NEWS
Sambut “Bali Era Baru”, BIPPLH Dukung Program Gubernur Kembalikan Jati Diri Alam dan Lingkungan
Denpasar, JARRAKPOS.com – Ketua Umum Badan Independen Pemantau Pembangunan dan Lingkungan Hidup (BIPPLH) Bali, Komang Gede Subudi mendukung program pemerintah, khususnya Gubernur Bali, Wayan Koster untuk segera mengembalikan jati diri Pulau Dewata yang mengedepankan pelestarian lingkungan sesuai filosofi Tri Hita Karana. Menurut Jro Gede Subudi, sapaan akrabnya, pandemi Covid-19 dijadikan momentum besar dalam mewujudkan cita-cita “Bali Era Baru” sesuai visi pembangunan Gubernur Bali Wayan Koster yakni Nangun Sat Kerthi Loka Bali untuk menyambut new normal life.
“Pandemi Covid-19 telah memberikan dampak positif terhadap pemulihan lingkungan, akibat pembangunan yang kurang terkontrol dan eksploitasi alam yang berlebihan, ” kata Subudi yang juga WKU Bidang Lingkungan Hidup Kadin Bali di Denpasar, Minggu (7/6/2020). Polusi kendaraan pun juga mengalami penurunan, jalanan tidak mengalami kemacetan termasuk pembangunan besar yang menghabiskan sumber daya alam (galian C) pun mengalami pengurangan. Selama pandemi, Bali merasakan kehidupan tanpa pariwisata, obyek wisata kini sepi biasanya 24 jam non stop ada aktivitas untuk melayani para wisatawan khususnya daerah Kuta, Nusa Dua, Jimbaran dan Ubud.
Aliran air di sejumlah sungai di perkotaan juga menjadi lebih bersih. Meskipun belakangan ini ada pengelolaan air permukaan dicurigai timbulkan kebanjiran masyarakat sekitarnya. Hal itu telah dikeluhkan warga namun belum mendapatkan respon dari pihak terkait, khususnya Pemerintah Badung. Selama pandemi Covid-19 ibarat menjadi menjadi recovery juga bagi alam lingkungan dimana banyak negara di dunia menerapkan kebijakan lockdown, karantina wilayah maupun Pembatasan Sosial Sekala Besar atau PSBB (seperti di Indonesia). Sejatinya pandemi memberikan keuntungan bagi lingkungan meskipun sektor kesehatan dan ekonomi harus berjuang menghadapi ganasnya paparan Covid-19.
Hingga saat ini, jumlah pasien positif di Bali secara komulatif mencapai 557 orang. Bertambah 33 orang yang terdiri dari 31 orang WNI (2 orang PMI, 12 orang Imported Case Indonesia, 17 orang Transmisi Lokal) serta 2 orang WNA). Sedangkan pasien yang telah sembuh sejumlah 371 orang (bertambah 2 orang WNI Transmisi lokal), dan yang meninggal tetap sejumlah 5 orang. Sementara pemberlakuan Gubernur Bali Wayan Koster telah menerapkan tatanan kehidupan Era Baru di instansi pemerintah yang tertuang dalam Surat Edaran (SE) Gubernur Bali nomor 730/9899/MP/BKD diberlakukan pada 5 Juni 2020. Kebijakan itu sebagai tindak lanjut dari surat edaran Menteri Kesehatan, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Menteri Dalam Negeri.
Halo itu bertujuan memastikan berjalannya pelaksanaan tugas dan fungsi kinerja instansi secara efektif, namun tetap mengutamakan prosedur kesehatan seperti jaga jarak, penggunaan masker, mencuci tangan, penyediaan hand sanitizer dan lainnya agar terhindar dari Covid-19. Namun, Bali Era Baru bukanlah sekadar tatanan kehidupan menyikapi Covid-19. “Bali Era Baru ini adalah sebuah konsep holistik tatanan kehidupan menuju keseimbangan dan keharmonisan dalam filosofi Tri Hita Karana secara sekala dan niskala,” ungkap Subudi serangkaian juga peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia, 5 Juni 2020. Menurutnya, pembangunan agar berpedoman pada Tri Hita Karana yang merupakan konsep universal yang bersifat kekal.
Untuk menuntut adanya keseimbangan atau keselarasan hubungan manusia dengan Tuhan (Parahyangan), sesama manusia (Pawongan) dan manusia dengan alam (Palemahan). “Situasi yang terjadi saat pandemi Covid-19 ini mungkin bisa dijadikan pelajaran bahwa jika kita harus menerapkan pola hidup ramah lingkungan, menjaga alam lingkungan, menjaga bumi dengan baik,” kata Subudi, seraya memantau bahwa ada kabupaten yang kondisi lingkungannya sangat parah. Belum lagi banyak masalah lingkungan yang begitu kompleks juga di berbagai daerah di Bali. Ini harus jadi perhatian serius dalam menyongsong Bali Era Baru.
“Ada kabupaten yg kondisi lingkungan hidupnya mengalami kerusakan cukup mengkhawatirkan karena galian C dan perambahan hutan,” kata Subudi lantas menegaskan dalam beberapa waktu ke depan BIPPLH akan mengecek keberadaan lingkungan hidup on the spot di setiap kabupaten/kota di Bali. Dikabarkan, penambangan galian C semakin liar di tengah pandemi Covid-19, bahkan mereka menggali lahan produktif dengan berdalih untuk gemburkan tanah dan ambil material berupa batu. “Padahal banyak tanaman produktif dan pepohonan mati,” ujarnya. Para pengusaha Galian C yang bekerja di tengah pandemi juga menimbulkan kecemburuan sosial, Desa Adat terus memperketat pergerakan masyarakatnya.
Namun para penambang tetap bekerja meksipun mereka mengurangi jam operas daripada biasanya. Dikeluhkan pula kepeduliannya terhadap masyarakat sekitar penambangan tidak ada selama pandemi. Justru sumbangan salah satu pengusaha galian C ternama di Karangasem disalurkan jauh dari tempat penambangannya. Kondisi itu menimbulkan penilaian yang beragam dari masyarakat, seolah-olah masyarakat setempat dijadikan “sapi perahan”. Ketidakadilan itu masih tetap dipertontontonkan kepada masyarakat, mereka hanya menyisakan kerusakan lingkungan dan jalanan rusak total tanpa ada perbaikan. Kejanggaln semakin muncul, banyak truk mengambil tambang galian C, namun PAD Karangasem terus alami kemerosotan, pemungutannya nampak masih manual di tengah kemajuan digital.
Selain itu, pihaknya juga menyoroti isu-isu lingkungan di Bali yang perlu dicarikan solusi. Pertama, ancaman Bali krisis air seperti adanya kekurangan air baku untuk irigasi maupun air minum. Kedua, kerusakan lingkungan yang memicu juga bencana alam (seperti banjir/longsor) dan akibat eksploitasi berlebihan. Ketiga, alih fungsi laham pertanian/sawah yang begitu masif dan tidak terbendung yang juga menjadi ancaman tersendiri bagi ketahanan pangan Pulau Dewata. Keempat, tingginya tingkat abrasi yang mengancam pantai-pantai indah di Bali yang perlu penanganan serius pemerintah bersama stakeholder terkait. Kelima, diperlukan upaya pemantapan mitigasi dan adaptasi bencana dalam penataan ruang wilayah. Ini penting terlebih Bali telah memiliki payung hukum baru dalam hal penataan ruang.
Untuk itu, diharapkan adanya pengawalan penerapan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali Tahun 2009-2029 atau Perda RTRWP Bali. Kedua, Perda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K). “Dalam penataan dan pemanfaatan ruang, acuan Bupati/Walikota se-Bali Perda RTRWP, Perda ZWP3K dan UU Lingkungan Hidup. Jika ada pelanggaran Gubernur bisa langsung berikan sanksi. Juga BUMN yang beroprasi di Bali seperti Pelindo III, Angkasa Pura 1, ITDC, PLN dan lainnya wajib mematuhi Perda yang ada dan UU Lingkungan Hidup tersebut,” papar Subudi.
Keenam, Bali juga terus berjibaku menangani ancaman sampah plastik. Namun belakangan berkat berbagai kebijakan dan upaya serius Gubernur Bali, persoalan sampah plastik di Bali mulai perlahan bisa diatasi walau memang Bali belum sepenuhnya bebas dari sampah plastik. Yakni dengan adanya Peraturan Gubernur Bali No. 97 Tahun 2018 tentang Pembatasan Timbulan Plastik Sekali Pakai dan Peraturan Walikota Denpasar Nomor 36 Tahun 2018 tentang Pengurangan Penggunaan Kantong Plastik. Lalu diperkuat pula dengan Peraturan Gubernur Nomor 47 Tahun 2019 Tentang Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber. Ketujuh, masalah kualitas udara di Bali dan bagaimana menciptakan energi bersih dan ramah lingkungan.
Terkait hal ini, BIPPLH pun mengapresiasi Gubernur Bali Wayan Koster yang sangat serius mewujudkan Bali Era Baru pada aspek energi bersih dan kendaraan bermotor listrik yang ramah lingkungan. Langkah nyata Gubernur Koster ini dituangkan dalam dua regulasi atau kebijakan Peraturan Gubernur (Pergub). Yakni Peraturan Gubernur Bali Nomor 45 Tahun 2019 Tentang Bali Energi Bersih dan Peraturan Gubernur Bali Nomor 48 Tahun 2019 Tentang Penggunaan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai. Subudi menegaskan BIPPLH siap ikut mencarikan solusi atas berbagai permasalahan lingkungan Bali dan mendukung kebijakan Gubernur Bali terkait melestarikan dan menjaga alam lingkungan Bali menuju Bali Era Baru.
“Isu lingkungan akan semakin menjadi perhatian dunia, dihrapkan keseriusan negara tersebut menyelamatkan alam lingkungannya sebagai paru-paru dunia,” ungkapnya. Apalagi Bali ingin mempertahankan sektor pariwisata, sudah menjadi sebuah keharusan menyelamatkan lingkungan untuk mendatangkan wisatawan yang berkualitas. Diperkirakn wisatawan ke depan akan mencari obyek wisata yang alamnya indah dan lestari bukan sebatas mewahnya tumpukan beton. BIPPLH mengajak masyarakat menjaga paru-paru dunia mulai dari penyelamatan alam lingkungan Bali agar mewariskan kebaikan pada masa mendatang. aya/ama