NEWS
Sistem Zonasi Tak Fair, Siswa Malas Belajar Malah Diterima di Sekolah Favorit
Denpasar, JARRAKPOS.com – Seperti diketahui dari dua tahun sebelumnya, para orang tua murid di berbagai daerah banyak yang protes, bahkan sampai menggelar aksi demo penolakan terkait sistem zonasi Pendaftaran Peserta Didik Baru (PPDB) yang dinilai tak fair atau tidak adil. Mereka menuntut agar sistem zonasi ditiadakan, karena memicu banyak kecurangan. Lucunya lagi anak berprestasi dan langganan menjadi juara umum gara-gara tidak masuk zonasi tidak lulus. Sementara siswa yang malas belajar malah mendapatkan sekolah favorit. Mirisnya lagi, mereka makin malas belajar, karena sudah pasti bisa masuk sekolah negeri yang diinginkan, karena rumah tinggalnya dengan domisili di zonasi dekat sekolah.
Pemerhati Sosial dan Pendidikan, Ni Kadek Dharma Susilawati saat dihubungi di Denpasar, Selasa (21/4/2020) meminta agar pemerintah, khususnya gubernur dan bupati/walikota di Bali sepertinya tidak mau menghargai usaha belajar anak-anak selama 6 tahun di SD dan 3 tahun SMP. Ia juga selaku salah satu orang tua yang tahun sebelumnya sempat anaknya gugur tidak diterima melamar di salah satu SMP negeri, merasa sangat kecewa dengan kebijakan pemerintah yang dianggapnya tidak bisa menghargai hasil usaha anak selama belajar di SD dan SMP hingga melanjutkan ke SMA/SMK. Menurutnya, aturan tersebut suatu pembodohan, karena sudah membuat anak-anak stres dan patah semangat.
“Rumah yang anaknya tidak berdomisili dari SMP atau SMA/SMK negeri tersebut, karena KTP orang tuanya tidak di dekat sekolah ini, pasti gugur lewat sistem zonasi ini. Padahal nilai bagus tapi tidak bisa sekolah di negeri. Terus dimana keadilan yang diberikan pemerintah. Sementara anak-anak yang masuk zonasi pasti lolos masuk SMP atau SMA negeri, meskipun nilainya tidak bagus. Kan ini malah bikin anak-anak malas belajar. Apalagi sekarang belajar di rumah, karena wabah Corona ini. Jadi mereka ikut ujian sekolah saja di rumah malas. Ada yang gak jawab soal ujian sama sekali lagi, apalagi disuruh belajar. Coba cek itu ke wali kelas atau kepala sekolahnya. Bener gak? Bener-bener aneh pemerintah sekarang. Bukan nilai dijadikan patokan menyeleksi masuk sekolah. Tapi lewat dekat-dekatan rumah. Apa bisa mendidik sistem seperti itu?,” sentilnya.
Menurutnya, kalau pun menggunakan sistem zonasi, pendaftaran SMP negeri atau SMA/SMK negeri seharusnya menggunakan sistem zonasi sekolah SD atau SMP terdekat dari sekolah siswa asal yang melamar tersebut, bukan malah menggunakan zonasi rumah terdeka. Karena jika zonasi sekolah terdekat digunakan otomatis rumahnya dari sejak SD sudah terdekat dengan sekolah yang ingin dilamar. Selanjutnya setiap siswa yang melamar diseleksi lagi berdasarkan perankingan nilai, sehingga tidak akan ada orang tua siswa yang protes atau demo karena anaknya tidak lulus dengan nilai yang lebih kecil. Selain itu, sistem zonasi dengan sekolah terdekat ini, juga akan memacu anak harus rajin belajar agar bisa diterima di sekolah negeri. “Jika nilainya kecil kan dia tidak ribut lagi dan bisa melamar di sekolah swasta akan otomatis kebagian murid. Ini baru fair dan tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Kan sekarang tinggal gubernur dan bupati/walikota mengatur dan membuat pemetaan zonasi sekolah, agar siswa bisa merata diterima,” jelasnya.
Selain itu, sistem zonasi sebelumnya juga membuat para guru terbebani, lantaran nantinya sekolah tersebut bakal mengikuti lomba-lomba nasional atau internasional. Sementara anak didiknya tidak memiliki nilai yang tinggi. “Ini yang enggak fair. Bagaimana dengan anak yang pintar, tapi lokasi rumahnya tidak strategis. Sedangkan anak yang enggak pernah belajar, tapi rumahnya dekat sekolah favorit bisa masuk,” tutupnya. tim/ama