NEWS
Warga Tanjung Benoa Protes Keras, Pelindo Reklamasi dan Potong Karang
Denpasar, JARRAKPOS.com – Masyarakat Tanjung Benoa, Kuta Selatan Badung melayangkan protes keras terhadap mega proyek pengurugan laut atau reklamasi di sekitar Teluk Benoa. Selama ini, proyek tersebut bukan hanya mendapat penolakan dari para pegiat lingkungan, namun juga membuat prihatin warga sekitar. Bahkan salah satu Kelompok Nelayan dari Lingkungan Br. Panca Bhineka, Kelurahan Tanjung Benoa, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung yang menyebut diri mereka ‘Penyelam Tradisional Satu Nafas’, melayangkan surat keperihatinan kepada PT. Pelabuhan Indonesia (Persero) yang ditandatangani oleh Ketua Abdul Latif dan Sekretarisnya Badarudin beserta 38 orang anggotanya, pada Senin (17/10/2022).
Saat dikonfirmasi para awak media, kekhawatiran mereka tidak tanpa alasan, sebab menurut Abdul Latif, Pelindo III Pelabuhan Benoa ke depan juga akan mengerjakan proyek pengerukan serta pemotongan terumbu karang pada alur kapal dan kolam pelabuhan tahap 2 untuk akses rencana induk pelabuhan (RIP) menuju lahan proyek reklamasi yang sudah terbentuk pada damping 1 dan damping 2. “Sehubungan dengan adanya pengerukan untuk yang kesekian kalinya di Teluk Benoa menimbulkan kekhawatiran kami atas pembangunan perluasan wilayah pelabuhan yang tentunya tidak dapat dihindari akan mempersempit keberadaan tempat-tempat ikan berkembang biak juga dapat merusak terumbu-terumbu karang yang butuh ratusan tahun untuk tumbuh dan berkembang,” ujarnya.
Abdul Latif juga menyesalkan bahwa pihak pengembang tidak pernah mengajak pihaknya untuk berdialog sebagai masyarakat yang masih menggantungkan hidup dari keberlangsungan areal kawasan Teluk Benoa dan seyogyanya keberadaan kelompoknya yang sudah turun-temurun menjadi nelayan penyelam tradislonal tidak seharusnya di lupakan keberadaanya. “Kami tidak pernah diajak untuk berdialog urun-rembuk sebelumnya dan tidak ada sosialisasi padahal kami adalah termasuk ring satu dan masyarakat bawah yang terdampak langsung dari setiap adanya kegiatan proyek di areal pelabuhan. kami memahami bahwa tuntutan kemajuan dan pariwisata membutuhkan fasilitas yang lebih baik,” jelasnya.
Ia pun membeberkan sejumlah permasalahan yang saat ini mereka alami selaku Kelompok Nelayan Penyelam Tradisional yang merasa dirugikan yang mana Perairan Teluk Benoa merupakan sumber mata pencaharian utama bagi para Nelayan Tradisional khususnya Penyelam Penembak ikan yang sudah sejak lama mewarisi kearifan nenek moyang mereka dan masih dipertahankan hingga saat ini, hingga pihaknya melayangkan surat pengaduan yang berisi 5 poin, yakni:
1. Bahwa kami sangat merasakan dampak langsung dari kegiatan [pengurugan] tersebut, di antaranya tingkat kekeruhan air di sekitar Teluk Benoa beberapa bulan terakhir sangat mengkhawatirkan.
2. Menyulitkan kami untuk mengatur waktu dan lokasi penyelaman karena sedikitnya waktu tenggang untuk air jernih yang bisa bertahan di dalam Teluk Benoa.
3. Berdampak sangat signifikan kepada hasil tangkapan kami yang tentunya berakibat makin rendahnya daya Jual kami untuk menghidupi keluarga. Sebagaimana diketahui banyak dari masyarakat kami sejak pandemi beralih profesl menjadi nelayan, karena kehilangan pekerjaan atau dirumahkan
4. Adapun penghasilan kami sebelum adanya pengerukan dilakukan dengan kondisi air laut yang tidak keruh dan jemih berjumlah sebesar Rp200.000.- per hari.
5. Semenjak adanya pcngerukan yang membuat air menjadi sangat keruh pendapatan kami menurun antara 60% hingga 80%.
Abdul Latif bersama anggota kelompoknya berharap surat pengaduan yang mereka sampaikan mendapat solusi dan tanggapan yang serius dari pihak PT. Pelabuhan Indonesia (Persero) Kantor Regional Bali Nusa Tenggara. Saat dikonfirmasi terpisah, CEO Pelindo Sub Regional Bali Nusra, Ali Sodikin mengaku akan segera merespon pengaduan tersebut. “Nanti tiang (saya, red) tanya ke tim BMTH ya,” jawabnya singkat. tim/ama/ksm
You must be logged in to post a comment Login