Connect with us

    DAERAH

    Tradisi Nyadran, Kampung Nambangan Kota Magelang Sambut Ramadhan

    Published

    on

    MAGELANG,jarrakpos.com – Setiap menjelang Ramadan, tepatnya pada bulan Sya’ban, masyarakat Jawa khususnya Jawa Tengah dan Yogyakarta, selalu melakukan tradisi Nyadran. Budaya yang telah dijaga selama ratusan tahun ini, dilakukan dengan bersih-bersih makam para orang tua atau leluhur, membuat dan membagikan makanan tradisional, serta berdoa atau selamatan bersama di sekitar area makam Karang Kidul, seperti yang dilakukan warga Kampung Nambangan Kec. Magelang Tengah Kota Magelang hari ini Minggu,(5/3/2023) .

    Dalam kalender Jawa, Bulan Ramadan disebut dengan Bulan Ruwah, sehingga Nyadran juga dikenal sebagai acara Ruwah. Dirangkum dari berbagai sumber, tradisi ini adalah hasil akulturasi budaya Jawa dengan Islam. Kata Nyadran berasal dari kata ‘Sraddha’ yang bermakna keyakinan.

    Nyadran menjadi bagian penting bagi masyarakat Jawa. Sebab, para pewaris tradisi ini menjadikan Nyadran sebagai momentum untuk menghormati para leluhur dan ungkapan syukur kepada Sang Pencipta. Biasanya, Nyadran diadakan satu bulan sebelum dimulainya puasa, atau pada 15, 20, dan 23 Ruwah.

    Gapura RT.01.RW.20 Kp. Nambangan. jalan menuju ke area makam Karang Kidul. Dok.jarrakpos/ feri

    Masing-masing daerah di tanah Jawa punya ciri khas masing-masing dalam tradisi ini. Masyarakat di beberapa daerah membersihkan makam sambil membawa bungkusan berisi makanan hasil bumi yang disebut sadranan. Secara tradisi, sadranan akan ditinggalkan di area pemakaman.

    Salah satu yang khas dan pasti ada di setiap Nyadran, adalah acara makan bersama atau kenduri. Prosesi ini menjadi salah satu yang ditunggu oleh warga. Setiap keluarga membawa masakan hasil bumi. Masyarakat membaur menikmati makanan, yang dihidangkan di atas daun pisang.

    Advertisement

    Warga Kp. Nambangan saat berkumpul ikuti Nyadran dan berdoa bersama. Dok.jarrakpos/fri

    Masyarakat yang melakukan tradisi Nyadran percaya, membersihkan makam adalah simbol dari pembersihan diri menjelang Bulan Suci. Bukan hanya hubungan manusia dengan Sang Pencipta, Nyadran dilakukan sebagai bentuk bakti kepada para pendahulu dan leluhur. Kerukunan serta hangatnya persaudaraan sangat terasa setiap kali tradisi Nyadran berlangsung.

    Nyadran yang telah dijaga selama ratusan tahun, mengajarkan untuk mengenang dan mengenal para leluhur, silsilah keluarga, serta memetik ajaran baik dari para pendahulu. Seperti pepatah Jawa kuno yang mengatakan “Mikul dhuwur mendem jero” yang kurang lebih memiliki makna “ajaran-ajaran yang baik kita junjung tinggi, yang dianggap kurang baik kita tanam-dalam”.(fri)

    Continue Reading
    Advertisement
    Click to comment

    You must be logged in to post a comment Login

    Leave a Reply