PARIWISATA
TKA Mafia Toko “Shopping” Tiongkok Marak, Dewan Soroti Lemahnya Kinerja Timpora
[socialpoll id=”2522805″]
Denpasar, JARRAKPOS.com – Buruknya praktek mafia toko “shopping” Tiongkok telah menjadi perhatian publik agar permasalahan itu dibongkar hingga tuntas ke akar-akarnya. Untuk itu, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bali menggelar rapat kerja Komisi I, II dan IV berlangsung panas yang “Membahas permasalahan Pariwisata Bali Khususnya Praktek Bisnis yang Melanggar dan Tidak Sehat”. Acara itu dipimpin Ketua DPRD Bali I Nyomam Adiwiryatama dan dihadiri Wakil Gubernur (Wagub) Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati (Cok Ace) maupun stackholder pariwisata Bali.
Pada kesempatan itu, Ketua Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bali Nyoman Parta menyoroti lemahnya dan nyaris tidak nampak kinerja Tim Pengawasan Orang Asing (Tim Pora) yang di Provinsi Bali. “Mengingat terungkapnya kemarakan toko ‘shopping’ milik mafia Tiongkok yang memperkerjakan Tenaga Kerja Asing (TKA) tanpa dokumen lengkap,” geram Parta di Denpasar, Rabu (31/10/2018). Padahal Tim Pora itu dibentuk dalam memberikan pengawasan terhadap orang asing yang masuk ke wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) agar mereka tidak merusak keutuhan bangsa.
Baca juga :
Pembentukan Tim Pora diatur oleh Peraturan Pemerintah No. 31 Tahun 2013 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. Dalam tingkat provinsi memiliki anggota yang terdiri dari Kantor Wilayah Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM), Kepolisian Daerah, Pemda Bali, Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP), Badan Intelijen Negara (BIN) Daerah, Komando Daerah Militer/Komando Resor Militer, Pangkalan Udara Utama Angkatan Udara, Komando Pangkalan Utama Angkatan Laut, Kejaksaan Tinggi dan Kantor Wilayah Pajak.
Selama ini belum nampak ada penindakan-penindakan serius terhadap TKA yang melanggar aturan yang datang ke Bali. Dikatakan, pelanggaran yang paling banyak terjadi dikarenakan penyalahgunaan Visa kunjungan namun digunakan bekerja. Disamping itu, Visa kerjanya tidak sesuai dengan dokumen. Maka dari itu, ada indikasi kinerja Imigrasi kerjanya kurang maksimal yang merupakan bagian dari Timpora. Oleh karena, Imigrasi yang paling mengetahui orang asing yang masuk keluar ke Bali.
Baca juga :
https://jarrakpos.com/2018/10/27/tak-lengkapi-dokumen-pekerja-tiongkok-usaha-aice-es-krim-disegel/
Begitu juga, pengawasan terhadap orang-orang yang memiliki lama tinggal yang panjang dan berulang kali datang ke Bali dalam setiap tahunnya. Sepatutnya, Imigrasi memberikan perhatian yang lebih terhadap orang-orang asing yang seperti itu. “Bapak serius tidak menjaga NKRI ini yang merupakan harga diri bangsa ini, kalau saya tersinggung dan marah melihat kondisi ini yang menimpa Pulau Bali yang tercinta ini,” keluhnya. Oleh karena, orang Bali telah berupaya semaksimal mungkin merawat kebudayaan Bali yang menjadi daya tarik pariwisata Bali dengan biaya sendiri dari usai dini.
Sejak anak-anak sudah belajar menari, melakukan ritual dan upakara (yajna) maupun menjaga lingkungan agar tetap asri untuk diauguhkan kepada dunia pariwisata. Namun terkadang, pelaku pariwisata kurang menyadari kontribusi nyata masyatakat Bali. Apalagi ada Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Bali yang membuat pertemuan dengan para pelaku toko “shopping” Tiongkok” yang menghasilkan sebuah kesepakatan, padahal kasus itu sedang dituntaskan sampai ke akar-akarnya. Niat baik itu, karena momentumnya kurang tepat akan menjadi penilaian kurang baik dari publik. Parta menambahkan, persoalan TKA masih saling lempar antara Imigrasi dan Dinas Tenaga Kerja Bali.
Baca juga :
https://jarrakpos.com/2018/10/27/zero-dollar-tiarap-bali-datangkan-turis-tiongkok-berkelas-mahal/
Menurutnya, salah satu penyebab itu terjadi akibat adanya dugaan ‘kedekatan’ beberapa oknum pejabat Imigrasi dengan para pemilik toko masuk jaringan mafia Tiongkok. Kuat dugaan, ada oknum di Imigrasi yang ikut bermain dengan para pemilik toko. “Jika ada TKA ilegal di Bali itu tanggung jawab Imigrasi. Karena merekalah yang tahu tentang status orang asing yang datang ke Bali. Imigrasi juga tahu berapa yang datang berapa yang kembali pulang karena semua datanya online. “Harusnya jika ada TKA ilegal harusnya diproses hukum dan segera dideportasi. Jadi jika ada TKA di Bali menyalahgunakan Visa kunjungan menjadi Visa kerja, Imigrasi juga tahu. Masalahnnya, serius apa tidak menegakkan aturan,” sodok Parta.
Untuk itu, pihaknya meminta aparat penagak hukum agar menutup toko-toko bodong apalagi memperkerjakan TKA tanpa birokrasi yang lamban. Ketegasan memang patut diteggakan agar memberikan efek jera dalam membenahi pariwisata Bali. Dikarenakan Bali hanya memiliki SDM saja yang kini terjajah oleh asing dalam bentuk baru. Sementara itu, Sekretaris Komisi III DPRD Bali I Ketut Kariyasa Adnyana meminta penertiban toko-toko “shopping” milik mafia Tiongkok yang jumlahnya hanya 28 toko. “Bagi kami untuk menertibkan 28 toko tidak sulit, apalagi dengan alamat jelas dan lengkap bukan pekerjaan sulit daripada mengorbankan pariwisata Bali,” ujarnya.
Baca juga :
Selain itu, mengusut tuntas para oknum yang ikut “bermain” dalam masalah tersebut, sampai-sampai mereka dalam posisi bodong bisa beraktivitas begitu lama di Bali. Periksa perijinannya, jika sudah tidak ada ijin seperti Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP) agar langsung tutup. Serta kelengkapan lainnya. Begitu juga kejelasan barang-barang yang dijual. Karena ada fakta penipuan, pemalsuan untuk menyebut bahwa barang-barang itu hasil karya Indonesia. Usut pajak penjualan yang selama ini dilakukan, apalagi dengan adanya indikasi penggunaan Wechat sehingga transaksinya masih antat Tiongkok. Tidak menggunakan rupiah sehingga tidak ada devisa. “Saya juga minta pengusutan TKA secara pidana, dan penggunaan lambang negara garuda sebagai stempel,” imbuhnya.
Tertibkan, tutup dan proses secara pidana jaringan Biro Perjalanan Wisata (BPW) bodong. “Bali sangat terbuka dengan wisatawan Tiongkok, Bali tidak perlu jaringan toko mafia Tiongkok, ini sebagai wujud membangun Bali dengan landasan ‘Nangun Sat Kerthi Loka Bali’,” tutupnya. Sedangkan Kepala Divisi Imigrasi Kanwil Hukum dan HAM Bali, Agato Simamora menjelaskan kesulitannya menertibkan orang asing datang ke Bali. Serta menyayangkan kebijakan bebas visa kepada 165 negara yang mempersulit pihaknya dalam pengawasannya. aya/ama
You must be logged in to post a comment Login