria Tata Ruang/Badan Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Denpasar belum pernah mengajukan pengukuran lahan reklamasi. Artinya, disinyalir tidak memiliki alas hak berupa sertifikat hak guna bangunan (HGB) atau pun hak pengelolaan (HPL). Maka patut diduga juga pembangunan dilakukan sekarang ini belum mengantongi izin mendirikan bangunan (IMB) atau persetujuan bangunan gedung (PBG).
“Terkait permohonan, kami sarankan untuk tanyakan langsung ke Pelindo, karena sampai saat ini Pelindo belum pernah mengajukan permohonan ke kami (ATR/BPN Kota Denpasar, red) makanya kami tidak tau persis. Jadi saran kami silahkan koordinasi dengan Pelindo karena mereka yang punya proyek,” ungkap Ida Ayu Ambarwati selaku Kasubag TU ATR/BPN Kota Denpasar kepada wartawan di Denpasar Bali, Selasa (2/8/2022). Ida Ayu Ambarwati menegaskan, terkait batas-batas lahan reklamasi di Teluk Benoa dan juga luasan dikatakan pihak ATR/BPN Denpasar tidak tahu menahu soal itu, baik batas-batasnya karena belum ada laporannya ke ATR/BPN Denpasar.
“Terkait dengan masalah batas obyek wilayah yang menjadi pertanyaan ke kami tentang tanah reklamasi Pelindo, dari kami di BPN mempersilahkan melakukan konfirmasi ke pemerintah Kota Denpasar, karena Pelindo masuk wilayah hukum Kota Denpasar sehingga jika ada permohonan sertifikasi obyek nanti kalau sudah sertifikasi tentu masuk di Kota Denpasar. Apalagi hingga saat ini kami di BPN belum tahu menahu soal itu, baik batas-batasnya karena juga belum ada laporannya ke BPN,” tutup Ambarwati. Di sisi lain, Departement Head Hukum dan Humas Pelindo Regional 3 Karlinda Sari mengatakan, dalam upaya pengembangan Bali Maritime Tourism Hub (BMTH) di area eksisting pelabuhan, Pelindo telah mengantongi surat ijin mendirikan bangunan atau IMB dari pemerintah setempat dalam hal ini adalah pemerintah Kota Denpasar melalui Dinas PUPR (Pekerjaan Umum Penataan Ruang) setempat.
“Di dalam area eksisting Pelabuhan Benoa kita lakukan pembangunan infrastruktur penunjang BMTH seperti UMKM Mart, dan hal ini sudah kami koordinasikan dengan pemerintah setempat agar sesuai dengan tata ruang daerah, selain itu kami juga sudah mendapatkan surat Ijin Mendirikan Bangunan atau IMB,” jelas Karlinda. Sementara itu dalam hal pengembangan di area pengembangan 1 dan 2, Pelindo juga sudah melakukan koordinasi, memperoleh perizinan dan mendapatkan dukungan dari beberapa pihak seperti Kementerian Perhubungan, BUMN, KLHK, ATR dan KKP. Pelindo juga menggandeng Aparat Penegak Hukum setempat dan Nasional, salah satunya Kejaksaan Agung RI untuk turut mendampingi dan mengawasi pekerjaan proyek tersebut mengingat pengembangan BMTH merupakan salah satu proyek strategis nasional, yang juga dimanfaatkan untuk menunjang kegiatan G20 di Bali sehingga harus disukseskan bersama.
“Untuk pengurusan hak atas tanah di area pengembangan 1 dan 2, kami terus melakukan koordinasi dengan berbagai pihak terkait, di mana hak atas tanah tersebut akan dilakukan pengurusan HPL oleh Kementerian Perhubungan ke BPN terlebih dahulu, yang kemudian nantinya Pelindo akan memohonkan hak atas tanah di atas HPL Kementerian Perhubungan tersebut,” pungkas Karlinda. tim/ama/ksm
You must be logged in to post a comment Login