NEWS
Siapa Diuntungkan Dibalik Mega Proyek Jawa Bali Crossing?
Ket foto : Ilustrasi pembangunan SUTET (Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi). (Ist)
DENPASAR, JARRAK POS – Energi menjadi salah satu sektor penting diantaranya, oleh sebab itu PT PLN (Persero) sebagai BUMN penyedia listik nasional memiliki rencana untuk membangun SUTET (Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi) 500 kV JBC (Jawa Bali Crossing) dipaksakan untuk menjamin ketersediaan listrik Pulau Dewata beberapa tahun kedepan. Namun siapakah yang diuntungkan dibalik mega proyek itu? Menurut rencana, transmisi sepanjang 220 kilometer dari Paiton (Probolinggo, Jawa Timur) ke Antosari (Bali Selatan) ini mampu memasok daya hingga 2.000 megawatt.
Faisal Basri, Ekonom nasional yang juga Ketua Lembaga Pengkajian, Penelitian dan Pengembangan Ekonomi (LP3E) Kadin Indonesia periode 2009-2010, menyebut sistem kelistrikan interkoneksi merupakan suatu keniscayaan. “Dengan sistem ini, antar daerah dapat saling back up ketersediaan listrik, dan mencegah timbulnya krisis energi yang mungkin terjadi akibat pertumbuhan ekonomi,” katanya saat Media Breafing JBC untuk Bali Hijau dan Sejahtera di Denpasar, Rabu (31/1/2018).
Ia juga mengingatkan bahwa rencana pembangunan JBC ini secara teknis dapat dicarikan solusi yang paling efisien dengan tetap memperhatikan kearifan lokal. “Jangan sampai niat untuk menjamin ketersediaan dan ketangguhan energi Bali dimanfaatkan oleh kelompok kepentingan atau pemburu rente. Ini listrik adalah barang publik dimana segara proses penyediaannya harus transparan,” tegasnya. Bali adalah pintu gerbang Indonesia yang harus kita jaga agar jangan sampai turis kapok mau datang karena polusi. Dan kita harus komit mengurangi gas emisi dan mengembangkan energi baru terbarukan sesuai komitmen kita dalam Paris Agreement.
Ketua Pengurus Harian YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia) Tulus Abadi menyatakan bahwa persoalan listrik menjadi salah satu pengaduan yang banyak masuk ke lembaganya. “Beberapa penyebabnya adalah minimnya kapasitas pembangkit yang ada ditambah dengan belum tersedianya sistem jaringan listrik yang interkoneksi,” ujarnya. Ia juga menambahkan bahwa rencana pembangunan JBC memiliki beberapa keuntungan seperti dapat menurunkan biaya pokok penyediaan listrik, tidak banyak memakan lahan pembebasan tanah, serta lebih ramah lingkungan dibanding membangun pembangkit baru, apalagi PLTU.
Nyatanya, lanjut Tulus, konsumen masih banyak mengeluhkan pelayanan PLN, termasuk di Bali. Di negara lain, listrik sudah bukan lagi obyek aduan karena keandalan infrastruktur kelistrikannya memang sudah tinggi. Di Indonesia, pengaduan masih banyak di bidang product knowledge, proses bisnis, infrastruktur dan sumber daya manusia PLN. “Masalah-masalah inilah yang harus diselesaikan PLN dan menjadi PR (pekerjaan rumah) yang harus segera dituntaskan,” jelasnya.
Mengenai JBC, Tulus menjelaskan bahwa sistem interkoneksi akan memungkinkan Bali menjadi green island, mempermurah biaya penyediaan listrik, meniadakan keharusan menyediakan lahan untuk pembangunan pembangkit, lebih ramah lingkungan daripada membangun pembangkit baru apalagi PLTU, dan sistem interkoneksi merupakan keniscayaan untuk peningkatan pelayanan listrik. “Jadi aneh sekali kalau menolak JBC dan menerima PLTU,” lanjutnya. kar/ama
You must be logged in to post a comment Login