NEWS
Terbongkar Isu Urug Laut yang Disertifikatkan, Luhut “Ngambul” BTID Tak Kebagian Hasil Dredging?
Denpasar, JARRAKPOS.com – Kabar mengejutkan diterima para awak media di Bali, karena diduga ada laut yang sudah disertikatkan oleh BTID (PT Bali Turtle Island Development) yang kini sedang menata proyek Kura Kura Bali di Pulau Serangan, Denpasar Selatan, Denpasar. Isu tersebut juga disinyalir menjadi penyebab alotnya rencana pembangunan terminal khusus (Tersus) LNG di kawasan Desa Adat Sidakarya yang makin tidak jelas akibat tidak kebagian tanah urug untuk laut yang sudah disertifikatkan tersebut. “Kalau hasil dredging (pengerukan) itu semuanya akan dibagikan ketiga desa adat (Desa Adat Intaran, Sidakarya dan Serangan), maka tidak akan kebagian ke dia (Luhut, red) BTID. Kan BTID iye ngelah (dia punya, red). Mohon maaf, karena masih laut yang disertifikatkan. Makanya anggon ngurug to (dipakai urug laut yang disertifikatkan, red). Kalau ada 3 juta meterkubik, maka Luhut gak kebagian dia, makanya dia stop (proyek LNG). Bukan dipakai menata lagi, tapi dipakai mengurug laut yang tidak disertifikatkan. Itu masih laut yang disertifikatkan, tapi belum diurug itu dan masih laut,” ungkap salah satu tokoh Desa Adat Intaran, I Made Arjaya.
Belum lama ini, mantan Ketua Komisi I DPRD Bali itu, membongkar isu laut yang sudah disertifikatkan tersebut tidak bisa diurug sebelumnya, akibat ijin yang diajukan kepada Walikota Denpasar, Ida Bagus Rai Dharma Wijaya Mantra dikatakan tidak mau ditandatangani. “Tapi saat detik-detik terakhir menjelang lengser tidak tahu apa penyebabnya malah ditandatangani. Akhirnya ke luar laut yang sudah disertifikatkan. BPN tidak bisa mengeluarkan sertifikat jika tidak ditandatangani Walikota Pak Rai,” bebernya, seraya menjelaskan proyek pembangunan Tersus di Desa Adat Sidakarya sudah mendapat persetujuan penuh semua desa adat di sekitarnya, termasuk Desa Adat Intaran. Sayangnya malah Pemerintah Pusat melalui surat Menko Kemaritiman dan Investasi (Marves), Luhut B. Pandjaitan malah “ngambul” (ngambek), sehingga menunda turunnya ijin AMDAL proyek tersebut. “Artinya Pak Gubernur kena prank, warga desa adat kena prank akibat situasi politik nasional yang membuat dari yang tidak mungkin menjadi mungkin,” sentil Arjaya.
“Warga desa adat di bawah sudah clear. Tapi sesudah clear ada penolakan ini kan lucu. Pak Koster selaku Gubernur Bali dengan programnya yang berapi-api harus berjuang sekuat tenaga dengan jaringan yang ada,” ujarnya, sembari menegaskan agar Pemprov Bali menagih komitmen Pemerintah Pusat tentang G-20 dan energi bersih, karena direkam digital Bali dipakai percontohan penggunaan energi bersih dan ramah lingkungan dari Pemerintah Pusat yang malah kemudian dipotong dititik akhir. Penundaan pembangunan Tersus LNG di Desa Adat Sidakarya sangat sulit diterima masyarakat, karena sudah dijelaskan manfaatkan energi bersih dalam jangka panjang. “Kok malah ditolak oleh Pemerintah Pusat? Karena kami yang sebelumnya menolak itu, karena tidak paham. Tapi kami diajak kerja sama yang baik dan multiplayer effect dari itu kan kami juga kena dampak ekonominya bagi masyarakat. Cuma setelah kami disadarkan tidak akan merusak lingkungan dan sesuai AMDAL-nya berdasarkan masukan masyarakat diterima masyarakat malah ditolak oleh Pemerintah Pusat,” sesalnya. Sayangnya, baik pihak BTID dan Menko Marves, maupun mantan Walikota Rai Mantra belum bisa diminta klarifikasi terkait isu pengurugan laut yang sudah disertifikat itu, sampai berita ini diturunkan.
Perlu diketahui, program Pemerintah Pusat telah memutuskan pada tahun 2030, Pemerintah Provinsi Bali akan menggunakan green energy. Oleh karenanya, harus terus membangun pembangkit listrik ramah lingkungan dengan dukungan Terminal LNG ini. Tujuan dibangunnya Terminal LNG ini adalah sebagai pintu gerbang penerimaan gas alam khususnya LNG di Pulau Bali. Salah satu alasan lain yang mendorong pembangunan terminal LNG di Sidakarya adalah turut mensukseskan program “Bali Green Province” yang diusung oleh Pemprov Bali sesuai dengan visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali melalui Pola Pembangunan Semesta Berencana menuju Bali Era Baru “Menjaga Kesucian dan Keharmonisan Alam Bali Beserta Isinya, Untuk Mewujudkan Kehidupan Krama Bali Yang Sejahtera dan Bahagia, Sakala-Niskala Menuju Kehidupan Krama dan Gumi Bali Sesuai Dengan Prinsip Trisakti Bung Karno: Berdaulat secara Politik, Berdikari Secara Ekonomi, dan Berkepribadian dalam Kebudayaan Melalui Pembangunan Secara Terpola, Menyeluruh, Terencana, Terarah, dan Terintegrasi Dalam Bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia Berdasarkan Nilai-Nilai Pancasila 1 Juni 1945.
Dalam program tersebut, Pemprov Bali mewajibkan penggunaan gas sebagai bahan bakar di seluruh hotel di kawasan Bali. Peralihan penggunaan BBM ke BBG selain menghemat biaya juga dapat menjaga kelestarian lingkungan, sesuai dengan Pergub Bali No.45 tahun 2019 tentang Bali Energi Bersih. Selain itu, juga ditandatangani PKS Pemprov Bali dengan PT PLN (Persero) No.075/31/PKS/B.Pem.Otda/VIII/2019 pada tanggal 21 Agustus 2019 tentang Penguatan Sistem Ketenagalistrikan dengan Pemanfaatan Energi Bersih di Provinsi Bali. Apalagi dalam RUPTL PLN tahun 2021-2030 diproyeksikan terjadi peningkatan beban listrik di Bali hingga 1.185 MW pada tahun 2023. Karena itu, Terminal LNG di Sidakarya ini sudah sangat mendesak dibangun, setelah dilaksanakan grounbreaking relokasi Pembangkit Tenaga Listrik Tenaga Gas (PLTG) Grati ke Pesanggaran, Denpasar pada Jumat, 18 Februari 2022. Gas alam terkenal paling aman dan tidak berbahaya untuk digunakan sebagai bahan bakar rendah karbon, bebas polusi, tidak ada hujan asam, tidak ada pencemaran merkuri, warnanya biru, emisi CO2 dipotong menjadi 50 persen, dan hanya sepersepuluh dari polutan udara batubara yang dibakar untuk pembangkit listrik.
Untung dari sisi lokasi Terminal LNG yang dirancang tersebut tidak ada satupun aturan yang dilanggar. Bahkan, Perda Kota Denpasar No.8 tahun 2021 tentang RTRW Kota Denpasar yang berlaku dari tahun 2021-2041 dalam Pasal 20 Ayat (2) menerangkan “Sistem Jaringan Energi, bahwa jaringan infrastruktur minyak dan gas bumi terletak di Kelurahan Pedungan dan Desa Sidakarya dan jaringan yang menyalurkan minyak dan gas bumi dari fasilitas produksi – tempat penyimpanan terletak di Kelurahan Pedungan, Kelurahan Sesetan dan Desa Sidakarya. Selain itu, dalam Peta Sebaran Ruang Terbuka Hijau, Potensi RTH Tahura (Perda Kota Denpasar No.8 tahun 2021) mengecualikan area lokasi kegiatan usaha dengan warna putih mengingat sebagai Blok Khusus Tahura Ngurah Rai. Apalagi disadari 80 persen kelistrikan berada di Bali selatan, namun akibat membengkaknya utang PT. PLN (Persero) pada tahun 2021 sebesar Rp631,6 triliun menyebabkan tidak lagi melakukan investasi jaringan listrik, sehingga diputuskan Terminal LNG ini berlokasi di Bali selatan, sehingga berdasarkan studi kelayakan (FS) terpilihlah Desa Sidakarya.
Oleh karena itu, infrastruktur minyak dan gas bumi Terminal LNG dan jalur pipa gas bersifat strategis dan tidak dapat terelakkan dibangun di Desa Sidakarya yang sudah sangat sesuai dengan RTRW Kota Denpasar. Terminal LNG di Desa Sidakarya dengan PKKRPL yang telah terbit, juga diupayakan agar dapat selaras dengan perencanaan RIP (Rencana Induk Pelabuhan) Desa Serangan sebagai pelabuhan pengumpan lokal (Kepmenhub No.KP432 tahun 2020) yang sedang disusun berdasarkan Pasal 73 Ayat (2) UU No.17 tahun 2008, memperhatikan RIPNAS, RTRWP Bali, RTRWK Denpasar, keserasian dan keseimbangan dengan kegiatan lain terkait di lokasi pelabuhan, kelayakan teknis, ekonomis dan lingkungan, keamanan dari keselamatan lalu lintas kapal. Hal ini bertujuan agar dalam penyusunan RIP tidak terjadi overlapping.
Isu lainnya, berkaitan dengan eksistensi kesucian pura di sekitar infrastruktur minyak dan gas bumi Terminal LNG di Desa Sidakarya, juga akan tetap terjaga dengan baik. Terdapat 5 pura yang berjarak di radius 600 meter hingga 2.000 meter dari lokasi kegiatan usaha ini, yakni Pura Sukamerta, Pura Dalem Pengembak, Pura Luhur Dalem Mertasari, dan Pura Tirta Empul Mertasari yang merupakan Pura Kahyangan Desa, serta Pura Sakenan sebagai Pura Dang Kahyangan, namun dibatasi oleh lautan dan beda pulau di Desa Serangan. Jadi berdasarkan Bhisama Kesucian Pura di Bali yang dituangkan ke dalam penjelasan Pasal 67 Ayat (5) Huruf d Perda Kota Denpasar No.8 tahun 2021 tentang RTRW Kota Denpasar diterangkan, “Selanjutnya dalam penjelasan tersebut diuraikan bahwa mengingat hitungan luas radius Kesucian Pura di Bali bila dituangkan dalam peta meliputi luas di atas 35 persen dari luas wilayah Pulau Bali (berdasarkan luas radius 10 Pura Sad Kahyangan dari 252 Pura Dang Kahyangan) dan mengingat bahwa untuk mengakomodasi perkembangan pembangunan akan dibutuhkan lahan-lahan untuk pengembangan kawasan budidaya, maka dilakukan penerapan pengaturan tiga strata zonasi (utama/ inti, madya/ penyangga, dan nista/ pemanfaatan terbatas) dengan tetap memegang prinsip-prinsip Bhisama Kesucian Pura, dan memberi keluwesan pemanfaatan ruang semala tidak mengganggu nilai kesucian pura, terutama zona nista/ pemanfaatan terbatas yang diuraikan lebih lengkap pada arahan peraturan zonasi”.
Berdasarkan ketentuan tersebut, maka ketentuan Bhisama radius Kawasan Tempat Suci di Kota Denpasar tidak dapat diterapkan dengan tegas, karena pada kenyataannya lokasi Tempat Suci di Kota Denpasar sebagian besar adalah di tengah-tengah pemukiman, sehingga dibutuhkan kesepakatan penetapan radius kesucian dengan unsur-unsur pendukung tersebut. Karena itu, dapat disimpulkan kegiatan usaha penyaluran pasokan gas bumi ke Pesanggaran merupakan kegiatan pendukung fasilitas energi bersih yang sesuai dengan Pergub Bali tahun 2019 tentang Energi Bersih. Selain itu, komitmen dari pemrakarsa pembangunan Terminal LNG yang juga telah diamanatkan dengan RKKPRD, maupun RKKRPL yang telah diterbitkan, pelaku usaha wajib memperhatikan lingkungan sekitar, termasuk kawasan suci. Untuk itulah PT. Dewata Energi Bersih (DEB) siap turut serta menjaga kawasan suci sekitar lokasi kegiatan usaha Terminal LNG. tim/jp
You must be logged in to post a comment Login