NEWS
Tak Adil Bagi Transport Online, Jayamahe Tolak Pergub Angkutan Pangkalan
Denpasar, JarrakPOS.com – Pasca Gubernur Bali, Wayan Koster, Jumat (14/2/2020) menerbitkan Pergub Bali No.2 Tahun 2020 Tentang Pelayanan Angkutan pada Pangkalan di Kawasan Tertentu, mendapat penolakan dari paguyuban dan organisasi jasa angkutan berbasis online. Salah satunya Jayamahe Transport yang menyatakan langsung menolak Pergub tersebut. Seperti diungkapkan oleh Aryanto, selaku Dirut dari PT. Dwi Sarana Mesari yang memiliki nama branding Jayamahe Easy Ride menyampaikan, saat Gubernur Koster mengeluarkan Pergub tersebut, sama saja telah melegalkan praktik monopoli usaha angkutan tertentu di wilayah atau zona tertentu.
Padahal, seharusnya Gubernur Koster bisa membuat aturan terkait pemerataan harga, sehingga tidak terjadi disparitas harga antara transportasi online dan konvensional yang memang selama ini menjadi akar permasalahan terjadinya konflik antara transport online dan pangkalan atau angkutan konvesional. Apalagi jika mengutip salah satu Pasal yang menyatakan bahwa “Pengemudi yang tergabung dalam organisasi pengelola pangkalan berhak mendapatkan prioritas atau previlage, berupa prioritas menaikkan penumpang di kawasan tertentu”. Pasal ini ditegaskan Aryanto merupakan salah satu bentuk ketidakadilan dalam persaingan usaha, sehingga Jayamahe Transport langsung menyatakan protes atas Pergub ini.
Baca juga: Gubernur Koster Komit Perjuangkan Pergub Transport Berbasis Pangkalan
Karena itulah, Jayamahe Transport dalam hal ini tetap konsisten akan memperjuangkan kepentingan driver-driver online dan menolak segala bentuk upaya monopoli wilayah ini. “Untuk itu, kami meminta para driver online bersatu, dan menyamakan visi bersama Jayamahe untuk melakukan perlawanan hukum sesuai dengan aturan yang diatur konstitusi negara kita. Masih ada jalan untuk menggugat Pergub tersebut melalui Judicial Review,” tegas Aryanto saat dihubungi di Denpasar, Selasa (18/2/2/2020). Selain itu, pihaknya juga memprotes terkait salah satu Pasal yang melarang angkutan umum tidak dalam trayek di luar anggota pangkalan dilarang untuk menaikkan penumpang di kawasan tertentu.
Seperti yang dirasakan, salah satu pelanggan transport online, Ni Made Sari menyatakan sangat dirugikan dengan adanya aturan itu. Sebagai warga Bali yang bekerja di salah satu hotel di wilayah BTDC Nusa dua, setiap harinya harus menggunakan transportasi online untuk berangkat dan pulang kerja. “Dengan gubernur menerbitkan aturan ini, sama saja telah merampas hak asasi saya untuk memilih moda transportasi mana yang saya anggap aman dan nyaman. Ini kemunduran bagi kami warga Bali,” ujarnya. Dihubungi terpisah, praktisi hukum dan pengamat kebijakan, Togar Situmorang, SH, MH, MAP mengaku menghormati dan mengapresiasi upaya Gubernur Koster untuk menyelesaikan konflik transportasi di Bali, khususnya antara Transport konvensional dan online.
Baca juga: Temui Ratusan Sopir Lokal, Gubernur Koster Serius Bela Transport Konvensional
Biasa di panggil Panglima Hukum, Togar masih menilai Pergub ini masih mengesampingkan hak-hak konsumen. “Kita lihat di salah satu Pasal yang melarang transportasi tidak dalam trayek di luar anggota pangkalan dilarang menjemput penumpang. Hal ini bisa berdampak kepada dilanggarnya hak konsumen dan masyarakat untuk mendapatkan pilihan moda transportasi yang diinginkan. Serta Pasal ini, jelas sekali akan menimbulkan praktik monopoli harga dan usaha,” sentilnya. Apalagi berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen No.8/1999 pada BAB III Tentang Hak Konsumen pada Pasal 4 disebutkan “Hak konsumen adalah Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/jasa; Hak untuk memilih barang dan/ jasa serta mendapatkan barang dan/jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan dan yang dijanjikan”.
Togar yang terdaftar dalam penghargaan “Indonesia Mist Leading Award 2019” dan juga terpilih sebagai The Most Leading Lawyer In Satisfactory Performance Of The Year ini, mengingatkan tentang Undang-Undang Persaingan Usaha No.5/1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli Usaha, sudah sangat jelas diatur bahwa konsumen berhak mendapatkan perlindungan dari upaya praktik monopoli. “Gubernur harus ingat pesan Bapak Presiden Jokowi, bahwa kepala pemerintahan baik walikota ataupun gubernur diharapkan bisa membuat aturan yang bersinergi dan bahkan dilarang untuk membuat aturan yang tumpang tindih dengan peraturan di atasnya. Masyarakat yang dirugikan bisa melakukan Class Action (Judicial Review, red) terkait Pegub ini dan menjadi hak warga negara secara konstitusi,” tegasnya.
Apalagi masyarakat di Bali adalah masyarakat majemuk, dan kepentingan masyarakat semua harus di akomodir. “Dalam menyelesaikan masalah, kiranya Gubernur Koster bisa membuat Pergub yang lebih memiliki asas manfaat kepada masyarakat majemuk, dan bukan hanya untuk sekelompok atau golongan saja,” tutup Togar. tim/ama/ksm