Connect with us

    DAERAH

    Saksi Sebut Setya Novanto Terima Jatah Tujuh Persen

    Published

    on

    hvgkjhj

    JAKARTA – Nama Ketua DPR RI Setya Novanto kembali disebut dalam pembagian uang dalam kasus dugaan korupsi pengadaan KTP elektronik, di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

    Direktur PT Java Trade Utama, Johanes Richard Tanjaya mengaku pernah mendengar dari rekannya Jimmy Iskandar Tedjasusila alias Bobby mengenai aliran yang disetor kepada Setya Novanto.

    “Apa pernah dapat info dari Bobby, SN Grup dapat 7 persen?” kata Jaksa KPK Abdul Basir di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (20/4/2017) kemarin.

    Johanes membenarkan pertanyaan jaksa tersebut. Selain membenarkan, Johanes membetulkan istilah SN Grup sebenarnya adalah pribadi dan bukan kumpulan.

    Advertisement

    “Mau nggak mau ya Setya Novanto,” kata dia.

    Terkait pembagian uang 7 persen kepada Setya Novanto mengenai kebutuhan Rp 200 miliar untuk pembahasan e-KTP, Johanes mengatakan Dedi Prijono hendak meminjam uang Rp 200 miliar ke Bank BRI.

    Dedi Prijono adalah kakak pengusaha Andi Narogong, yang ikut dalam tiga konsorsium lelang e-KTP.

    Dalam persidangan juga terungkap, Direktur PT Murakabi Sejahtera, Irvanto Hendra Pambudi, pernah berbicara kepada salah satu rekannya, Jimmy Iskandar Tedjasusila alias Bobby, bahwa biaya yang akan dikeluarkan terkait proyek KTP elektronik sangat besar.

    Advertisement

    Hal itu dikatakan Bobby saat bersaksi.

    “Irvan sempat bicara biaya besar banget. Saya tanya berapa besar, 7 persen kata dia. Dia bilang buat Senayan,” kata Bobby kepada jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

    Kepada jaksa KPK, Johanes menyebut bahwa Irvan adalah keponakan dari Ketua DPR Setya Novanto.

    Johanes mempertegas, biaya 7 persen yang diminta tersebut adalah bagian untuk Setya Novanto dalam proyek e-KTP.

    Advertisement

    Dalam surat dakwaan, PT Murakabi Sejahtera merupakan salah satu konsorsium yang mengikuti lelang proyek e-KTP.
    Konsorsium Murakabi sengaja dibuat oleh pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong, sebagai pendamping Konsorsium PNRI yang akan mengerjakan proyek e-KTP.

    Dalam kasus e-KTP, proses persetujuan anggaran di DPR disebut dikendalikan oleh beberapa pimpinan fraksi.

    Dua di antaranya adalah Ketua Fraksi Partai Golkar Setya Novanto dan Ketua Fraksi Partai Demokrat Anas Urbaningrum.

    Keduanya disebut mengkoordinasikan setiap pimpinan fraksi untuk menyetujui anggaran e-KTP sebesar Rp 5,9 triliun.
    Saat itu, perolehan kursi anggota DPR yang terbesar adalah Demokrat dan Partai Golkar.

    Advertisement

    Menurut surat dakwaan, untuk mendorong persetujuan anggaran tersebut, pihak konsorsium melalui Andi Narogong memberikan sejumlah uang kepada beberapa anggota DPR RI.

    Dugaan permufakatan jahat terkait kasus ini, perlahan terungkap. Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Irman ternyata sudah mengatur pihak-pihak yang terlibat bahkan sebelum proyek tersebut ketok palu.

    Johanes mengungkap tahun 2010 pernah diminta Irman untuk mengatur sebuah pertemuan. Johanes kemudian memilih Hotel Sultan dan digelar pada Juni 2010.

    Dalam pertemuan tersebut, turut hadir adalah Irman, Johanes, Andi Narogong, Husni Fahmi selanjutnya jadi ketua tim teknis pengadaan e-KTP dan Sugiharto.

    Advertisement

    “Saya yang pesan kamar itu. Pak Irman bilang supaya aman. Ya ngobrol kita berlima supaya lebih enak Pak,” kata Johanes dalam kesaksiannya.

    Menurut Johanes, pertemuan tersebut memang sengaja diatur karena Irman meminta untuk dikenallkan dengan pihak-pihak yang berhubungan dengan KTP elektronik.

    Dalam pertemuan tersebut, Johanes kemudian dikenalkan dengan Andi Narogong.

    Menurut Johanes, dalam pertemuan tersebut Andi dikenalkan sebagai pengusaha yang akan ikut KTP. Padahal KTP elektronik masih dalam tahap pembahasan.

    Advertisement

    “Dia pengusaha yang akan menjalankan proyek e-KTP itu pak,” kata Johanes.

    Johanes memang bukan orang baru di Kementerian Dalam Negeri. Perusahaannya pernah mengerjakan proyek Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK).

    Dalam kasus ini, Irman dan Sugiharto sudah menjadi terdakwa. Irman adalah mantan direktur jenderal kependudukan dan catatan sipil Kementerian Dalam Negeri.

    Sementara Sugiharto adalah mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen Sugiharto. Negara ditaksir rugi Rp 2,3 triliun dari total anggaran KTP elektronik Rp 5,9 triliun.

    Advertisement
    Continue Reading
    Advertisement
    Click to comment

    You must be logged in to post a comment Login

    Leave a Reply

    Advertisement

    Tentang Kami

    JARRAKPOS.com merupakan situs berita daring terpercaya di Indonesia. Mewartakan berita terpercaya dengan tampilan yang atraktif dan muda. Hak cipta dan merek dagang JARRAKPOS.com dimiliki oleh PT JARRAK POS sebagai salah satu perusahaan Media Cyber di unit usaha JARRAK Media Group.

    Kantor

    Jl. Danau Tempe No.30 Desa Sanur Kauh, Denpasar Selatan, Denpasar – Bali Kode Pos: 80227
    Tlp. (0361) 448 1522
    email : [email protected]

    Untuk pengajuan iklan dan kerja sama bisa menghubungi:
    [email protected]