Connect with us

PARIWISATA

Daya Dukung Pariwisata Bali Dipertanyakan, Perda Ketinggian Bangunan Segera Direvisi

Redaksi Jarrakpos

Published

on

[socialpoll id=”2522805″]


Denpasar, JARRAKPOS.com – Guna mengantisipasi dinamika perkembangan pembangunan di Bali, akibat perkembangan pariwisata muncul wacana Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRW) Bali kabarnya akan segera direvisi. Kondisi ini sangat dibutuhkan untuk kesiapan daerah menyikapi adanya berbagai rencana pembangunan Bali yang berkelanjutan menyongsong semakin bertambahnya jumlah akomodasi pariwisata. Pemerataan pembangunan antara Bali Selatan dan Bali Utara tentunya akan banyak menimbulkan perubahan, sehingga harus disiapkan regulasi agar pembangunan berjalan sesuai daya dukung pariwisata Bali.. “Perda setiap lima tahun memang sudah boleh direvisi dalam rangka mengantisipasi dinamika perkembangan pembangunan. Memang banyak sekali perubahan dinamika peruntukan yang memang harus memerlukan harmonisasi,” ujar Anggota Komisi III DPRD Provinsi Bali, Dr.Ir. I Made Dauh Wijana. MM saat ditemui di Denpasar, Senin (3/12/2018).

Ket foto : Anggota Komisi III DPRD Provinsi Bali, Dr.Ir. I Made Dauh Wijana. MM. (Ist)

Dikatakan, revisi RTRW ini dimaksudkan juga untuk menyambut berbagai bentuk pembangunan yang telah disiapkan pemerintah baik pusat maupun daerah, agar nantinya apa yang dikerjakan tidak berbenturan dengan aturan. Jangan sampai ke depan kembali muncul permasalahan pembangunan fisik baik infrastruktur atau bangunan gedung bertentangan dengan regulasi dan perizinan diberlakukan sesuai peruntukan kawasan. Untuk itulah aspirasi untuk merevisi Perda RTRW ini dimaksudkan untuk melakukan berbagai penyesuaian termasuk zonasi kawasan untuk daya dukung pariwisata Bali. Dicontohkan Dauh, seperti halnya Perda yang mengatur ketinggian bangunan harus setinggi pohon kelapa atau sekitar 15 meter, tentunya kedepan ada tuntutan kebutuhan akan ketinggian bangunan bisa lebih dari itu akibat perkembangan zaman. Atau akibat adanya kebutuhan perluasan bangunan namun terhambat luasan lahan namun keberadaannya sanga dibutuhkan. “Mungkin kalau dulu harus setinggi pohon kelapa, empat lantai. Sekarang sudah banyak tuntutan-tuntutan akibat perkembangan zaman. Itu karena keadaan lahan yang sudah berkurang membutuhkan sekali bangunan yang bisa lebih dari itu. Dimana saja dan yang bisa lebih dari itu dimana bisa,” ungkap wakil rakyat asal Gianyar yang baru saja menyandang gelar doktor ini.

Baca juga : Tak Bertele-tele, Gubernur Koster Setujui Lahan SMPN di Cemagi

Gedung dengan ketinggian maksimal 15 meter ditegaskan Ketua DPD Partai Golkar Gianyar itu sangat berkaitan dengan kearifan lokal masyarakat Bali, sehingga persoalan dan aspirasi dari masyarakat termasuk adanya kebutuhan akan perkembangan zaman diberikan ruang secara luas. Usulan ini dijelaskannya karena sudah ada banyak masukan dari para pemerhati dan praktisi pembangunan, sehingga sangat pantas untuk dibahas. Masyarakat Bali sangat memahami akan kebutuhan penyeimbangan pembangunan Bali selatan dan Bali utara sehingga harmonisasi dioandang menjadi kebutuhan. Seperti halnya pembukaan akses jalan sort cut menuju Singaraja tentunya banyak peruntukan kawasan akan beralih fungis menjadi infrastruktur jalan. Kedepan tentunya pembangunan yang berjalan akan diikuti aktifitas penyerta pendukung percepatan pembangunan utamanya di sektor pariwisata. Sehingga perubahan peruntukan tersebut sudah sangat perlu untuk dilakukan. “Ada usulan, karena sudah banyak masukan. Artinya itu yang akan digodok dan dibahas apakah dizonasikan, dimana saja kan begitu. Toh juga karena faktanya Bali Beach sendiri sudah 10 lantai kan begitu. Apakah nanti ada bangunan startegis boleh diatas itu kan begitu. Namun tetap kita tidak boleh melupakan budaya yang kita miliki,” paparnya seraya mengatakan jangan sampai desain tata ruang bermuara untuk memenuhi pesanan namun benar-benar sebagai master plan pembangunan jangka panjang di Bali.

Advertisement

Menurutnya lebih menekankan pada kajian dan daya dukung serta kebutuhan terhadap dinamika perkembangan yang dihadapi Bali kedepan. Bila ini tidak dilakukan dengan segera dikawatirkan Bali akan dihadapkan pada titik sulit untuk menemukan solusi. Seperti halnya kebutuhan mendesak di kawasan padat seperti halnya fasilitas umum yang tidak memungkinkan dilakukan kesamping namun harus dibangun vertikal. Begitu pula daya tampung kunjungan wisatawan ke Bali karena terus terjadi penigkatan kunjungan 10 hingga 20 tahun kedepan. Inilah salah satu tuntutan untuk mendesain Bali dalam pengembangan pariwisata yang berkelanjutan. Daya dukung harus diciptakan dan pemerintah provinsi Bali tidak bisa diam dalam kondisi objektif seperti saat ini. Kedepan akan semakin banyak dibutuhkan ruang terbuka hijau, fasilitas umum, ruang sosial dan berbagai hal lainnya yang harus dikonsep dengan baik. ” Itu harus dikonsep dengan baik agar Bali ini benar-benar sebagai daerah tujuan wisata yang ramah lingkungan dan nyaman. Ini semua harus dimasukkan kedalam konsep revisi, termasuk juga tentang zonasi. Dimana pariwisata spiritualnya yang bisa diekplorasi secara optimal dan dinama misalnya sektor pertanian. Benar-benar didesain berdasarkan kajian yang matang.

Baca juga : Pemeliharaan Tiga Unit Mesin Pembangkit, PLN Ajak Masyarakat Bali Berhemat

Disebutkan, revisi Perda RTRWP Bali agar tidak melanggar warisan budaya adi luhung masyarakat Bali dengan pembangunan berkonsep Tri Hita Karana harus ditegakkan dan dikedepankan. Secara umum RTRW Bali harus dipertahankan secara umum, namun ada kawasan tertentu atau peruntukan tertentu bisa diberikan kebijakan tidak saja untuk sektor pariwisata, karena keberadaannya sangat dibutuhkan dan mutlak harus diwujudkan. Perlu juga difikirkan secara teknis agar tidak menimbulkan kepadatan karena titik kumpul tidak didukung tersedianya infrastruktur jalan yang memadai. “Tetapi secara umum dipertahankan 15 meter atau tidak lebih dari pohon kelapa itu memang warisan adi luhung baik secara keyakinan karena itu budaya kita kedua secara teknis bangunannya lebih dari itu akan menimbulkan trafik titik kumpul manusia karena jalan kita sempit. Kalau banyak bangunan tinggi akan menimbulkan kesulitan pada saat titik kumpul akan menyulitkan dari sisi evakuasi. Sehingga ada beberapa daerah pemamfaatan yang bisa disesuaikan dengan aturan yang sudah ada selebihnya bila ada kebutuhan yang harus dijadikan daerah khusus maka ini juga harus bisa diwujudkan bila luasan lahan tidak memungkinkan,” katanya serata zonasi bangunan bisa saja dilakukan untuk kawasan pariwisata atau kebutuhan pembangunan rumah sakit serta fasilitas-fasilitas pelayanan umum lainnya. Sementara bangunan lainnya tetap dipertahankan maksimal setinggi 15 meter. eja/ama

Advertisement